Arya memilih untuk jujur dan berterus
terang pada Shinta dan keluarganya bila ia tak bisa meneruskan perjodohan ini.
Arya tidak ingin menyakiti perasaan Shinta dengan menikah hanya karena bisnis.
Keluarga Shinta rasanya juga cukup paham dan mengerti dengan keputusan yang
Arya ambil meskipun cukup berat dan menyakitkan, apa lagi Shinta sudah jatuh
hati padanya.
“Saya sangat berharap Shinta bisa menemukan
pria yang lebih baik dari saya dan dapat saling mencintai dengan tulus
kedepannya,” ucap Arya sebelum ia menyudahi pertemuannya.
Shinta tersenyum getir tapi ia berusaha
memahami kondisi Arya dan keluarganya. Toh bisnis yang di lakukan perusahaan
keluarganya itu tetap berjalan lancar sesuai yang di harapkan. Jadi tak ada
masalah yang serius.
“Kamu suka sama budakmu?” tanya Jalu begitu
Arya masuk ke kantornya.
Arya terdiam dengan alis yang bertaut
bingung harus menjawab apa.
“Ibu bilang kamu batalin perjodohan sama
Shinta apa alasannya?” tanya Jalu lagi agar Arya tidak terlalu bingung
menjawab.
Arya berdeham pelan. “Aku tidak mau mengulang
kesalahan Ayah,” jawab Arya lalu menghela nafas. “Aku hanya ingin menikah satu
kali dan menghabiskan waktuku dengan keluargaku, dengan istri dan anakku. Tanpa
harus membagi waktu dengan yang lain dan tidak perlu berbohong pada siapapun,”
sambung Arya.
Jalu yang semula ingin memarahi Arya yang
lebih mementingkan budak sexnya daripada perjodohan yang sudah lama di
bicarakan ini terdiam seketika. Jalu yang selama ini merasa bila putranya bahagia dengan kehidupannya dan tak
menyimpan trauma ternyata salah.
“Bunda tidak pernah ada di foto tiap aku
pergi sama Ayah dan Ibu. Bunda selalu sembunyi dan pura-pura jadi pengasuhku.
Kadang Bunda juga di tinggal di rumah, tidak ada satupun artikel yang
mengatakan kalo aku anaknya Bunda. Semua menulis kalo aku anak Ayah dan Ibu.
Padahal Bunda yang susah payah lahirin aku. Aku gak mau kayak gitu lagi,” tegas
Arya yang cukup jelas dan membuat Jalu paham bila ia tak seharusnya mengekang
putranya seperti cara papanya dulu memperlakukannya.
Jalu tak mau mengulang kisahnya kembali.
Jalu tak mau gadis yang benar-benar di cintai putranya akan tergeser dengan
gadis lain hanya karena masalah bisnis dan perusahaan. Cukup ia yang
mengorbankan dirinya juga cinta sejatinya, jangan Arya juga.
“Sudah aku mau pulang, aku tidak mau di
paksa lagi,” putus Arya lalu pergi tanpa menunggu jawaban dan keputusan dari
ayahnya.
Arya menangis di sepanjang perjalanan pulang. Ia masih menjadi Arya kecil yang kesepian dan sendirian ketika mengingat Bundanya yang sudah lama meninggal. Arya juga masih merasa menjadi Arya yang penakut dan akan selalu di tinggalkan bila ia tak bisa menjadi sempurna sesuai didikan Alma, istri pertama ayahnya yang membuatnya terus memakai topeng dan menyembunyikan sisi rapuhnya yang masih belum sembuh.
“Tuan Arya!” sambut Lia dengan ceria begitu
melihat Arya pulang.
Sejenak Arya merasa seperti melihat
Bundanya yang menyambutnya pulang. Keceriaan yang terpancar, senyum manisnya,
semuanya hampir semuanya mengingatkan Arya pada figur Bunda yang sudah lama
hilang.
Arya tersenyum lalu memeluk Lia dengan
begitu erat melampiaskan perasaannya yang begitu campur aduk. Lia membalas
pelukannya yang begitu erat dengan senang hati dan bingung. Lia menyambut Arya
dengan begitu ceria bukan karena maksud tertentu, ia hanya ingin menunjukkan cookies
yang berhasil ia buat untuk Arya.
“Tuan, aku membuatkanmu cookies. Aku
tidak tau apakah sesuai dengan seleramu atau tidak. Aku baru pertama kali
membuatnya,” ucap Lia setelah Arya melepaskan pelukannya.
Arya mengangguk lalu mengikuti Lia berjalan
ke ruang tengah simana Lia menunggunya dari tadi dan sudah menyiapkan cookies
buatannya.
“Lia, apa kamu punya ibu?” tanya Arya
tiba-tiba sebelum ia mencicipi cookiesnya.
Lia mengangguk sambil tersenyum. “Tapi
ibuku sudah meninggal tahun lalu,” jawab Lia.
“Ceritakan bagaimana keluargamu, aku ingin
tau,” pinta Arya setelah mencicipi cookies buatan Lia.
Lia tertawa kecil. “Keluargaku biasa saja
Tuan, tidak menarik. Ibuku ibu rumah tangga yang berjualan lauk tiap pagi,
Ayahku pedagang kecil, kadang juga jadi penebas. Dagangannya juga tidak pasti,
kadang buah, kadang beras, tergantung musim. Kadang juga jualan kambing dan
sapi, tergantung ada modal atau tidak. Kakakku janda, lulusan D3 keperawatan.
Aku lulusan SMA saja. Keluargaku kecil, Ayah dan Ibuku tidak berani kembali ke
kampung halamannya karena terlanjur merantau. Hanya itu saja,” ucap Lia
menceritakan soal keluarganya.
“Kenapa kamu hanya lulus SMA saja?” tanya
Arya penasaran.
Lia tersenyum malu-malu. “Sebenarnya SMA
juga belum mengambil ijazah. Keluargaku tidak bisa membayar kekurangan
pembayaran sekolah, jadi ijazahku belum di ambil sampai sekarang. Aku mau
melanjutkan tapi tidak ada biaya, selain itu waktu itu Ibuku sakit. Kakakku
tidak mau membantu. Katanya dia malu punya keluarga kampungan seperti kami.
Jadi aku membantu merawat Ibu, memasak, berjualan, mengurus ternak, mengurus
rumah.”
“Kakakmu menyebalkan,” komentar Arya sambil
mengunyah cookiesnya.
Lia mengangguk sambil tersenyum. “Iya, tapi
dia tetap kakakku. Aku tidak marah, aku senang bisa merawat keluargaku,” jawab
Lia sambil menerawang mengingat keluarganya. “Keluargaku sederhana, kami
bahagia dan bisa menguatkan satu sama lain. Hanya kakakku yang berubah jadi
menyebalkan karena salah pergaulan.”
“Kamu memaafkan kakakmu?” tanya Arya tak percaya
mendengar Lia yang tak terdengar emosi sedikitpun mengingat kakaknya.
Lia menggeleng. “Awalnya iya, tapi mau
sebanyak apapun aku marah padanya ia tetap menjadi kakakku. Itu tidak merubah
fakta apapun, jadi daripada aku marah aku lebih memilih untuk menerimanya,”
jelas Lia dengan tenang dan lembut yang membuat Arya bingung harus tenang atau
marah pada kakaknya Lia yang begitu jahat padanya.
“Apa kamu tidak ingin marah?” tanya Arya
yang sudah siap melenyapkan kakaknya Lia bila Lia mau.
Lia menggeleng. “Dulu sedikit, kakakku juga
pernah baik padaku. Aku ingin mengingat itu saja,” jawab Lia.
“Mana bisa begitu!” Arya tidak terima.
Lia tersenyum lalu menggenggam tangan Arya dan mengelusnya agar Arya tenang. “Aku tidak mau mengorek luka lama,” jawab Lia lembut yang cukup dapat di terima Arya meskipun ia tidak 100% ikhlas menerima jawaban itu.
0 comments