0
Home  ›  Chapter  ›  Poison

Bab 26 – Apartemen

 

Bab 26 – Apartemen-1

Luis pulang dengan perasaan begitu ceria. Terbayang di pikirannya melihat Bela menyambutnya dengan harum masakan dari dapur untuk makan bersama. Apalagi siang ini Luis sengaja tidak banyak makan agar bisa menampung banyak masakan buatan Bela. Baru membayangkannya saja Luis sudah begitu girang.

Tapi saat ia masuk rumah. Jangankan bau masakan, sambutan dari Belapun tak ada. Luis sudah begitu panik dan berlari masuk mengecek dapur, ruang tengah, kamar Bela, hingga akhirnya ia menemukan Bela di kamarnya. Meringkuk dibalik selimut dengan bekas linangan airmata di pipinya.

“Sayang…” lirih Luis sembari memeriksa suhu tubuh Bela, barang kali karena demam lagi.

“Emhh…” lenguh Bela yang terbangun karena Luis yang menyentuh kening dan lehernya dengan tangannya yang dingin dan basah itu. “Sayang, sudah pulang. Cepat sekali,” lirih Bela sembari berusaha bangun.

“Masih sakit?” tanya Luis. “Apa seharian kau hanya tidur?” tanyanya khawatir.

Bela tersenyum dan menggeleng pelan. “Tidak, aku sehat. Hanya pagi tadi saja,” jawab Bela lalu memeluk Luis. “Hari ini aku mencoba eskrim, kue, aku juga beli lotion,” ucap Bela mulai menceritakan harinya pada Luis.

“Bagaimana dengan swalayan?” tanya Luis yang merasa jika Bela ingin membohonginya soal pergi keswalayan.

Bela mengerutkan keningnya kaget Luis menyinggung soal swalayan. Tapi Bela tak mau ambil pusing soalnya memang semua tempat yang ia kunjungi dekat dengan swalayan dan kebiasaannya belanja ke swalayan sebagai hiburan juga sudah di ketahui Luis.

“Iya aku tadi kesana, tapi tidak jadi masuk,” lirih Bela lalu kembali tiduran dan menepuk bantal disebelahnya agar Luis ikut tiduran bersamanya.

“Aku cuci tangan dulu,” ucap Luis lalu pergi ke kamar mandi sebelum ia sedikit bersantai bersama Bela.

Luis menyembunyikan kembali seluruh aplikasi pelacak yang ia gunakan. Luis juga sengaja sekalian mandi dan ganti baju dengan kaos dan celana pendek yang lebih santai juga agar ia lebih nyaman.

“Jadi bagaimana?” tanya Luis yang sudah siap mendengarkan istrinya bercerita.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

“Tadi di swalayan aku bertemu ibunya Stiven, Bibi Deby.” Baru bicara sedikit Bela sudah langsung berkaca-kaca dan siap menangis lagi.

“Lalu masalahnya dimana?” tanya Luis lembut sembari memandangi Bela.

“Dia mengejekku, dia juga mengatakan kalau aku pasti menikahi dokter tua karena tak mungkin ada yang mau denganku kalau masih muda. Dia juga menghina kondisi keluargaku dulu, katanya aku bau, aku juga dulu pernah makan sampah makanan yang dia buang karena kelaparan, dia menertawakan semuanya. Itu membuatku sedih, jadi aku tidak jadi belanja. Padahal hari ini rencananya aku ingin membuat sup iga, seperti resep di TV…” Bela bercerita dengan airmatanya yang terus mengalir dan tampak begitu sedih.

Luis mengerutkan keningnya begitu marah dan tidak suka dengan perlakuan Deby pada istrinya. “Sudah tidak apa-apa, Sayangku masih mau sup iga?” Luis coba mengalihkan pembicaraan sekaligus menghibur Bela.

Bela menggeleng pelan.

“Mau belanja? Ku temani?” tanya Luis lagi mencoba membujuk Bela agar tak bersedih.

Bela mengangguk. “Nafsu makanku hilang, aku tidak mau sup iga lagi,” lirih Bela mengadu pada suaminya.

Luis mengangguk lalu mendekap Bela lebih erat sambil mengelus punggungnya. “Sudah tidak masalah, semuanya akan ku atasi. Jangan takut,” ucap Luis lembut menenangkan Bela. Meskipun emosinya sudah begitu membuncah, amarahnya sudah begitu mendidih.

“A-aku ganti baju dulu ya…” ucap Bela lembut lalu bangun dan pergi bersiap juga.

Luis diam memikirkan apa yang bisa ia lakukan sekarang. Memikirkan cara agar Bela tak curiga jika ia pergi tiba-tiba. Cerita Bela soal Deby sudah tak bisa ia maafkan lagi.

“Sayang, aku ada urusan sebentar,” ucap Luis begitu Bela keluar dari kamar mandi.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Ow baiklah,” ucap Bela yang tak banyak tanya. “Belanjanya besok saja ya?” tanya Bela yang khawatir bila mengganggu kesibukan Luis.

“K-kalau nanti aku bisa cepat kita tetap belanja,” jawab Luis gugup.

Bela mengangguk sambil tersenyum maklum. “Aku ingin besok saja, aku akan memasak makan malam,” ucap Bela pengertian sembari memeluk Luis dan mengantarnya keluar seperti biasa.

***

Hujan turun begitu deras tepat ketika Luis sampai di apartemen kumuh tempat Bela tinggal dulu. Luis turun dari mobilnya dengan jas hujan hitamnya dan langsung masuk dengan tas perkakasnya. Luis masuk tanpa ada kecurigaan meskipun ada satpam yang berjaga di depan. Tak berapa lama listrik juga mati karena cuaca yang begitu buruk dengan guntur dan angin kencang penyerta hujan kali ini.

Luis naik ke lantai paling atas melihat tandon air yang sudah lama ia incar. Luis melihat sekeliling lalu melihat penyaring air yang ada di dekat tandon. Luis langsung membongkarnya dan menuangkan seliter racun arsenik yang sudah lama ia siapkan sejak lama. Luis segera menutup filter air dan merapikan semua kekacauannya hingga kemali seperti semula.

“Apa yang kau lakukan di atas sana?” tanya satpam yang melihat Luis turun dari lantai paling atas.

“Airnya macet,” ucap Luis yang terlihat masuk akal mengingat ia membawa perkakas untuk memperbaiki.

Satpam hanya mengangguk lalu tampak tak mau tau, enggan ambil pusing dengan segala yang ada di apartemen kumuh itu. Sampai tiba-tiba ada suara jeritan meminta tolong dari salah satu kamar, di iringi dengan suara jeritan dari yang lainnya. Satpam yang semula hanya berkeliling santai kini jadi berlari terburu-buru mengikuti tiap suara teriakan dan jeritan yang meminta tolong.

Luis menoleh ke arah suara dan hanya diam menengok ke bawah melihat kekacauan yang ia buat terjadi begitu cepat. Sampai ia melihat pintu apartemen 312 dan melihat pintunya yang coba di buka. Luis langsung bergegas kesana membuka pintunya dan mendapati Deby yang terlihat tak berdaya tinggal sebatang kara hendak meminta bantuan.

“Hai…” sapa Luis yang membuka pintu lalu langsung mendorong Deby dengan sekuat tenaga hingga wanita tua itu jatuh tersungkur kebalakang dan Luis langsung menutup pintu apartemennya lalu pergi begitu saja.

Suara teriakan dan jeritan orang-orang terdengar bersautan. Luis tersenyum puas mendengarnya. Persis seperti saat ia pertama kali datang dan mendengar Bela yang di hajar ayahnya dan tetangganya hanya diam saja mengabaikannya. Luis mengingat tiap kesakitan yang Bela alami, tiap kesakitan yang tak pernah ada yang mau membantunya sedikitpun. Ini sudah impas sekarang.

Luis pergi dari sana sembari membuang jas hujannya dan membeli yang baru di swalayan agar istrinya tak curiga. Sebelum pulang Luis juga membeli buket bunga mawar untuk Bela. Kepulangannya kali ini sesuai yang ia harapkan, ada sambutan hangat dari istrinya juga harum masakan dari dapurnya.

“Aku membuat ramen, udang goreng, juga ini…” Bela menunjukkan masakannya juga potongan nanasnya.

“Wuhu!” seru Luis senang lalu memberikan bunga yang ia beli untuk Bela. “Aku mandi dulu sebentar ya, sepertinya aku kotor,” ucap Luis yang di angguki Bela.

Bela menyalakan TV dan sebuah berita beraking news muncul. Berita soal keracunan masal yang ada di tempat tinggalnya dulu. Tubuh Bela langsung gemetar hebat mendengar kabar jika hampir seluruh penghuni apartemen yang tinggal disana hari itu mati keracunan. Matanya berkaca-kaca menahan tangisnya entah karena sedih, kaget, atau senang karena akhirnya semua orang mendapat karmanya. Tapi Bela seketika teringat soal ceritanya pada Luis dan kemana perginya Luis selama duajam ini.

“Sayang, tadi kau ada urusan apa?” tanya Bela begitu Luis duduk bersiap makan bersamanya.

“Em…aku keluar, rencananya tadi aku mau beli eskrim atau kue. Tapi hujan deras sekali jadi aku beli bunga untuk menghiburmu,” jawab Luis dengan wajah polosnya. “Ada apa?” tanya Luis heran sementara Bela bernafas lega dan secepat mungkin menggeleng mengusir kecurigaan tak berdasarnya.

Luis tersenyum lalu menyeruput kuah ramennya. “Sayang, nanti kalau aku bertemu tetanggamu yang menyebalkan, aku akan memarahi mereka. Aku akan memberitau agar tidak mengganggumu lagi!” ucap Luis sambil mengepalkan tangannya dan kembali makan.

Bela tersenyum sambil mengangguk dan mulai makan sampai ia melihat telapak tangan Luis yang terlihat keriting seolah sudah terendam air cukup lama.

39
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share