Bab 31 – Ice Cream
Arya hampir
selalu menggenggam tangan Lia yang ada di sampingnya sepanjang perjalanan. Lia
merasa begitu senang bisa merasakan nyamannya naik pesawat dan langsung naik
privat jet pribadi milik keluarga Arya untuk bepergian kali ini.
Lia tidak
merasakan kepanikan tertinggal pesawat atau pesawat yang ia tumpangi akan
terlambat. Penerbangan sesuai minat Arya, jadi tak ada yang memarahinya jika ia
berjalan dengan lamban. Bahkan untuk naik ke pesawat Lia juga di antar dengan
mobil mewah milik FS Group.
“Tuan boleh
beli donat?” tanya Lia begitu sampai di bandara dan melihat ada toko donat
berwarna pink yang sering ia lihat di kotak donat milik kakaknya.
“Untuk apa?
Aku tidak suka donat,” jawab Arya lalu mengangkat telfon yang masuk ke
ponselnya dan berjalan ke mobil yang sudah menjemputnya.
Lia hanya
diam sambil mengikuti Arya, lalu masuk ke dalam mobil dan duduk dengan nyaman
sambil menghela nafas.
“Aku kurang
suka makanan manis,” ucap Arya setelah selesai menelfon.
“A-aku
juga, tapi kakakku dulu sering membeli donat itu. Aku tidak pernah boleh
mencicipinya, aku hanya penasaran saja bagaimana rasanya,” ucap Lia begitu
mobil keluar dari bandara.
“Putar
balik!” seru Arya. “Kita beli donat,” ucap Arya yang langsung ingin membelikan
apapun yang belum pernah di coba istrinya.
Arya
membelikan dua box besar berisi semua farian rasa donat yang ada. Lia yang
sebenarnya hanya ingin mencoba donat dengan taburan meses coklat terlihat
begitu takjub dengan begitu banyaknya varian rasa yang di belikan suaminya.
“Apa lagi?”
tanya Arya sebelum membayar semuanya.
“Ice
cream?” pinta Lia ragu karena sudah dapat dua box donat.
Arya
mengangguk memberi ijin Lia langsung memesan satu buah ice cream cone dengan
taburan meses warna-warni.
“Sudah?”
tanya Arya yang di angguki Lia dengan cepat dan senyum sumringahnya yang
membuat Arya ikut senang.
Lia jarang
bisa jajan apa lagi makan jajanan mahal seperti yang ada di bandara. Melihat
Arya yang membayar dengan beberapa lembar uang lima puluh ribuan membuatnya
merasa sudah terlalu boros. Lia tau Arya kaya tapi kadang tanpa sadar ia merasa
masih harus hidup super hemat dan irit, meskipun Arya bisa menghasilkan lebih
banyak uang dari pada yang bisa ia hitung.
“Lia makan
dengan benar, cepat di habiskan itu mencair!” ucap Arya yang melihat Lia begitu
lambat memakan esnya hingga mulai mencair.
“Ah iya
Tuan,” jawab Lia gugup lalu mulai menjilati eskrimnya hingga tak sengaja
belepotan dan beberapa yang menetes ke payudaranya.
Arya tampak
cuek dan begitu fokus dengan tabletnya sambil bicara dengan sekertarisnya yang
ikut menjemput dan duduk di depan bersama supirnya.
“Cari apa?”
tanya Arya begitu Lia yang sudah menghabiskan esnya setelah sekian lama mencari
tisu untuk mengelap bibir dan lelehan es lainnya.
“T-tisu,”
jawab Lia pelan karena takut di marahi karena belepotan.
Arya baru
akan mengambilkan tisu tapi ia langsung mengurungkan niatnya dan memilih untuk
membersihkan es yang belepotan di bibir Lia dengan bibirnya. Arya langsung
meraih dagu Lia dan langsung melumat bibirnya. Melumat tiap lelehan es krim
yang mengotori pipi dan bibirnya.
Arya yang
melihat ada lelehan es yang menetes di dada Lia juga langsung menjilatinya dan
berakhir memberi kiss mark sebelum Lia mendesah dan sebelum Arya ingin
lebih lagi.
“Aku suka
es krim,” ucap Arya lalu kembali melumat bibir Lia dan baru memberikan tisu
basah pada Lia.
●●●
Jalu begitu
lelah bertengkar dengan istrinya. Ia merasa begitu sulit mencintai Alma dan
rasanya semakin lama ia mencoba dan menjalaninya terasa berkali-kali lipat
lebih sulit. Jalu merasa Alma tak bisa mengerti dirinya, begitupun sebaliknya.
Selama 23
tahun mencoba untuk setia dan tidak berpaling atau mencari pengganti dari Lily
untuk menjadi istri keduanya terasa masih belum cukup untuk Alma. Jalu tak
pernah ingin menikah untuk menjadikan istrinya sebagai rival.
Jalu juga
tak berniat menikah lagi setelah ia kehilangan Lily, satu-satunya wanita yang
begitu ia dambakan dan ia cintai hingga saat ini juga telah memberikannya buah
hati. Jalu merasa dirinya cukup di hargai dan merasa di manusiakan ketika
bersama Lily juga Arya.
Tak ada
strata sosial yang ia khawatirkan, tidak ada rivalitas perusahaan, tidak ada
persaingan sebagai individu yang independen. Jalu merasa di butuhkan sebagai
pasangan, suami dan ayah. Jalu merasa hidupnya berarti dan lengkap sebagai
seorang pria dewasa. Begitu berbeda dengan Alma yang rasanya tak pernah dewasa.
Menjadikan
Arya sebagai bahan bersaing dan memberikan banyak pengaruh, bukan hal yang
seharusnya di lakukan oleh seorang orang tua. Menjadikan Arya yang hangat dan
ceria menjadi dingin dan pemarah juga bukan pilihan yang baik. Sekarang Jalu
bisa melihat Arya yang hangat dan ceria kembali saat bersama Lia, meskipun Arya
hanya begitu saat bersama Lia dan tetap dingin seperti biasanya saat bertemu
dengannya. Jalu sudah merasa lega.
Jalu hanya
ingin menjadi ayah yang baik. Meskipun putranya sudah besar dan sudah memegang
tanggung jawab besar atas perusahaan yang lama ia bangun dan sudah turun
menurun. Jalu tetap ingin memandang Arya sebagai putra kecilnya yang rapuh dan
haus kasih sayang. Atau mungkin Jalu yang haus kasih sayang namun menuduh Arya
yang haus akan perasaan itu.
“Budak
murahan itu sudah membuat Arya jadi sulit di atur, coba Arya mau menikah dengan
Shinta, pasti dia punya pernikahan yang indah dan akan lebih percaya diri
mengajak pasangannya. Arya yang malang,” gerutu Alma tiada henti menghujat Lia.
Jalu hanya
menghela nafas dengan jengah. Tak ada yang salah pada Lia, tidak sedikitpun.
Gadis itu sudah sangat berusaha mendukung Arya. Menemaninya meskipun banyak
pandangan kesal dan orang-orang yang membencinya, setia menunggu Arya yang
berbicara dengan keluarganya dan hanya bisa melihat di kejauhan karena Alma tak
menerimanya, bersabar menghadapi Arya yang emosinya jarang stabil. Tak ada
kekurangan pada diri Lia, Lia sudah berusaha menjadi istri dan calon ibu yang
baik.
Lia juga
tak mencoba mengambil seluruh perhatian publik agar tertuju padanya. Lia
memberikan seluruh perhatian pada Arya. Persis seperti yang Lily lakukan dulu.
Membiarkan semua sorotan pada Jalu yang memang memerlukan banyak perhatian dari
publik. Saat publik tau bila ia hanya istri kedua dan di jadikan simpanan, ia
juga menerimanya dengan sabar.
Tak ada
sedikitpun perlawanan atau pembelaan. Lily juga membiarkan Arya putranya untuk
ikut bersama Alma dan Jalu tiap naik ke atas panggung dan berpura-pura menjadi
pengasuh Arya. Seorang istri dan ibu yang berpura-pura menjadi pengasuh juga
menerima banyak hujatan dan kebencian dari orang-orang yang ada di sekitarnya.
Sifat itu
yang tak akan pernah Alma miliki. Sampai kapanpun dan rasanya sangat tidak adil
bila Arya dan Lia harus mengulang kisah yang sama itu kembali.
“Besok aku
mau mendekatkan Shinta dengan Arya lagi, selalu ada kemungkinan di tiap
hubungan. Selalu ada celah di tiap ikatan, aku akan tetap mencobanya,” ucap
Alma.
“Apa itu
sikap seorang Ibu yang baik dan benar?” tanya Jalu berusaha mencegah Alma
merusah rumah tangga putranya.
“Kamu
harusnya bersyukur Mas, aku sedang membantu Arya agar tidak meruntuhkan kerajaan
yang sudah kita bangun susah payah selama ini,” ucap Alma.
“Arya hanya
memegang FS Group. Dia tidak memegang perusahaanmu sedikitpun…”
“Kenapa
kamu terus membela Arya dan budak murahannya itu?!”
“Aku tidak
membelanya, aku hanya berusaha menjadi ayah yang melindungi hal baik yang di
sukai anakku. Apa salahnya?!”
“Salahnya
kamu belain budak murahan itu! Apa jangan-jangan kamu juga suka sama budak
murahan itu?! Iya Mas?!”
Jalu kembali menghela nafas tak bisa menjawab ucapan Alma yang makin meninggi dan memanas dengan emosi yang berapi-api.
