Bab 32 – Merajuk
Luis
membelikan beberapa makanan instan untuk Stiven, juga selimut dan bantal baru.
Ia tak rela barang bekas milik Bela di pakai Stiven. Luis sudah cemberut dan
tak bisa tersenyum meskipun Bela sudah menyuapinya saat sarapan pagi tadi. Luis
benar-benar tidak suka dengan segala kedekatan Bela dengan pria lain, terutama
Stiven.
“Nanti biar
Rey saja yang antar,” ucap Luis sembari menunjukkan barang yang akan di berikan
pada Stiven.
Bela
mengangguk lalu tersenyum dan melebarkan tangannya untuk memeluk Luis yang
langsung disambut Luis. “Terimakasih, sekarang aku sudah lega,” ucap Bela
sembari mengelus punggung suaminya.
Luis
mengangguk lalu mencium bibir Bela dan kembali cemberut meskipun sekarang sudah
tidak uring-uringan lagi. Luis jadi merasa membuang barang-barang Bela bukan
keputusan yang bijak. Rey yang sudah mengincar bed cover milik Bela juga jadi
sedih karena tak bisa mendapatkannya, meskipun akhirnya Luis malah
membelikannya yang baru.
Seharian
Luis juga memanggil petugas dari TV kabel langganannya untuk menghilangkan
saluran berita dari TV di rumahnya. Bela juga tak bisa protes, ia paham
suaminya sangat mudah cemburu dan begitu posesif padanya. Sebagai gantinya Luis
mencarikan saluran memasak dan drama korea juga drama cina, bahkan memasukkan
anime dan banyak kartun juga.
“Bela kau
sudah tidak menyayangiku ya?” tanya Luis setelah Bela mengambilkannya makan
siang.
“Ah iya!”
seru Bela yang ingat jika Luis sedang cemburu hanya ingin di manja. Jadi ia
langsung bersiap menyuapi Luis yang duduk di sofa. “Sayang…” panggil Bela
lembut sembari bersiap menyuapi Luis sembari duduk di pangkuan suaminya yang
sedang mudah tantrum itu.
“Aku tidak
pernah ada yang memikirkan sampai seperti ini, tapi Stiven yang jahat selalu di
pikirkan. Menyebalkan, tidak adil,” omel Luis setelah menelan makanannya dan
langsung membuka mulut menerima suapan dari Bela lagi.
“Sayang
tolong ambilkan ponselku,” pinta Bela yang tidak bisa menjangkau ponselnya.
“Aku
padahal mau di suruh-suruh selalu menurut, yang di pikirkan tetap Stiven,” Luis
masih lanjut mengomel meskipun tetap mengambilkan ponsel Bela.
Bela
menahan tawanya mendengar omelan Luis lalu membuka ponselnya dan menunjukkan
apa yang ia beli. Beberapa set lingerie, juga piama couple, dan beberapa daster
rumahan yang cukup sexy untuknya. Seketika Luis langsung tersenyum sumringah,
tidak ada lagi omelan darinya, bayi besar yang minta disuapi dan mudah tantrum
seketika makan sendiri dengan lahap.
“Harusnya
barangnya hari ini sampai,” ucap Bela yang makin membuat Luis senang.
“Ya, mau
bagaimanapun juga Stiven pernah baik. Kita juga pernah bekerja di tempat yang
sama,” ucap Luis yang seketika jadi bijak dan membuat Bela tertawa mendengar
ucapannya.
Bela lanjut
menyuapi Luis yang masih manja, bedanya kali ini tidak marah saja. Sisanya Luis
tetap posesif dan mengawasi tiap langkahnya, mengikuti Bela kemanapun perginya.
Ke kamar, tiduran, ke dapur, bahkan ke toilet Luis juga ikut. Bahkan Luis
sengaja mengabaikan undangan pertemuan dari rumah sakit dan meminta di wakili
stafnya daripada harus meninggalkan Bela di rumah sendirian.
“Jangan
begitu, ini kan tanggung jawabmu,” ucap Bela lembut sembari mengelus pipi
suaminya yang dari tadi menciumi perutnya dengan lembut.
Luis
langsung cemberut lalu memeluk pinggang Bela. “Bela, aku masih cemburu. Aku
takut kalau aku tidak di rumah kau akan mulai mengisi hatimu dengan orang
lain,” ucap Luis menyampaikan bagaimana perasaannya lalu menundukkan wajahnya
yang murung.
“Tidak!”
bantah Bela dengan cepat. “Aku kan hanya bilang sekali saja, aku benar-benar
janji hanya sekali ini saja. Jangan berpikir yang tidak-tidak!” tegas Bela lalu
mengelus punggung Luis.
Luis
merangkak naik perlahan agar sejajar dengan istrinya. Airmatanya sudah
menggenang siap jatuh kapan saja. Luis benar-benar terlihat rapuh dan
ketakutan. Wajahnya begitu sedih dan memelas, meskipun Bela kerap melihat wajah
Luis jadi dingin saat bersama orang lain. Kali ini ia merasa Luis memasang
tampang itu untuk melindungi sisi rapuhnya seperti sekarang.
“A-ak-aku
takut ditinggal sendirian,” ucap Luis dengan suara bergetar dan airmata yang
langsung berlinangan.
Bela
langsung menggeleng dan mendekap suaminya yang sedang rapuh itu dengan penuh
kasih sayang dan segala kehangatan yang ia punya. “Aku disini, aku di rumah,
aku selalu menunggumu, aku hanya milikmu,” bisik Bela menenangkan hati Luis
yang begitu kacau.
Luis
mengangguk lalu membalas pelukan Bela. “Bela…aku takut…” rengeknya yang membuat
Bela mengeratkan pelukannya.
“Sayang,
takut apa lagi? Aku istrimu, hanya kau keluarga yang ku miliki, ada anak kita
sebentar lagi, apa lagi yang kau takutkan, hmm?” Bela menarik tangan Luis untuk
merasakan gerakan lembut di perutnya.
Luis
mengangguk pelan, meyakinkan dirinya tak perlu ada yang ia khawatirkan lagi dan
Bela benar-benar miliknya.
“A-aku
berangkat ke rumah sakit ya, sebentar. Nanti aku pulang lagi, cepat,” ucap Luis
sembari mengatur nafasnya agar ia tenang.
Bela
mengangguk. “Aku akan membuatkan makan malam kesukaanmu, aku akan membuatkan
st…”
“Tidak
Bela, masak saja yang mudah. Kau perlu banyak istirahat. Telur goreng saja juga
tidak masalah, atau nuget juga aku suka,” ucap Luis lembut lalu mengecup kening
Bela dan kembali memeluk istrinya itu sebelum bangun dan bersiap ke rumah
sakit.
“Kalau
begitu ku buatkan sup saja ya,” tawar Bela lembut yang langsung di angguki
Luis.
“Sup juga
aku suka,” jawab Luis yang tak banyak protes.
“Apa mau di
temani ke rumah sakit juga?” tawar Bela lagi agar Luis tidak khawatir sembari
membantu merapikan kemejanya.
Luis
menggeleng pelan. “Istriku di rumah saja,” jawab Luis sebelum bergegas keluar
karena mendengar suara bel pagarnya berbunyi.
Bela ikut
keluar kamar lalu duduk menunggu Luis di sofa.
“Sayang
paketmu!” seru Luis begitu ceria sembari melipir ke dapur untuk mengambil pisau
untuk membuka paket.
“Bukalah,”
jawab Bela dengan senyum manisnya menunggu Luis datang ke ruang tengah.
Luis
langsung membukanya dan membawa paket yang baru istrinya itu dengan begitu
ceria. Bela mengeluarkan isi paketnya satu persatu lalu mematutnya sebentar,
menempelkan di dadanya lalu melipatnya lagi.
“Aku suka
semuanya!” seru Luis seperti anak kecil yang baru dapat hadiah dari Santa.
Bela
tersenyum lalu mengangguk dengan cepat. “Nanti ku pakai,” ucap Bela yang di
angguki Luis.
“Oke! Aku
akan bekerja dengan semangat!”
***
Rey
mengerutkan keningnya setelah mengantar barang-barang untuk Stiven. Bukan
karena ia tidak ikhlas atau marah. Tapi ia merasa aneh melihat Heny ada disana,
tak berapa lama ia juga melihat Heny pergi lagi dari sana karena tak dapat
membesuk Stiven. Tentu saja tidak bisa karena jam besuknya sudah habis pada
Rey.
“dr. Heny!”
sapa Rey yang sengaja menunggu Heny di parkiran.
Heny
terlonjak kaget melihat Rey yang cukup familiar meskipun ia tak mengenalnya
atau mengingatnya.
“A-aku Rey,
dokter hewan di pet shop milik dr. Luis,” ucap Rey mengenalkan diri yang
langsung membuat Heny bergidik ngeri.
“Ah…begitu,
permisi,” ucap Heny yang ingin segera pergi dengan begitu terburu-buru.
Rey menatap
Heny dengan heran dan menaruh curiga. “dr. Luis…”
Heny
menahan pintu mobilnya sebelum menutupnya rapat dan bergegas pergi.
“dr. Luis
memintaku mengirim kebutuhan dr. Stiven…” lanjut Rey yang sukses menarik
perhatian Heny.
“Kenapa?”
tanyanya heran.
“dr. Luis
kan temannya Bela.”
Heny
menutup pintu mobilnya dan bergegas pergi meninggalkan Rey begitu saja.