Bab 18 – Ijin Pulang
Arya mendengarkan rekaman telfon hasil sadapan dari pembicaraan Lia di telfon yang di kirimkan staf keamanan padanya. Arya tak bisa berkomentar apa-apa setelah mengulang berkali-kali rekaman itu. Arya mendengar batapa bahagianya Lia bisa menelfon satu-satunya keluarga yang ia punya itu.
Arya cukup
merasa bersalah ketika mendengar Lia yang mengatakan kalau ia baik setelah
semua hal yang ia lakukan. Lia bahkan tak mengadu sedikitpun tentang apa yang
sudah ia alami. Namun yang paling membuat Arya takut adalah ketika Lia
berencana untuk meminta ijin pulang darinya.
Pulang lalu
merawat ayahnya. Sebenarnya Arya sudah memikirkan itu sebelumnya, tapi ketika
Lia yang mengatakannya Arya tak merasa siap akan hal itu. Arya ingin Lia tetap
bersamanya dan tidak perlu pergi kemana-mana lagi.
Meskipun
Arya mempertimbangkan tantangan ibunya soal membebaskan Lia. Di hati kecilnya
Arya tetap lebih memilih untuk mengekang Lia dari pada membebaskannya dan
kehilangan kesempatan untuk terus bersamanya.
“…kalo
gue pribadi nih ya, kalo ngetes dia itu beneran suka sama gue ya antara gue
biarin dia pergi terus gue tungguin nih bakal balik lagi ke gue apa kagak. Kalo
gak gue tanya dia prioritasin gue atau hal lain. Misalnya pilih yang lainnih,
udah gue lepasin…” suara podcast dari radio yang menemani
perjalanannya sedikit menyadarkan Arya bila tak seharusnya ia mengekang Lia.
Arya jadi
sadar kalau ia perlu memberikan sedikit kebebasan pada Lia dan memastikan
apakah Lia akan kembali padanya atau tidak. Apapun pilihannya rasanya Arya
tetap takut pada pilihan Lia bila akhirnya akan pergi meninggalkannya seperti
Alya dulu.
“Tuan,”
sambut Lia dengan senyumnya yang lebih ceria dari biasanya.
Arya
memeluknya lalu mengelus rambutnya lembut. “Sudah makan?” tanya Arya yang di
angguki Lia.
“Tuan sudah
makan?” tanya Lia lalu mengikuti Arya masuk ke kamarnya.
“Kamu
terlihat ceria, ada apa?” tanya Arya berpura-pura tidak tau.
Senyum Lia
seketika pudar, keceriaannya perlahan menghilang. Perasan Arya mulai tidak
enak.
“M-maaf
Tuan, t-tadi aku mencoba menelfon ayahku,” ucap Lia begitu takut membuat Arya
marah.
Arya
menghela nafas lalu menganggu dengan santai. “Lalu bagaimana?” tanya Arya
sambil melepaskan pakaiannya yang sebenarnya ia hanya berpura-pura menyibukkan
diri saja agar tidak terlihat sedih juga.
Lia
menundukkan pandangannya lalu mengelus perutnya pelan. “A-ayahku sakit, katanya
ayah terserempet angkot lalu keseleo. A-aku ingin menjenguknya sebentar, hanya
merawatnya satu atau dua hari saja kalau boleh Tuan,” ucap Lia dengan gugup.
Arya
menatapnya lekat lalu mendorong tubuh Lia hingga hempas ke tempat tidur. Lia
sudah memejamkan matanya dengan begitu erat, takut bila Arya akan berbuat buruk
padanya sambil memegangi perutnya.
“Kalau ku
beri ijin apa kamu bakal kembali ke nerakaku?” tanya Arya dengan lembut lalu
mengecup pipi Lia dan menyandarkan kepalanya di dada Lia.
Lia
mengangguk. “Apa tuan sudah tidak menginginkan aku lagi sampai bertanya
begitu?” tanya Lia balik lalu menyingkir dari Arya dengan air mata yang
langsung berlinangan.
Arya ingin
menjelaskan maksud ucapannya tapi Lia sudah terlanjur pergi keluar dari
kamarnya dan berlari ke kamarnya sambil menangis. Arya ingin menahannya tapi
perasaannya membuatnya tak tega untuk berlaku kasar pada Lia lagi.
●●●
Semalaman
Arya tak turun dari kamarnya, Lia juga tak keluar dari kamarnya. Kepala pelayan
merasa bingung dan tidak enak pada keduanya terutama pada Arya karena sikap Lia
yang mungkin akan berpengaruh pada apa yang akan di lakukan Arya selanjutnya
dan mungkin juga berpengaruh pada staf yang ada di rumah.
Tapi pagi
ini entah ada angin surga dari mana, Arya tidak marah sedikitpun. Emosinya
cukup stabil meskipun matanya terlihat sembab. Rin menatap Arya yang turun dari
lantai dua dan langsung masuk ke kamar Lia. Rin yang baru keluar dari kamar Lia
menyembunyikan sesuatu di belakang badannya, beruntung Arya tak menegurnya dan
cenderung mengabaikannya seperti biasa.
“Lia,”
panggil Arya yang cukup tegas dan lembut di banding biasanya.
Rin merasa
ada yang aneh pada Arya sejak ada Lia. Awalnya Rin merasa bila Arya akan terus
kasar dan bersikap arogan pada Lia. Terlebih saat ia tiba-tiba tidak menjadi
pelayan di rumah utama dan boleh mengambil cuti beberapa waktu lalu. Rin tak
menyangka bila Arya dan Lia berubah sejauh itu.
Rin
mendekat ke kamar Lia. Ia melihat Arya yang sudah telanjang masuk ke dalam
selimut yang sama dengan Lia yang masih menggunakan gaun rumahan berlengan
panjangnya semalam. Rin melihat Arya yang mencumbu Lia dengan lembut dan dapat
sambutan yang cukup baik dari Lia yang baru tadi selesai melewati morning
sicknya.
Rin menatap
test pack dan surat keterangan dari dokter soal kesehatan Lia yang baru
hendak ia buang sesuai permintaan Lia. Ada keterangan yang menyatakan bila Lia
hamil. Rin menjauh dari kamar itu lalu pergi ke ruang kerja Arya dan meletakkan
test pack juga surat keterangan dari dokter ke atas meja Arya tepat
setelah berkas-berkas baru dan surat-surat yang harus Arya lihat.
Rin juga
sengaja menstaples test packnya agar Arya langsung tau bila Lia hamil.
Rin yang semula ingin Lia bisa pergi dari rumah itu dengan selamat jadi
menginginginkan Lia di singkirkan saja. Rin yang bekerja bertahun-tahun di sana
dan sering mendapat perlakuan buruk dari Arya merasa tidak terima dengan Lia
yang baru datang dan sudah mencuri seluruh hati Arya hingga dapat perlakuan
seistimewa ini.
“Rin!” panggil kepala pelayan yang memergoki Rin sedang menyentuh berkas-berkas Arya. “Sudah jangan di pegang-pegang! Nanti Tuan marah!” serunya lalu meletakkan surat yang baru datang dan menggiring Rin keluar dari sana.