“Yang tadi bicara denganku dari kepolisian,
kenapa kamu tidak berteriak?” tanya Arya setelah selesai menelfon dan mencapai
klimaksnya.
Lia hanya bisa diam tertunduk antara malu
dan menyesal sudah menyia-nyiakan kesempatan. Arya tertawa kecil, menertawakan
Lia juga menertawakan dirinya sendiri yang mengira Lia adalah gadis polos
selama ini sementara ia tak lebih dari pelacur yang kurang pengalaman saja.
“Tuan…” panggil Lia sebelum Arya keluar
dari kamarnya. “Kalau aku akan di sini hingga lama, paling tidak aku ingin tau
siapa namamu,” ucap Lia sopan.
“Arya, namaku Arya Suandakni,” jawab Arya
singkat.
Lia mengangguk lalu bangun dan berjalan ke
kamar mandi untuk kembali membersihkan dirinya. Setelah itu Lia kembali
terkunci di kamarnya dan hanya Rin, pelayan yang bertugas mengurusnya, yang
keluar masuk dari kamarnya. Entah membawakan makanan, minuman, atau membawakan
mukena dan celana dalam untuk Lia.
Berbeda dari biasanya Arya sama sekali tak
menjamahnya setelah bercinta tadi. Tidak, bukan bercinta. Lia hanya jadi tempat
pembuangan sperma dan syahwat Arya saja. Arya tidak lagi masuk ke kamar Lia
hingga malam.
Tapi baru Lia hendak bernafas lega karena
ia tak di jamah seenaknya oleh Arya. Saat hampir tengah malam tiba-tiba Arya
masuk ke kamarnya dan memeluknya dari belakang. Lia sudah bersiap bila Arya
akan memaksanya memuaskan hasratnya seperti sebelumnya. Rasanya di lecehkan
bukan hal tabu lagi untuk Lia sejak di sekap Arya.
Lia diam dan berpura-pura tidur berharap
Arya tidak akan macam-macam bila ia sedang tertidur. Atau paling tidak Lia
berharap apa yang ia alami hanya mimpi dan ia akan segera bangun lalu kembali
ke kehidupannya yang normal saat bangun nanti. Sialnya hal itu jelas tidak
mungkin dan Arya tetap memeluknya erat, juga ia tetap terkurung di istana milik
Arya itu tanpa seorangpun yang dapat memberinya pertolongan.
Nafas Arya terdengar cukup tersengal-sengal
seolah sedang menangis di balik punggung Lia. Caranya memeluk terasa begitu
rapuh dan ketakutan, seolah pria besar yang membelinya itunadalah seorang
anak-anak yang kehilangan ibunya. Arya menangis dalam diam tanpa alasan yang
jelas bagi Lia.
Lia cukup heran tapi ia tak berani membalik
tubuhnya atau bergerak sedikitpun. Ia takut akan membuat Arya marah bila
ketahuan ia sebenarnya tidak tidur.
“Aku benci di tinggal sendirian…” lirih
Arya begitu pilu yang membuat Lia makin bingung dan heran. Harusnya Lia yang
menangis dan mengatakan itu setelah di jual kakaknya. Kenapa malah Arya yang
menangis dan mengatakan itu?
Aneh sekali pria yang memiliki segalanya
ini malah menangis di tengah malam seperti ini. Tapi meskipun begitu Lia tetap
tidak berani beranjak sedikitpun.
“Tuan Arya…” lirihnya sambil berusaha bangun dan menyingkirkan tangan besar Arya yang menghangatkan tubuhnya sepanjang malam.
“Emhh…” desah Arya yang jadi ikut terbangun
karena Lia bangun. “Lia puaskan aku sekarang!” perintah Arya yang benar-benar
tak kenal waktu.
“Ijinkan aku solat sebentar saja, setelah
itu aku akan memuaskanmu,” lirih Lia sambil menatap Arya dengan penuh harap.
Arya mengerutkan keningnya lalu mengangguk
memberi ijin. Lia langsung pergi ke kamar mandi untuk mengambil wudhu lalu
mulai menunaikan solat sementara Arya terus memandanginya hingga selesai solat.
“Kalo kamu solat, kalo kamu punya agama
kenapa kamu menjual dirimu?” tanya Arya begitu menghakimi Lia.
Lia tersenyum lalu menghela nafas. “Aku
tidak menjual diriku, Tuan. Aku tinggal bersama kakak dan ayahku, hari itu
ayahku pergi ke kota sebelah untuk membeli beberapa beras dan akan menjualnya.
Aku tidak pernah akur dengan kakakku, aku masih ingat hari itu. Aku baru pulang
dari warung setelah menitipkan telur asin yang ku buat, lalu kakakku datang dan
mengajakku pergi. Dia memintaku mandi dan sedikit berdandan lalu meminjamiku
salah satu gaunnya. Ku kira aku akan bekerja menjadi pelayan atau tukang
bersih-bersih. Ternyata aku di jual,” jawab Lia begitu panjang dan terdengar
memilukan namun gadis itu tetap mengembangkan senyum di bibirnya meskipun
terlihat jelas air matanya yang akan segera jatuh ketika ia berkedip.
Lia melipat mukenanya lalu naik ke tempat
tidur dan duduk di samping Arya. “Tuan mau aku bagaimana?” tawar Lia sambil
tersenyum dan menyeka airmatanya secepat yang ia bisa.
“P-puaskan aku seperti kamu sedang
memuaskan kekasihmu,” jawab Arya ragu untuk meminta di puaskan sekaligus
memastikan apakah yang di katakan Lia jujur.
Lia tertawa kecil. “Aku tidak punya
kekasih,” jawab Lia malu dengan kepala tertunduk.
“Kalau begitu bayangkan saja kalau aku
kekasihmu,” jawab Arya cepat.
“Aku tidak akan menyentuhmu, aku tidak
menyentuh kekasihku. Dosa,” jawab Lia sambil tersenyum lembut.
Arya menghela nafas kesal tapi ia juga
setuju dengan jawaban Lia. “Bayangkan aku suamimu kalau begitu, apa yang akan
kamu lakukan kalo aku suamimu?”
Lia diam memikirkan apa yang akan ia
lakukan lalu kembali tiduran di samping Arya lalu memeluk dan mencium keningnya
dengan lembut. “Itu saja, aku bukan orang yang menyenangkan,” jawab Lia yang
benar-benar malu bila harus melakukan apa yang ada di khayalannya bila memiliki
suami seperti yang biasa ia bayangkan tiap membaca buku fiqih.
Arya membalas mengecup kening Lia lalu
meninggalkannya di kamar sendirian tanpa bicara apapun. Arya merasa sudah
begitu berdosa menjadikan Lia sebagai budak sexnya tanpa tau dan bertanya di
awal kenapa ia bisa di jual di sana.
Arya tak bisa percaya 100% pada ucapan Lia
soal kejadian yang menimpanya hingga di lelang kemarin. Tapi yang jelas itu
sudah membuat Arya merasa bersalah. Arya merutuki dirinya sendiri yang sudah
begitu jahat. Lia bahkan di tipu kakaknya dan tak tau apapun soal sex dan
industri lendir haram itu. Tapi ia memaksanya untuk terus memuaskannya dari
kemarin.
Arya mengusap wajahnya dengan gusar lalu menghela nafas. “Ijinkan Lia untuk keluar kamar, tapi tetap awasi dia,” perintah Arya lalu naik ke lantai dua dan memulai harinya yang ternyata tidak sebaik yang ia kira.
0 comments