0
Home  ›  Chapter  ›  Flower Girl

Bab 17 – Telfon

Bab 17 – Telfon-1

Lia menghabiskan waktunya bersama dengan Arya seperti biasa. Arya juga kembali meminta Lia untuk tidur di kamarnya setelah Lia terlihat cukup sehat. Arya juga kembali melakukan kegiatan favoritnya seperti menyusu atau tidur sambil di elus-elus Lia. Meskipun kadang ia menahan diri tak memintanya karena Lia yang terlihat begitu lelah.

“Hari ini aku ada acara keluar sebentar, nanti sebelum makan malam aku sudah pulang,” ucap Arya memberitahu Lia jadwalnya hari ini.

“Aku akan menunggu Tuan pulang,” ucap Lia lembut sambil membenarkan kerah baju Arya setelah memakai dasinya.

Arya mengangguk lalu mengecup kening dan bibir Lia dengan lembut. “Badanmu akhir-akhir ini tidak sesehat sebelumnya, kamu yakin baik-baik saja?” tanya Arya tiba-tiba yang membuat Lia takut dan langsung mengangguk.

Arya menaikkan sebelah alisnya ragu dengan jawaban Lia. Arya yakin pasti ada sesuatu yang salah pada Lia dan mungkin saja pemeriksaannya kemarin tidak maksimal karena Lia hanya di periksa di rumah.

Arya berjalan keluar, Lia mengikutinya untuk mengantar keberangkatannya seperti biasa. Sepanjang perjalanan Arya hanya diam dan memikirkan apakah Lia akan memanfaatkan kesempatan untuk kabur setelah ia melonggarkan segala kekangan yang ada.

Bahkan hari ini pertama kalinya Arya mengijinkan petugas keamanannya untuk sedikit membuka gerbang barang kali Lia akan memanfaatkannya untuk kabur. Meskipun Arya ragu jika Lia akan senekat itu. Mengingat tadi pagi Lia muntah-muntah dan begitu lemas.

“Tuan, besok saya mau cuti tiga hari,” ucap supir yang mengantar Arya pergi hari ini.

“Kenapa?” tanya Arya singkat sambil memperhatikan wajah supirnya dari kaca sepion.

“Anakku yang paling kecil sakit sudah seminggu, demam, katanya kangen,” jawab si supir berharap akan mendapat ijin cuti.

Arya mengangguk lalu diam dengan alis bertaut. Mungkin ini alasan Lia jadi sakit-sakitan dan tidak sesehat sebelumnya. Mungkin Lia juga merindukan keluarganya.

“Boleh,” jawab Arya memberi ijin. “Mungkin Lia juga perlu cuti sebentar…” gumam Arya pelan.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

●●●

Lia ragu untuk mendekati telfon rumah meskipun Rin dan kepala pelayan sudah memberitahu tidak masalah bila ia menelfon. Sampai akhirnya Lia memberanikan diri untuk menelfon keluarganya. Lia mencoba menelfon ayahnya tapi tak ada jawaban. Bagian keamanan juga sudah siap menyadap pembicaraan Lia kalau-kalau ia melakukan panggilan dan membicarakan hal yang mencurigakan.

Lia tak mencoba melakukan panggilan lagi namun ia tetap duduk menunggu barang kali ayahnya menelfon balik. Wajah ceria penuh optimistis Lia perlahan memudar. Ia pergi ke dapur untuk mengambil makanan yang sudah di siapkan lalu memakannya bersama dengan kepala pelayan dan juru masak yang ada di sana.

“Aku coba telfon ayahku, aku pengen tau kabar ayahku gimana. Itu saja,” ucap Lia sedih setelah makan.

“Coba saja sekali lagi, tidak apa-apa. Mumpung Tuan belum pulang,” ucap kepala pelayan memberi semangat pada Lia yang di angguki juru masak yang ikut makan dengannya.

Lia kembali tersenyum dan berlari kecil dengan semangat ke telfon rumah yang ada di depan. Lia kembali dengan semangat menekan nomor telfon ayahnya lagi. Namun kali ini ada suara perempuan yang menerimanya yang bukan suara Desi dan jelas bukan suara ayahnya.

“I-Ini siapa? Pak Anto mana?” tanya Lia memastikan.

“Pak Anto sakit, kemarin jatuh waktu bawa motor. Kesrempet angkot,” jawab perempuan itu.

“Astaghfirullah, i-ini Lia. Tolong bangunkan ayahku, waktuku cuma sebentar untuk menelfon!” seru Lia panik.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Ya Allah Lia! Ya! Ya tunggu sebentar!” ucap perempuan itu lalu buru-buru membangunkan ayah lia dan memberitahu bila Lia menelfon.

“A-ayah?” panggil Lia dengan suara bergetar.

“Lia! Ini Lia?” saut Anto.

“Iya ini Lia, anak ayah,” jawab Lia lalu menangis sambil memegangi gagang telfonnya. “Ayah gimana keadaannya?” tanya Lia berusaha menahan tangisnya agar suaranya terdengar jelas.

“Ayah baik, cuma kesleo di pergelangan tangan aja sama luka dikit, tidak papa. Kamu gimana Nak?” tanya Anto yang benar-benar mengkhawatirkan Lia.

“A-aku baik-baik saja. Kakak jual aku, tapi Tuanku baik. Aku di kasih makan, di kasih baju bagus, aku boleh nonton TV, rumahnya besar sekali, bagus, banyak pelayannya, ada tukang kebunnya, supir, tamannya bagus, banyak pohon bunganya. Ayah gak usah khawatir sama aku. Aku baik-baik saja,” ucap Lia dengan begitu cepat dan terburu-buru.

“Benarkah? Apa kamu bisa pulang?” tanya Anto yang ingin segera bertemu dengan Lia lagi.

Lia menggeleng lalu menangis tersedu-sedu. “Aku tidak tau, tapi aku bakal coba bilang sama Tuanku,” ucap Lia penuh harap.

“Pulang Nak, gimanapun kondisimu. Ayah terima kamu, pulang tidak apa-apa,” ucap Anto meyakinkan Lia agar ia tak perlu takut tak di terima saat pulang nanti.

Lia mengangguk. “I-iya Ayah, pasti aku pulang,” ucap Lia optimis meskipun ia tak yakin apakah benar-benar bisa pulang atau tidak.

Kepala pelayan, juga pegawai lain yang melihat percakapan Lia dengan ayahnya begitu terharu. Bahkan setelah semua yang ia alami Lia sama sekali tak mengadu dan meminta pertolongan atau permintaan lain yang memungkinkan untuk membawanya kabur dari sini.

“Besok kalo aku ada waktu aku telfon ayah lagi, ayah jaga kesehatan, makan yang teratur. Nanti kalo Tuanku ijinin aku pulang, aku bakal berusaha pulang lebih cepat. Ayah jangan ganti nomer, jangan telfon duluan ke sini. Aku takut nanti dimarahin,” ucap Lia lalu mematikan telfonnya.

Rin mendekati Lia lalu memeluknya, Rin senang Lia bisa menelfon keluarganya dan mungkin dapat segera kabur dari sana. Sementara Lia menangis antara senag dan sedih, senang karena bisa mendengar kabar dari ayahnya tapi juga sedih karena ia tak bisa menemani ayahnya yang sedang sakit.


44
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share