Bab 28 – Pantai
Arya sudah ingin pulang setelah acara basa-basinya dengan para kolega selesai. Ia juga sudah dapat oleh-oleh yang sangat berkesan untuknya, yap! Bra menyusui. Inovasi pakaian dalam super keren yang baru Arya temukan sekarang. Baru kali itu pula Arya merasa menemani wanita berbelanja jadi sangat menyenangkan.
“Ayah dan
Ibuku akan datang, setelah kita menemui mereka nanti baru pulang,” ucap Arya
pada Lia yang setia menunggunya sambil minum es kelapa.
“Iya Tuan,”
jawab Lia lembut lalu menggenggam tangan suaminya yang cemberut itu. “Tuan,
tadi aku sempat bertanya pada dokter, katanya berhubungan intim saat hamil
tidak masalah. Asalkan aku tidak memaksakan diri,” ucap Lia yang sukses membuat
pipi Arya memerah.
“Lia!
Jangan membahas itu sekarang!” ketus Arya menutupi rona bahagianya.
Lia
menundukkan pandangannya karena bentakan Arya. Lia merasa bersalah dan kurang
sopan membahas hal yang cukup intim itu saat Arya sedang bekerja atau mungkin
ia memang selalu salah dan tak seharusnya membahas itu dengan Arya.
Arya menghela
nafas melihat Lia yang langsung menundukkan kepalanya dan terlihat murung. Arya
duduk di samping Lia lalu meraih dagunya dan mengecup bibirnya lembut. “Jangan
membahas itu sekarang, aku tidak mungkin menerjangmu disini,” ucap Arya lebih
lembut menjelaskan ucapan ketusnya sebelumnya yang membuat Lia tersenyum lalu
mengecup pipi Arya.
Arya
berusaha memasang tampang biasa saja dan tetap bersikap cool meskipun
sudah ingin bermanja-manja dengan Lia. Arya juga merasa begitu gemas dengan Lia
yang berhasil ia buat kembali tersenyum.
Lia
bersandar di bahu Arya sambil menggenggam tangan besarnya. “Tuan…” panggil Lia
pelan.
“Hmm…” saut
Arya yang masih berusaha terlihat cool.
“A-aku
lapar, b-boleh aku menunggu di kamar? Kakiku juga pegal,” ucap Lia pelan.
Arya
langsung menatap Lia dengan sedikit cemberut. Arya suka dan merasa sangat
bahagia bisa bekerja di temani Lia. Tapi Arya juga ingat bila Lia sedang hamil,
jadi ia tak bisa egois.
“Kita makan
dulu, ada kursi pijat untuk para tamu disini. Kita bisa kesana,” ucap Arya lalu
menggandeng Lia ke tempat yang ia maskud.
Sebuah
tempat kafe kecil untuk bersantai para tamu yang datang dan menunggu cek in.
Lia duduk di kursi pijat lalu di bantu menggunakan kursi pijat oleh seorang
petugas yang berjaga. Arya ikut juga di samping Lia.
“Satu
porsi?” tanya pelayan memastikan pesanan Lia.
Lia
mengangguk. “Tuan mau bakmi juga?” tanya Lia menawari Arya.
“Tidak,
masih kenyang,” jawab Arya sambil menyamankan posisinya.
“Iya satu
saja,” jawab Lia pada pelayan lalu menyandarkan tubuhnya menikmati pijatan dari
kursi pijatnya.
Arya
mengulurkan tangannya pada Lia, Lia langsung mengganggam tangan Arya lalu
menciumnya yang membuat Arya merasa berbunga-bunga. Arya tak peduli seberapa
lama bakmi pesanan Lia akan datang atau seberapa lama ia membuang waktu di luar
bersama istrinya. Arya yang sebelumnya merasa perlu menyembunyikan Lia di rumah
terus menerus merasa bila sesekali menjalani kehidupan layaknya pasangan yang
sedang kasmaran dengan kencan dan berpacaran dengan Lia di luar bukan pilihan
yang buruk juga.
Arya juga
menyadari bila hubungannya terasa jauh lebih sehat saat ia menjalani hubungan
yang tidak melulu soal sex dan mengejar kepuasannya saja. Jalan-jalan keluar,
makan bersama, belanja, dan menghabiskan waktu dengan mengobrol ternyata
menyenangkan juga.
“Wah! Cepat
sekali,” seru Lia begitu pesanannya datang. Lia sudah mengira bila ia harus
pindah ke meja seperti pengunjung lain tapi ternyata pelayan meletakkan
nampannya di atas kursi pijanya hingga ia tak perlu meja lagi untuk menyantap
makanannya. “Terimakasih,” ucap Lia dengan senyum cerianya.
Lia
langsung mengaduk bakminya dan mencampurnya dengan sedikit saus dan sambal
setelah mencicipinya. Arya hanya memperhatikan istrinya yang menyantap bakminya
dengan lahap. Tapi belum Lia menghabiskannya bahkan belum sampai setengahnya,
asisten Arya memberi kabar bila Jalu dan Alma datang.
“Nanti aku
kesana,” ucap Arya santai yang lebih ingin menemani istrinya makan daripada
menemui orang tuanya terutama ibunya yang tidak setuju pada keputusannya untuk
menikah.
Lia
menghentikan makannya meskipun ia masih lapar dan masih lahap menikmati
bakminya. “T-tuan, sudah saja. Ayo menemui orang tuamu dulu,” ucap Lia panik
dan gugup sambil mengelap bibirnya dengan tisu.
“Tidak
papa, lanjutkan saja makanmu,” ucap Arya yang langsung di tolak Lia.
“D-di
bungkus saja, nanti akan ku makan lagi,” jawab Lia sambil tersenyum dan
melambaikan tangan memanggil pelayan.
●●●
“Budak
murahan ini terlalu kampungan atau norak sampai harus menenteng makanan
kemari?” tanya Alma yang begitu memandang rendah Lia.
Lia
menundukkan pandangannya, begitu takut dan malu saat berhadapan langsung dengan
orang tua Arya. Lia menggenggam tangan Arya erat-erat, tangan Lia mulai dingin
dan berkeringat. Sementara Arya membalas genggamannya dengan erat.
Jalu tak
begitu peduli dengan apa yang di bicarakan istrinya soal menantunya. Tapi
matanya langsung tertuju pada kalung milik Lily yang Lia gunakan. Tangannya
langsung terulur meraih kalung Lia dan memegang leontinnya.
“Arya yang
kasih ini?” tanya Jalu lalu melepaskan tangannya sebelum Arya atau Alma marah
karena ia menyentuh Lia.
Lia
langsung mengangguk dengan begitu ketakutan.
“Jangan di
hilangkan, itu milik bundanya Arya,” ucap Jalu dengan dingin lalu menatap Lia
yang makin lama terlihat makin mirip dengan Lily, cinta sejatinya.
Lia kembali
mengangguk, tanpa berani melihat Jalu maupun Alma, matanya juga sudah mulai
berkaca-kaca menahan tangisnya karena ketakutan. Arya yang paham akan hal itu
langsung mendekap Lia dengan erat sambil mengelus bahunya agar Lia tenang.
Jalu
melihat betapa ketakutannya Lia, persis seperti Lily dulu. Kalung yang Lia
kenakan juga begitu cocok. Saat Jalu melihat cincin kawin milik putranya juga
terlihat sama dengan miliknya dulu saat menikahi Lily. Lia terlihat seperti
duplikat dari Lily di mata Jalu.
Arya terus
menggandeng dan merangkul istrinya lalu memintanya duduk menunggu di salah satu
kursi yang menghadap ke pantai. Sementara ia dan keluarganya saling berbincang.
Meskipun begitu mata Jalu rasanya tak bisa berpaling dari Lia. Bahkan ia
kedapatan beberapa kali mencuri pandangan pada istri dari putranya yang sedang
hamil muda itu.
“Kamu suka
Lia, Mas?” tanya Alma menebak perasaan suaminya yang terus memperhatikan
interaksi Arya dan istrinya usai mengobrol.
Arya
terlihat begitu manja dengan tiduran di samping Lia yang duduk bersandar sambil
mengelus perutnya dan memeluk pinggangnya. Pemandangan indah yang ingin Jalu
rasakan juga.
“Tidak, aku hanya memastikan anakku bahagia dengan pilihannya,” jawab Jalu menutupi perasaannya ketika melihat Lia yang mencium kening Arya dengan lembut.