Bab 38 – Persidangan
Luis
terlihat begitu serius ketika Damian melakukan USG pada Bela. Luis terlihat
begitu terharu melihat tumbuh kembang calon buah hatinya sembari menggenggam
tangan Bela dan menciuminya. Damian hanya geleng-geleng kepala melihat reaksi
Luis yang begitu melow.
“Belakangan
ini Bela banyak pikiran, aku khawatir kalau kenapa-napa,” ucap Luis lalu
membantu Bela turun dari tempat tidur.
“Ada
keluhan lain?” tanya Damian sembari duduk di kursinya. “Ah seharusnya tidak
perlu terlalu khawatir, kau kan juga dokter,” lanjut Damian santai sembari
menyeruput tehnya.
Bela
tersenyum mendengar ucapan Damian, sementara Luis tertawa kecil mendengarnya.
“Iya, tapi aku bukan dokter obgyn,” jawab Luis lalu pergi dari ruangan ayahnya
bersama Bela.
Baru
beberapa langkah Luis keluar dari sana ia sudah menerima telfon dari Vivi yang
menantinya datang ke pengadilan. Bela berjalan bersama Luis yang sedang
menelfon dan terdengar begitu sibuk.
“Aku harus
mengantar istriku pulang Bi,” ucap Luis sementara Bela sudah bersiap dan tak
masalah jika ia harus pulang naik bus atau taxi.
“Sayang…”
lirih Bela.
“Luis…”
panggil Damian nyaris bersamaan dengan Bela. “Bela bisa ikut aku pulang
sebentar,” ucap Damian tiba-tiba.
Luis
mengerutkan keningnya namun akhirnya mengangguk dengan berat hati.
“Aku bisa
pulang bersama Ayah,” ucap Bela lalu tersenyum meyakinkan Luis.
“Aku ingin
menunjukkan kamar untuk cucuku,” ucap Damian.
Luis kini
mengangguk dengan yakin dan tersenyum sumringah. “Nanti kita menginap,” putus
Luis tiba-tiba lalu berlari ke parkiran terlebih dahulu setelah mengecup kening
Bela.
***
Bela
menikmati perjalanan pulang ke rumah mertuanya. Meskipun Damian diam saja dan
hanya memutar musik klasik lalu menyodorkan kacang almon. Setelahnya Damian
hanya diam menatap tabletnya, kadang melihat ke jalan dan berdeham sebentar.
Damian tak banyak bicara, tapi Bela tau jika mertuanya itu peduli padanya.
Tapi di
sela perjalanan pulang Bela yang asik mengambil gambar di jalan untuk Luis
tiba-tiba melihat Stiven yang keluar dari penjara. Bela langsung memfoto orang
yang ia lihat mirip dengan Stiven itu berjalan dengan begitu gugup dan ketakutan
menuju halte.
Stiven
mengenakan pakaian serba hitam juga topi berwarna hitam. Badannya lebih kurus,
tapi Bela masih dapat mengenali jika pria itu adalah Stiven. Bela bergidik
ngeri dan langsung merinding mengingat Stiven masuk penjara pasti karena ulah
Luis. Bela jelas langsung mengabari Luis sembari mengawasi kemana perginya
Stiven yang tiba-tiba kabur.
“Aw…” lirih
Bela merasakan perutnya yang tiba-tiba mengencang lalu mengelusnya pelan
sementara Damian hanya diam menatapnya khawatir dan memastikan Bela baik-baik
saja. “Tidak papa Ayah,” ucap Bela lalu tersenyum canggung.
***
Luis
melihat foto kiriman dari Bela sebelum ia bersaksi. Badannya sudah langsung
panas dingin, khawatir jika Stiven akan menyerang istrinya. Luis benar-benar di
buat pusing harus mengatur strategi seperti apa untuk menyingkirkan Stiven.
“Beberapa
kali Yang Mulia, saya melihat Paman saya membentak dan memberi tekanan pada
sepupu saya Erik…” jawaban Luis terakhir untuk persidangan kali ini sembari
melirik Alan beberapa kali untuk menegaskan betapa mengintimidasinya Alan
padanya.
Orang-orang
menatap iba pada Luis juga pada Vivi yang terlihat begitu berjuang berusaha
mendapat keadilan dan kebebasan. Sementara Alan terlihat kesal dan tetap dengan
tatapan bengisnya.
“Nanti Bibi
bisa tidur di rumah sakit, aku akan minta bagian keamanan untuk berjaga di
sekitar kamar Erik juga,” ucap Luis sebelum para hakim dan jaksa pergi dari
ruang sidang sembari merangkul Vivi yang menangis begitu emosional menghadapi
persidangannya.
Alan
benar-benar kesal dengan cara Luis memanfaatkan kondisinya dengan begitu
sempurna seperti ini. Alan juga kesulitan memperhitungkan apa yang akan di
lakukan Luis selanjutnya. Karena Luis memilik kegiatan yang sangat terpola dan
selalu di kelilingi orang-orang.
Sementara
Luis tersenyum menguatkan Vivi sembari sedikit mengejek Alan. Luis mempertegas
jika gilirannya memberi pembalasan sudah tiba dan Alan yang harus bersiap
dengan segala karmanya. Samar juga Luis melihat dua orang pria yang semalam
datang bertamu kerumahnya. Ide gila di kepala Luis tiba-tiba muncul.
Luis
menyetir pulang bersama Vivi kali ini tak langsung ke tujuan. Ia mampir
terlebih dahulu ke kantor polisi menunjukkan foto Stiven yang di kirim Bela
padanya.
“Aku cukup
khawatir kalau dia datang mencariku,” ucap Luis yang tampak khawatir dan
gemetar kondisinya juga tampak meyakinkan ketika Vivi yang menemaninya tampak
sama memelas sepertinya.
Polisi yang
semula meragukan laporan Luis jadi memutuskan untuk menemani ke rumah sakit dan
akan berjaga disana untuk beberapa jam kedepan.
***
Stiven
pergi menuju rumah Alan, namun setelah sampai dan mendapati Alan tidak ada
dirumah ia memilih untuk mencarinya ke rumah sakit. Stiven langsung masuk ke
ruangan Alan namun ia tak mendapatinya disana begitu pula di ruang prakteknya.
Sampai matanya tertuju pada ruang kerja direktur, ruang kerja yang sekarang
jadi milik Luis.
Stiven
begitu bergetar dan ragu untuk memasukinya. Ia ingin segera masuk kesana dan
membalas dendamnya meskipun belum memiliki bukti kuat pada Luis, meskipun di
lain sisi ia juga ragu dan masih teringat dengan ucapan Alan yang sudah
mempersiapkan rencana untuk balas dendam pada Luis. Stiven benar-benar bingung
dan gugup.
Suara detik
jam dinding yang pelan terdengar begitu nyaring dan terasa sangat menusuk.
Mempertegas waktunya memilih terus menipis. Membalas sekarang atau kabur dan
bersembunyi entah sampai kapan. Pikiran jika Alan hanya memperalatnya dan
sengaja memberinya jani manis juga kini terlintas di kepalanya. Mengingat Alan
adalah orang yang rela menghalalkan segala cara, juga tega mengkhianati dan
menikam keluarganya sendiri.
“Aku yang
bukan siapa-siapa ini bisa apa…” gumam Stiven lalu memutuskan masuk kedalam
ruangan Luis untuk mengambil keputusan besarnya sendiri.
***
Heny datang
ke penjara berencana untuk menjenguk Stiven dan untuk pertama dan terakhir
kalinya ingin memastikan jika kecurigaannya terhadap Luis akan menemukan
kebenarannya. Heny tak yakin ia akan cukup mampu dan kuat melawan Luis. Namun
ia ingin setidaknya ada celah untuk menunjukkan jika Luis adalah seorang
psikopat.
“Heny!”
panggil Alan yang baru datang dan mendapati Heny yang baru datang.
Heny cukup
terkejut melihat Alan yang ada disana juga. Heny ingin mengungkapkan segalanya
tapi Alan bukan orang yang bisa dipercaya. Meskipun Heny tau hubungan Alan dan
Damian cukup sengit. Tapi yang perlu ia ingat kedua pria itu masih satu
keluarga, darah lebih kental dari air.
Heny yakin
meskipun Alan tak cukup akur, tapi ia tau Alan juga tak akan membiarkan kursi
direktur di pegang orang lain yang bukan lagi anggota keluarganya. Rasanya hal
ini juga yang mendasari Damian membiarkan Alan merebut posisinya. Tak ada
tempat lagi bagi Heny. Melawan Luis seorang diri saja sudah keputusan yang
beresiko, sekarang ada Alan pula.
Heny juga
yakin dengan kesimpulannya sendiri jika Alan datang kemari untuk membungkam
Stiven. Terlebih sebelumnya Stiven sempat nyaris menyeretnya dalam masalah
besar ini.
“Ah dr.
Alan. A-aku baru hendak menjenguk Stiven,” sapa Heny dengan canggung sembari
menunjukkan makanan dan beberapa kebutuhan sederhana yang ia bawakan untuk
Stiven.
Alan
mencoba tersenyum di wajah dinginnya itu lalu mengangguk.
“Mungkin
aku akan menitipkannya saja,” ucap Heny lalu tetap berjalan menuju penjara
untuk menitipkan bawaannya pada sipir sementara Alan tampak masuk kembali ke
mobilnya menunggu Heny hingga pergi dari sana yang semakin menguatkan keputusan
Heny untuk tak lagi ikut campur.