Bab 26 – Minder
Lia menikmati makan malam bersama Arya dengan perasaan begitu berbunga-bunga. Pertama kalinya ia makan begitu banyak makanan mewah dengan penataan yang begitu cantik. Meskipun ia jadi terlihat norak karena terus memfoto makanannya, Arya tak keberatan sama sekali. Bahkan ia ikut senang saat Lia memfoto makanan miliknya juga.
Shinta
melihat Arya yang beberapa kali menghentikan makannya atau menunda makannya
hingga Lia selesai memfoto membuatnya sedikit kesal. Hanya Shinta yang kesal
dan tidak suka pada apa yang Lia lakukan, sementara orang tuanya merasa cukup
senang karena memiliki waktu lebih lama berbincang dengan Arya.
Sepanjang
makan malam Arya juga tidak segan untuk mengajari istrinya itu bagaimana
menggunakan garpu dan pisau atau mengajari bagaimana cara memakan
hidangan-hidangan yang di suguhkan untuknya. Tak ada Arya yang dingin dengan
wajah galaknya lagi, seolah ia menjelma menjadi seorang pria lembut yang hangat
dan penyayang keluarga saat bersama Lia.
“Udah
kenyang?” tanya Arya setelah Lia hanya mencicipi supnya.
Lia
mengangguk sambil tersenyum menjawab pertanyaan Arya.
“Makan
lagi, itu yang kenyang kamu. Anakku belom,” ucap Arya sambil mengelus perut Lia
lembut lalu kembali menyantap makan malamnya. “Apa mau di suapin?” tanya Arya
karena Lia hanya diam menatapnya yang sukses menggerakkan istrinya itu untuk
kembali makan.
Sinta
menatap dengan jengah ke arah Lia yang dimatanya terlihat begitu manja dengan
sengaja tidak menghabiskan makanannya agar Arya memperhatikannya lebih. Belum
lagi Arya yang begitu sering mendekat ke arah Lia untuk mengelus perutnya atau
iseng mencium pipi dan keningnya.
“Lia
lulusan apa? Kok bisa kenal sama Arya?” tanya Shinta kepo terhadap Lia secara
terang-terangan.
Arya
langsung menatap Shinta tajam. “Ketemunya soalnya udah jodoh,” jawab Arya
singkat di iringi anggukan dari Lia yang sebenarnya malu mengatakan bila ia
hanya tamatan SMA saja.
Jawaban
Arya benar-benar menskak Shinta yang masih ingin mengorek informasi soal Lia.
Tapi Arya dan Lia langsung pergi setelah selesai makan dan merasa tak perlu
membicarakan apa-apa lagi. Shinta juga tak dapat menahan karena ada salah satu
fansnya yang menjadi tamu juga di acara tersebut yang jelas tak bisa ia tolak.
●●●
“Tuan, aku
takut membuatmu malu jika ada yang menanyakan hal seperti tadi lagi. Siapa
diriku, latar belakang pendidikanku, pekerjaan orang tuaku, atau mungkin
pertanyaan lainnya seputar kehidupanku yang mungkin membuatmu malu. Lain kali
aku akan menunggumu di kamar atau di rumah saja, tidak apa-apa,” ucap Lia
sambil membersihkan wajahnya lalu berjalan ke kamar mandi untuk menyikat gigi
dan mengganti bajunya dengan lingerie sexy kesukaan Arya.
“Malu?
Memangnya aku harus malu kenapa?” tanya Arya bingung lalu menatap Lia yang naik
ketempat tidur.
“Ya, aku
kan miskin, gak sekolah tinggi, ketemu juga di tempat gak bener. Masak kayak
gitu di bilang prestasi? Emangnya bisa kayak gitu di banggain?” Lia menghela
nafas lalu mengambil krim pelembab untuk perutnya.
“Ya gak di
banggain juga, tapi apa salahnya menjadi dirimu sendiri. Aku menerimanya, aku
tidak mempermasalahkannya sedikitpun. Lagi pula kalau orang lain tidak setuju,
toh aku akan tetap menjadi suamimu dan ayahnya anak-anak kita. Orang lain mau
apa? Protes? Memangnya mereka kira mereka siapa?!” kesal Arya lalu membantu Lia
mengoleskan krim pelembab di perutnya yang sudah mulai terlihat buncit.
Lia
tersenyum lalu mengangguk. “A-aku hanya sedang minder Tuan, aku sering merasa
tak pantas untuk menjadi pendampingmu. Kadang aku merasa sebaiknya aku hanya
menjadi pembantu atau tukang kebun saja di rumahmu. Bukan sebagai nyonya
seperti sekarang. Bahkan pelayan di rumahmu lebih tinggi pendidikannya daripada
aku,” aku Lia begitu jujur pada Arya.
Arya hanya
bisa mendengus sambil geleng-geleng kepala. Lia baik dan keibuan juga sangat
penyayang. Tapi rasa mindernya dan kadang pemalu membuat Arya kurang nyaman.
Apalagi Arya memang ingin menunjukkan pada semua orang bila ia adalah pria yang
sayang pada keluarga.
“Biasakan
dirimu, kamu akan sering menemui banyak orang yang mempertanyakan soal itu
semua. Jawab saja sebisamu, tidak usah berbohong atau menutupi sesuatu selama
kamu anggap masih wajar. Lagi pula kamu gak masuk dunia politik, tidak masalah
kalau kamu hanya berpendidikan rendah atau dari kalangan bawah,” ucap Arya
berusaha membangun rasa percaya diri Lia. “Sehebat apapun mereka, bagiku kamu
tetap pemenangnya. Buktinya aku tetap menikahimu.”
Lia tersipu
dan merasa bangga dengan ucapan Arya yang sukses membuatnya kembali percaya
diri.
“Jadi bisa
aku dapat jatah?” tanya Arya mengalihkan pembicaraan.
Lia
tersenyum lalu mengangguk lalu merebahkan dirinya dengan nyaman sebelum mulai
bercumbu dengan Arya yang sudah sah menjadi suaminya.
“Ayah mau
minta jatah ya, mohon kerja samanya ya Anak baik,” ucap Arya sambil mengelus
perut Lia dengan lembut lalu mulai menciumi istrinya dan memberi banyak tanda
kepemilikan meskipun tanpa ia tandai semua orang juga tau bila Lia dengan perut
buncitnya sudah jelas ada yang punya.
Tak butuh
waktu lama juga untuk membuat Lia siap untuk di masuki. Tubuhnya menjadi
berkali-kali lipat lebih sensitiv saat hamil dan pernikahannya dengan Arya
seolah menjadi jawaban atas nafsunya beberapa waktu lalu yang hanya bisa ia
tahan dan ia coba salurkan dengan bantuan jarinya.
Tentu saja jarinya yang kecil dan lentik itu tak seberapa bila di bandingkan dengan kejantanan perkasa milik Arya yang sudah terbiasa mencari kepuasan di lubang surgawinya. Seperti sekarang, kejatanan perkasa itu berusaha menerobos masuk lebih dalam pada lubang surgawi Lia yang jadi semakin sempit saat rahimnya sudah di isi janin.