Lia melihat ayahnya yang sudah tua dengan iba. Ayahnya masih saja berdagang di usia senjanya dengan fisik yang mulai renta dan sakit-sakitan. Kakaknya yang sudah menikah juga tetap menjadi tanggungan ayahnya kembali setelah bercerai dengan suaminya. Kakaknya yang dulu hidup mewah dan serba berkecukupan bersama mantan suaminya enggan membantu meringankan beban ayahnya sedikitpun.
Jangankan
membantu pekerjaan ayahnya, mengurus pekerjaan rumah seperti memasak atau
mencuci saja Desi tak mau. Seluruh pekerjaan rumah Lia yang kerjakan agar semua
tetap berjalan lancar dan kakaknya tidak mengomel. Agar suasana di rumah tidak
menjadi makin buruk.
Lia
mengambil peran sebagai seorang ibu dan kakak yang seharusnya di ambil Desi.
Tapi karena Desi terus beralasan dan menolak untuk melakukan pekerjaan rumah,
apa lagi membantu ayahnya, Lia jadi yang mengurus semuanya. Karena hal itu pula
Lia jadi kenal dan dekat dengan orang-orang di pasar.
“Kakak mau
kemana?” tanya Lia yang melihat Desi yang sudah rapi dan enggan menyantap
sarapannya.
“Ada
urusan,” jawab Desi singkat.
“Sarapan
dulu Kak,” ucap Lia lembut karena sudah menyiapkan bubur untuk sarapan.
Desi
menatap makanan yang sudah di siapkan adiknya itu lalu menatapnya jijik dan
pergi begitu saja meninggalkan Lia tanpa mengatakan ia akan pergi kemana.
Lia
menghela nafas lalu memakan sarapannya sendiri. Desi memang jarang mau makan
bersamanya. Ia juga begitu pemilih dan mudah jijik dengan makanan yang tidak
sesuai dengan seleranya yang setinggi langit itu.
“Kemana
Desi?” tanya Anto yang hanya mendapati Lia yang sedang menyantap sarapannya.
“Udah pergi
duluan Yah, katanya ada urusan,” jawab Lia lalu menaburkan abon ke atas bubur
milik Desi yang akan di santap ayahnya itu.
Anto
geleng-geleng kepala sambil menghela nafas. Ia berusaha bersabar menghadapi
Desi yang begitu seenaknya. Tapi setidaknya ia masih merasa beruntung karena
ada Lia yang mau membantunya.
“Nanti Ayah
mau ngirim barang sekalian mau cari petani yang jual beras, udah ada beberapa
orang kabarin kalo ada petani yang jual padinya. Mungkin Ayah pulang besok,
kamu mau di bawain apa buat oleh-oleh nanti?” ucap Anto memberitau aktivitasnya
pada Lia, satu-satunya anggota keluarga yang masih bisa ia andalkan.
Lia diam
berpikir sejenak. Ada banyak hal yang ingin ia minta tapi rasanya semua terlalu
mahal dan Lia juga lebih memilih untuk mengumpulkan uang sendiri dan bekerja
untuk mendapatkannya. “Tidak ada Ayah,” jawab Lia setelah bingung ingin meminta
apa.
“Jangan
bilang begitu, katakan sesuatu, mintalah apapun,” paksa Anto yang kekeh ingin
memberikan oleh-oleh pada Lia.
Lia diam lalu menundukkan pandangannya. “Jalan-jalan ke kota,” jawab Lia pada akhirnya.
Anto
tersenyum lalu mengangguk. “Akan mengajakmu ke kota setelah pulang nanti,” ucap
Anto optimis.
“Aku tidak menerimamu, semua orang tau kalau kamu ini mantannya Niko. Dia satu-satunya polisi yang ada di daerah sini, dia juga yang melindungi tempat ini dari razia. Aku tidak mau menjual mantan istrinya, bahkan meskipun Niko tidak memintanya sekalipun,” tolak Mami pemilik rumah bordil pada Desi yang ingin menjual dirinya agar dapat hidup mewah lagi.
“Aku mohon
Mami, aku tidak punya pekerjaan. Tinggal di rumah kumuh bersama adik dan ayahku
sangat menyiksaku,” Desi memohon dengan memelas.
Mamil
menghela nafas. Desi memang cantik tapi tubuhnya yang sudah pernah melahirkan
itu tak bisa berbohong. Tentunya menjual Desi tidak akan menguntungkan Mami
yang masih harus memberikan perawatan tubuh demi memanjakan pelanggannya.
“Oke! Gini
saja, kamu cari cewek yang masih muda, perawan, cantik, polos kalo bisa. Ajak
dia kesini. Nanti malam ada lelang, kalo kamu bisa dapet satu saja. Uang
penjualannya buat kamu semua, setelah itu kamu urus dirimu sendiri dan
berhentilah menggangguku,” ucap Mami yang sudah lelah mendengar Desi terus
merengek padanya.
Desi
mengangguk dengan ragu, ia tak dekat dengan siapapun. Sekarang daripada ia
mencari gadis muda sesuai kriteria dari Mami, ia malah melihat para gadis muda
itu yang datang dengan sendirinya pada Mami dan berharap layak untuk di jual di
rumah bordil yang ia kelola.
Desi
berjalan berkeliling desa. Tak ada yang bisa ia lakukan. Desi begitu frustasi.
Rasanya tawaran Mami juga hanya omong kosong untuk mengusirnya karena ia memang
tak bisa mendapatkan siapapun untuk ia jual.
“Kakak udah
pulang,” sapa Lia ramah setelah pulang dari menjual telur asin yang ia buat
sendiri ke warung.
Desi
langsung tersenyum sumringah melihat Lia. Lia begitu sesuai dengan apa yang ia
cari. Gadis muda yang polos, cantik dan tentu saja masih perawan.
“Lia,
mandi, dandan, ayo ikut aku pergi sebentar,” ajak Desi sambil tersenyum
sumringah.
Lia sedikit
heran karena kakaknya tiba-tiba mengajaknya pergi. Tapi Lia tetap senang karena
Desi tidak memarahinya dan mau mengajaknya pergi.
“Nanti
pakai ini,” ucap Desi yang meminjamkan salah satu gaunnya yang sexy pada Lia.
Lia hanya
mengangguk menuruti perintah kakaknya. Lia membersihkan tubuhnya lalu
mengenakan pakaian yang di pinjamkan Desi. Desi juga mendandani Lia,
menyemprotkan parfum mahalnya, dan memakaikan lotion ke kaki dan tangan Lia.
“K-kita mau
kemana Kak?” tanya Lia sungkan ketika Desi selesai memakaikannya lotion.
“Pergi, ada
tawaran kerja bagus buat kamu. Kita bakal ke sana buat liat dulu,” jawab Desi tidak
benar-benar jujur.
Desi
langsung mematok harga tinggi pada adiknya itu. Ia tak peduli soal perasaan Lia
atau ayahnya nanti, Desi hanya peduli pada berapa banyak uang yang bisa ia raup
setelah sukses menjual adiknya dan mungkin Desi akan membagi 2,5% dari uang
yang ia terima pada ayahnya sebagai komisi.
Lia menatap
bingung ketika di ajak masuk kedalam rumah bordil. Beberapa pria tampak
menatapnya genit dan banyak perempuan yang berseliweran dengan pakaian yang
sexy nyaris telanjang dengan berani menggoda para pria. Tapi tatapan Lia
tiba-tiba terhenti pada seorang pria tamban berbadan kekar dengan setelan jas
yang masih lengkap, hanya sedikit berantakan di bagian kerah dasinya yang ia
kendurkan.
Pria itu
begitu tampan dan menarik perhatiannya. Rasanya pria itu juga tertarik dan ikut
memandanginya. Meskipun begitu Lia masih bingung dengan kondisi yang ada dan
tiba-tiba ia diminta naik ke atas panggung.
“Harga di
buka dari 10 juta! Masih gadis, masih polos, masih prawan!” ucap Mami membuka
lelang untuk Lia.
Lia
mengerutkan alisnya bingung mendengar ucapan Mami. Beberpa pria menaikkan papan
angka dan mengatakan nominal lelangnya. Mulai 11 sampai ke angka 20 juta. Desi
tersenyum senang mendengar para pria yang mulai berebut mendapatkan Lia tanpa
peduli pada tatapan Lia yang menatapnya dengan kecewa.
“250 juta!”
ucap Arya yang langsung mengangkat papan angkanya.
Semua orang
terdiam. “251 juta!” teriak seorang pria yang tak mau kalah saing.
“300 juta cash!”
teriak Arya lantang sambil menggebrak meja.
Lia
membelalakkan matanya tak menyangka ternyata ia di lelang dan ia di beli dengan
uang yang tidak tau siapa penerimanya nanti.
“300 juta?
Ada yang mau lebih lagi?” tanya Mami menawarkan sebelum akhirnya ketok palu
menyerahkan Lia pada Arya yang membelinya secara cash 300 juta.
Arya
tersenyum bangga, lalu dengan sedikit mabuk ia naik ke atas panggung membawa
Lia pergi sementara seorang pria yang menemaninya minum tadi benar-benar
membayar tunai 300 juta atas pembelian Lia.
Air mata Lia mengalir. Ia sempat melawan menolak di ajak pergi tapi Desi terlihat lebih tertarik mengambil uang atas penjualan adiknya itu daripada membantu Lia.
0 comments