Bab 40 – Pemakaman
Alma sebenarnya sangat marah dan tidak setuju dengan keputusan Arya dan FS Group yang menunjukkan hubungan Arya dan Lia setelah ia susah payah membuat momen romantis agar Arya dekat dengan Shinta. Tapi Alma juga tak mau bila ia yang sudah tua kehilangan suaminya karena kecerobohannya. Alma tak mau suaminya yang sudah kembali kepelukannya lepas lagi hanya karena Shinta.
Pembicaraannya
dengan Jalu dari hati ke hati membuatnya benar-benar sadar kalau ia tak pernah
bisa memenuhi apa yang selama ini di penuhi Lily pada Jalu. Seperti rasa
mengalah dan patuh, Alma tak pernah mau patuh pada Jalu. Alma juga selalu
berusaha menyetir segalanya, padahal jelas-jelas kalau tidak ada Jalu ia tidak
akan bisa berada di titik saat ini.
Jadi
daripada ia ikut campur dan membela Shinta, Alma lebih memilih fokus pada
suaminya saja dan membiarkan apa yang di lakukan Arya. Juga mempercayai Arya
atas pilihannya untuk berumah tangga. Toh bila Arya bahagia dengan
pernikahannya kekhawatirannya soal Jalu yang akan berselingkuh dengan Lia tidak
akan terjadi.
“Alma,
bangun Papa drop lagi,” ucap Jalu membangunkan istrinya sambil mengabari Arya
agar segera datang ke kediaman kakeknya.
Sudah ada
dokter yang selalu berjaga untuk merawat Robi selama 24 jam. Beberapa dokter
juga menyarankan untuk melakukan oprasi pemasangan ring pada jantung tapi Robi
selalu menolak. Robi hanya berharap bisa segera bersatu dengan istrinya
kembali.
“Papa dah
kangen sama Mamamu,” ucap Robi pada Jalu dan Taji yang ada di sampingnya sambil
menggenggam tangannya.
Arya yang
baru datang tak bisa menahan air matanya lagi. Ia begitu sedih melihat kakeknya
yang sudah sakit-sakitan itu. Arya hanya dekat dengan kakek neneknya sejak
bundanya meninggal. Namun sekarang ia juga harus kehilangan kakeknya juga.
“Papa
sayang kalian semua, jangan berantem, jangan musuhan satu sama lain, mamamu
kalo tau pasti marah,” ucap Robi sambil mengelus tangan Jalu dan Taji yang
kerap berbeda pendapat dan jadi tidak akur sejak Jalu menikahi Lily adik
angkatnya.
Taji dan
Jalu mengangguk, Arya juga dua sepupunya yang lain ikut mendekat. Semuanya
berkumpul di dekat Robi. Robi merasa dirinya lengkap, memiliki istri, anak dan
cucu, juga buyut dan semuanya akur juga menyayanginya. Robi merasa sudah tak
perlu memusingkan apapun lagi, ia juga sudah begitu merindukan istrinya yang
sudah berpulang dua tahun lalu.
Robi
tersenyum sambil menghela nafas terakhirnya dan memejamkan mata seiring dengan
dengingan alat pendeteksi detak jantung yang ada di kamarnya. Semua tampak
begitu sedih dan kehilangan, meskipun Robi sudah membagi semua hartanya sebelum
ia meninggal dengan adil dan rata. Anak-anaknya tetap sulit untuk ikhlas
kehilangannya.
Tak hanya
anak-anaknya, tapi juga cucunya terutama Arya yang paling dekat dengannya dan
selalu datang padanya setiap sedih atau ingin bersenang-senang. Meskipun semasa
hidupnya Robi hanya peduli pada istrinya dan cenderung cuek pada anak-anaknya.
Robi tetap seorang ayah yang diam-diam memperhatikan putranya.
Lia belum
sempat banyak bicara dengan kakek dari suaminya itu. Tapi dari cara Arya
menangis dan melihat keluarganya yang berkumpul, Lia dapat menyimpulkan bila
Robi adalah pria yang baik. Lia juga ikut sedih dan teringat akan kematian
ibunya dulu.
●●●
Pemakaman
berjalan lancar meskipun Arya menangis dan berdiam sangat lama di depan makam
kakek neneknya. Lia ikut menemani Arya sambil memeluk dan mengelus punggungnya
dengan lembut. Hari ini tak ada Alma yang menentang hubungan Arya dan Lia, hari
ini juga pertama kalinya Lia bertemu dengan seluruh keluarga besar Arya dan
semua menerimanya dengan baik.
“Ayo
masuk,” ucap Arya setelah merasa cukup bisa menerima kepergian kakeknya sambil
menggandeng Lia pergi dari pemakaman keluarganya.
Lia
meletakkan sekuntum mawar yang ia bawa ke atas makam Lily, mendiang ibu
mertuanya sebelum pergi. Arya tersenyum melihat apa yang di lakukan Lily lalu
mengecup keningnya.
Semua
anggota keluarga masih ada di rumah induk keluarga. Arya kembali menempati kamar
mendiang bundanya bersama Lia. Sementara di kanan dan kiri ada kamar ayah dan
pamannya. Sepupunya juga dapat kamar sendiri di sana.
Makan malam
pertama di rumah induk tanpa kehadiran kakeknya terasa begitu berbeda. Semuanya
masih tampak murung dan sedih. Semuanya juga memutuskan untuk tinggal di sana
hingga selesai acara tujuh harian.
“Lia aku
sedih,” lirih Arya setelah lama diam sambil memeluk Lia di tempat tidur.
Lia
mengangguk lalu mendekap Arya, membiarkan pria besar itu bersandar di dadanya
sambil menangis dalam diam sambil mengelus punggungnya dengan lembut.
“Ar-…” Jalu
yang masuk ke kamar Arya hendak menghibur putranya mengurungkan niatnya begitu
melihat Lia yang sedang mendekap Arya.
Perasaan
Jalu begitu campur aduk antara senang dan sedikit iri. Ia ingin mendapat kasih
sayang Lia juga. Jalu langsung keluar dan kembali ke kamarnya untuk memeluk
istrinya sendiri dan berusaha fokus pada apa yang ia miliki saat ini.
“Gimana
Arya?” tanya Alma begitu Jalu masuk ke kamar lagi.
“Udah sama
istrinya, masih sedih tapi gapapa. Kalo dia mau tidur bareng kita pasti
kesini,” jawab Jalu lalu memeluk Alma dan mencurahkan segala yang ingin ia
lakukan bersama Lia pada Alma.
Alma
mengelus pipi Jalu lembut. Ini yang sudah lama ia nantikan. Memiliki suami yang
manja padanya dan banyak melakukan kontak fisik. Alma merasa senang atas
keputusannya untuk menerima Lia, karena akhirnya dengan keputusan itu ia bisa
memperbaiki hubungannya dengan Jalu.
“Mas gimana
kalo kita liburan, bareng Lia sama Arya juga setelah ini. Aku pengen
memperbaiki hubunganku sama Lia,” ucap Alma tiba-tiba.
“Benarkah?
Kamu serius?” tanya Jalu kaget dan senang.
Alma langsung mengangguk dan tersenyum. Jalu senang bukan main akhirnya Alma mau membuka hatinya untuk menerima pilihan Arya. Jalu juga berharap dengan begini ia bisa melupakan perasaannya pada Lia karena gadis itu secara resmi menjadi anaknya juga secara tidak langsung.