Bab 23 – Mengejar Lia
Bus yang di naiki Lia tiba-tiba berhenti karena ada razia. Rasanya tidak hanya bus yang ia naiki tapi banyak kendaraan yang tiba-tiba di razia oleh pihak kepolisian. Karena bus yang ia kendarai berhenti di dekat pom bensin, Lia dan beberapa penumpang turun untuk menggunakan kamar mandi terlebih dahulu. beberapa di antaranya menurunkan tasnya juga.
Lia juga
ikut menurunkan tasnya karena ia merasa mual dan semua obat juga keperluannya
ada dalam tasnya. Selain itu Lia juga hanya membawa satu tas jadi ia membawa
semua barangnya sekaligur.
Tak ada
satupun penumpang yang mengajaknya bicara, Lia juga tak pandai bersosialisasi
dengan orang asing. Lia yang muntah-muntah dan lemas hanya bisa menenangkan
dirinya di mushola karena begitu lemas.
Tapi
sialnya begitu ia siap dan sudah sehat bus yang ia tumpangi sebelumnya sudah
pergi meninggalkannya. Tiket busnya juga hilang bersamaan dengan dompet
koinnya. Lia begitu panik dan bingung harus menghubungi siapa. Hanya bisa
menangis dan kembali masuk ke dalam mushola.
●●●
Arya begitu
bingung melihat lokasi Lia yang masih ada di pom bensin meskipun sudah tak ada
bus lagi di sana. Tapi itu tak menyurutkan Arya untuk tidak datang kesana dan
menggeledahi lokasi itu. Saat Arya sampaipun pom bensin yang menjadi titik
lokasi keberadaan Lia masih sama dan tak melakukan pergerakan sedikitpun.
Semua orang
menyisir ke setiap tempat sementara Arya berdiri menunggu di dekat mushola. Tak
lama Lia berlari ke kamar mandi untuk muntah yang ke sekian kalinya.
Arya yang
sudah mencarinya jelas begitu kaget melihat Lia yang ia cari-cari ada di depan
matanya. Arya segera mengejar Lia hingga Lia masuk ke toilet dan Arya langsung
menunggu di depannya. Arya yang biasanya jijik mendengar suara orang muntah
membuang segala rasa jijiknya dan terus menunggu hingga Lia keluar dari kamar
mandi.
“Lia…”
panggil Arya lembut.
Lia yang
lemas kiti bercampur dengan rasa takut juga karena Arya menemukannya. Arya
langsung mendekapnya dengan begitu erat dan terlihat begitu bahagia karena
kalung juga ponsel pemberiannya masih utuh bersama Lia hingga ia bisa dengan
mudah menemukannya.
“Kamu
jangan kabur, mari kita bicara baik-baik,” bisik Arya yang tak bisa menahan
tangis bahagianya menemukan Lia yang berusaha kabur itu.
Lia bingung
kenapa Arya menangis. Tapi mendengar ucapan dan melihat reaksi Arya setelah ia
berusaha kabur rasanya Arya tidak akan melakukan hal buruk padanya dan itu
membuat Lia begitu bahagia.
“Tuan…”
ucap Lia lalu menangis tersedu-sedu sambil memeluk Arya erat-erat.
Beberapa
staf keamanan Arya datang dan melihat Arya sudah menemukan gadis yang ia cari
selama ini. Semuanya bernafas lega dan langsung menyiapkan mobil juga
membawakan barang milik Lia ke dalam mobil sementara Arya menggendong Lia
masuk.
“Kenapa
kamu kabur?” tanya Arya lembut sambil mengelur punggung Lia.
“Aku takut
di bunuh, aku takut di suruh aborsi, a-aku…aku berpikir kalo aku pergi dan
bertanggung jawab atas bayiku sendiri aku tidak akan di singkirkan. A-aku hanya
takut kehilangan bayiku,” jawab Lia jujur setelah sudah cukup tenang.
Arya
tersenyum mendengar alasan Lia yang tiba-tiba kabur darinya. Arya juga merasa
bersalah karena dulu sempat berpikir untuk menyingkirkan Lia kalau ia hamil,
padahal sudah jelas kalau ia adalah penyebab Lia hamil.
“T-Tuan…k-kalau
tuan tidak suka bayi di perutku tidak apa-apa. Aku bisa pulang dan
membesarkannya sendiri. Tuan tidak perlu bertanggung jawab dan kita bisa
menganggap tidak pernah terjadi apa-apa…”
Arya kaget
dengan ucapan Lia ia merasa sudah begitu jahat pada gadis itu hingga ia bisa
mengeluarkan kata-kata seperti itu. Terlebih Lia mengatakannya dengan airmata
berlinangan dan tak berani menatapnya sedikitpun.
Senyum Arya
perlahan memudar. Ia hanya ingin bersama Lia dan membesarkan anak mereka kelak.
Tapi entah mengapa Lia malah jadi begitu ketakutan padanya. Arya tak paham
mengapa Lia begitu takut padanya bahkan ia tak merasa pernah menyakiti Lia atau
mengancamnya sedikitpun.
“Aku mau
tanggung jawab atas kamu dan anak kita. Aku tidak menyalahkanmu Lia,” ucap Arya
meyakinkan Lia.
Lia
menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca karena menangis.
“Aku tidak
akan membunuhmu atau mengaborsi bayi kecil di rahimmu, aku tau itu anakku dan
aku akan menjadi ayah untukknya…”
“T-tapi
Tuan, Nyonya Besar tidak menyukaiku. Tuan Besar juga, bagaimana bisa aku tetap
di sekelilingmu sementara orang tuamu tak menyukaiku dan anakku? Aku tidak mau
memaksakan diri. Aku paham dimana posisiku, aku tidak ingin merepotkanmu
sedikitpun,” potong Lia sambil menggenggam tangan Arya.
Arya
membalas genggaman tangan Lia lalu mendekapnya erat yang malah membuat Lia
makin menangis tersedu-sedu.
“Aku cukup
bahagia bisa mengenalmu Tuan, Tuan orang terbaik yang ku kenal. Aku juga sangat
bahagia bisa mengandung anakmu, aku sudah menyayanginya sejak aku mengetahui
ada kehidupan baru di tubuhku. Aku benar-benar tidak menuntut apapun…”
“Sssttt…
sudah berhentilah menangis. Kita akan terus bersama-sama dan semuanya akan
baik-baik saja, aku janji,” ucap Arya sambil mengelus punggung Lia dan
mendekapnya dengan erat.
Lia
mengangguk sambil berusaha menghentikan tangisannya. Setelah itu ia dan Arya
hanya diam. Tak ada pembicaraan lagi di antara keduanya. Lia sesekali
mempererat genggaman tangannya dengan Arya sementara Arya tak melepaskan
sedikitpun perhatiannya dari Lia.
Hingga
sampai di rumah dan Arya langsung membawa Lia masuk ke kamarnya. Menggendongnya
layaknya sepasang suami istri yang akan melakukan bulan madu.
Rin menatap
kedatangan Lia dengan cukup kaget. Kepala pelayan yang tau akan ketakutan Rin
dan menaruh curiga padanya menepuk bahu wanita itu pelan dari belakang.
“Mari kita bicara, Rin,” ucap kepala pelayan yang membuat Rin takut namun tetap patuh mengikutinya.