0
Home  ›  Chapter  ›  Poison

Bab 38 – Persidangan

Bab 38 – Persidangan-1


Luis terlihat begitu serius ketika Damian melakukan USG pada Bela. Luis terlihat begitu terharu melihat tumbuh kembang calon buah hatinya sembari menggenggam tangan Bela dan menciuminya. Damian hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi Luis yang begitu melow.

“Belakangan ini Bela banyak pikiran, aku khawatir kalau kenapa-napa,” ucap Luis lalu membantu Bela turun dari tempat tidur.

“Ada keluhan lain?” tanya Damian sembari duduk di kursinya. “Ah seharusnya tidak perlu terlalu khawatir, kau kan juga dokter,” lanjut Damian santai sembari menyeruput tehnya.

Bela tersenyum mendengar ucapan Damian, sementara Luis tertawa kecil mendengarnya. “Iya, tapi aku bukan dokter obgyn,” jawab Luis lalu pergi dari ruangan ayahnya bersama Bela.

Baru beberapa langkah Luis keluar dari sana ia sudah menerima telfon dari Vivi yang menantinya datang ke pengadilan. Bela berjalan bersama Luis yang sedang menelfon dan terdengar begitu sibuk.

“Aku harus mengantar istriku pulang Bi,” ucap Luis sementara Bela sudah bersiap dan tak masalah jika ia harus pulang naik bus atau taxi.

“Sayang…” lirih Bela.

“Luis…” panggil Damian nyaris bersamaan dengan Bela. “Bela bisa ikut aku pulang sebentar,” ucap Damian tiba-tiba.

Luis mengerutkan keningnya namun akhirnya mengangguk dengan berat hati.

“Aku bisa pulang bersama Ayah,” ucap Bela lalu tersenyum meyakinkan Luis.

“Aku ingin menunjukkan kamar untuk cucuku,” ucap Damian.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Luis kini mengangguk dengan yakin dan tersenyum sumringah. “Nanti kita menginap,” putus Luis tiba-tiba lalu berlari ke parkiran terlebih dahulu setelah mengecup kening Bela.

***

Bela menikmati perjalanan pulang ke rumah mertuanya. Meskipun Damian diam saja dan hanya memutar musik klasik lalu menyodorkan kacang almon. Setelahnya Damian hanya diam menatap tabletnya, kadang melihat ke jalan dan berdeham sebentar. Damian tak banyak bicara, tapi Bela tau jika mertuanya itu peduli padanya.

Tapi di sela perjalanan pulang Bela yang asik mengambil gambar di jalan untuk Luis tiba-tiba melihat Stiven yang keluar dari penjara. Bela langsung memfoto orang yang ia lihat mirip dengan Stiven itu berjalan dengan begitu gugup dan ketakutan menuju halte.

Stiven mengenakan pakaian serba hitam juga topi berwarna hitam. Badannya lebih kurus, tapi Bela masih dapat mengenali jika pria itu adalah Stiven. Bela bergidik ngeri dan langsung merinding mengingat Stiven masuk penjara pasti karena ulah Luis. Bela jelas langsung mengabari Luis sembari mengawasi kemana perginya Stiven yang tiba-tiba kabur.

“Aw…” lirih Bela merasakan perutnya yang tiba-tiba mengencang lalu mengelusnya pelan sementara Damian hanya diam menatapnya khawatir dan memastikan Bela baik-baik saja. “Tidak papa Ayah,” ucap Bela lalu tersenyum canggung.

***

Luis melihat foto kiriman dari Bela sebelum ia bersaksi. Badannya sudah langsung panas dingin, khawatir jika Stiven akan menyerang istrinya. Luis benar-benar di buat pusing harus mengatur strategi seperti apa untuk menyingkirkan Stiven.

“Beberapa kali Yang Mulia, saya melihat Paman saya membentak dan memberi tekanan pada sepupu saya Erik…” jawaban Luis terakhir untuk persidangan kali ini sembari melirik Alan beberapa kali untuk menegaskan betapa mengintimidasinya Alan padanya.

Orang-orang menatap iba pada Luis juga pada Vivi yang terlihat begitu berjuang berusaha mendapat keadilan dan kebebasan. Sementara Alan terlihat kesal dan tetap dengan tatapan bengisnya.

“Nanti Bibi bisa tidur di rumah sakit, aku akan minta bagian keamanan untuk berjaga di sekitar kamar Erik juga,” ucap Luis sebelum para hakim dan jaksa pergi dari ruang sidang sembari merangkul Vivi yang menangis begitu emosional menghadapi persidangannya.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Alan benar-benar kesal dengan cara Luis memanfaatkan kondisinya dengan begitu sempurna seperti ini. Alan juga kesulitan memperhitungkan apa yang akan di lakukan Luis selanjutnya. Karena Luis memilik kegiatan yang sangat terpola dan selalu di kelilingi orang-orang.

Sementara Luis tersenyum menguatkan Vivi sembari sedikit mengejek Alan. Luis mempertegas jika gilirannya memberi pembalasan sudah tiba dan Alan yang harus bersiap dengan segala karmanya. Samar juga Luis melihat dua orang pria yang semalam datang bertamu kerumahnya. Ide gila di kepala Luis tiba-tiba muncul.

Luis menyetir pulang bersama Vivi kali ini tak langsung ke tujuan. Ia mampir terlebih dahulu ke kantor polisi menunjukkan foto Stiven yang di kirim Bela padanya.

“Aku cukup khawatir kalau dia datang mencariku,” ucap Luis yang tampak khawatir dan gemetar kondisinya juga tampak meyakinkan ketika Vivi yang menemaninya tampak sama memelas sepertinya.

Polisi yang semula meragukan laporan Luis jadi memutuskan untuk menemani ke rumah sakit dan akan berjaga disana untuk beberapa jam kedepan.

***

Stiven pergi menuju rumah Alan, namun setelah sampai dan mendapati Alan tidak ada dirumah ia memilih untuk mencarinya ke rumah sakit. Stiven langsung masuk ke ruangan Alan namun ia tak mendapatinya disana begitu pula di ruang prakteknya. Sampai matanya tertuju pada ruang kerja direktur, ruang kerja yang sekarang jadi milik Luis.

Stiven begitu bergetar dan ragu untuk memasukinya. Ia ingin segera masuk kesana dan membalas dendamnya meskipun belum memiliki bukti kuat pada Luis, meskipun di lain sisi ia juga ragu dan masih teringat dengan ucapan Alan yang sudah mempersiapkan rencana untuk balas dendam pada Luis. Stiven benar-benar bingung dan gugup.

Suara detik jam dinding yang pelan terdengar begitu nyaring dan terasa sangat menusuk. Mempertegas waktunya memilih terus menipis. Membalas sekarang atau kabur dan bersembunyi entah sampai kapan. Pikiran jika Alan hanya memperalatnya dan sengaja memberinya jani manis juga kini terlintas di kepalanya. Mengingat Alan adalah orang yang rela menghalalkan segala cara, juga tega mengkhianati dan menikam keluarganya sendiri.

“Aku yang bukan siapa-siapa ini bisa apa…” gumam Stiven lalu memutuskan masuk kedalam ruangan Luis untuk mengambil keputusan besarnya sendiri.

***

Heny datang ke penjara berencana untuk menjenguk Stiven dan untuk pertama dan terakhir kalinya ingin memastikan jika kecurigaannya terhadap Luis akan menemukan kebenarannya. Heny tak yakin ia akan cukup mampu dan kuat melawan Luis. Namun ia ingin setidaknya ada celah untuk menunjukkan jika Luis adalah seorang psikopat.

“Heny!” panggil Alan yang baru datang dan mendapati Heny yang baru datang.

Heny cukup terkejut melihat Alan yang ada disana juga. Heny ingin mengungkapkan segalanya tapi Alan bukan orang yang bisa dipercaya. Meskipun Heny tau hubungan Alan dan Damian cukup sengit. Tapi yang perlu ia ingat kedua pria itu masih satu keluarga, darah lebih kental dari air.

Heny yakin meskipun Alan tak cukup akur, tapi ia tau Alan juga tak akan membiarkan kursi direktur di pegang orang lain yang bukan lagi anggota keluarganya. Rasanya hal ini juga yang mendasari Damian membiarkan Alan merebut posisinya. Tak ada tempat lagi bagi Heny. Melawan Luis seorang diri saja sudah keputusan yang beresiko, sekarang ada Alan pula.

Heny juga yakin dengan kesimpulannya sendiri jika Alan datang kemari untuk membungkam Stiven. Terlebih sebelumnya Stiven sempat nyaris menyeretnya dalam masalah besar ini.

“Ah dr. Alan. A-aku baru hendak menjenguk Stiven,” sapa Heny dengan canggung sembari menunjukkan makanan dan beberapa kebutuhan sederhana yang ia bawakan untuk Stiven.

Alan mencoba tersenyum di wajah dinginnya itu lalu mengangguk.

“Mungkin aku akan menitipkannya saja,” ucap Heny lalu tetap berjalan menuju penjara untuk menitipkan bawaannya pada sipir sementara Alan tampak masuk kembali ke mobilnya menunggu Heny hingga pergi dari sana yang semakin menguatkan keputusan Heny untuk tak lagi ikut campur.

39
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share