Bab 06 – Talk Show
Bela
menghabiskan malamnya bersama Luis di rumah sakit. Ia menikmati malamnya kali
ini. Harusnya ia terjaga dan waspada saat ia menginap bersama seorang pria
asing seperti sekarang. Tapi ia malah merasa aman dan terlindungi hingga bisa
tidur dengan nyenyak.
Pakaian Bela
sudah kering, ia juga bisa langsung bekerja untuk sift pagi setelah merapikan barang-barang
milik Luis.
“Nanti aku
akan menjemputmu,” ucap Luis begitu ia memasukkan barang-barangnya kedalam
mobil.
“Menjemputku?”
tanya Bela kaget.
Luis
mengangguk. “Siftmu pagi, berarti nanti sore sudah pulang kan? Aku ingin
mengundangmu ke apartemenku. Pesta rumah baru,” jelas Luis.
Bela
mengangguk lalu tersenyum sumringah. Ini pertama kalinya ada orang yang mau
menjemputnya dan pertama kalinya juga ia menerima undangan pesta. Bela tidak
berharap banyak pada pesta yang akan di adakan oleh Luis hanya saja ia merasa
senang bisa tau dimana Luis tinggal nanti.
“Bela!”
sapa Erik yang baru datang dari asramanya.
“Hai!” sapa
Bela yang langsung teralihkan pada Erik.
“Wah kau
mengenal Dokter Luis juga?” tanya Erik antusias.
Bela
langsung mengangguk. “Dokter Luis ini yang pernah menyelamatkan Ibuku,” ucap
Bela memperkenalkan Luis pada Erik.
“Wah begitu,
senang mendengarnya,” ucap Erik lalu merangkul Luis. “Dokter Luis ini sepupuku
loh!”
Luis
langsung menyingkirkan tangan Erik yang merangkulnya.
“Aku akan
menjemputmu nanti, aku pulang dulu ya,” sela Luis yang tak mau berlama-lama dan
berbasa-basi membahas silsilah keluarganya dengan Erik di hadapan Bela.
Bela
mengangguk lalu melambaikan tangannya. Begitu pula dengan Erik yang ikut
melambaikan tangannya dengan ceria pada Luis.
“Sudah lama
dekat dengan Luis?” tanya Erik penasaran.
Bela
langsung mengangguk. “Dia baik, menyenangkan, kami hampir selalu mengobrol dan
makan bersama saat aku selesai kerja,” jelas Bela.
Erik terdiam,
alisnya berkerut sebentar lalu kembali menyemak Bela. Erik tak merasa perawat
magang yang sering mengunjungi Luis adalah Bela. Bela tak tampak menarik,
badannya kerempeng, rambutnya tak terawat, wajahnya juga tidak secantik perawat
magang lainnya. Aneh kenapa Luis suka?
Belum lagi
cerita Bela yang mengatakan betapa menyenangkan dan hangatnya Luis. Bagaimana bisa,
padahal selama ini Luis adalah pribadi yang sangat tertutup dan dingin. Apa yang
sebenarnya Luis rencanakan?
“Aku kerja
dulu ya,” pamit Bela lalu kembali ke bangsal tempatnya berjaga dan Erik
langsung pergi ke ruang direktur rumah sakit.
***
“Ku dengar
Luis pulang, ada apa?” tanya Alan pada putranya yang baru menemuinya setelah
sekian lama asik dengan kegiatannya menjadi dokter.
“Apa paman
sudah tau?” tanya Erik memastikan.
“Harusnya
pamanmu tau, Luis keluarkan seizin darinya…”
“Dan Ayah
diam saja?!” tanya Erik kesal.
“Memang
kenapa? Dia hanya pulang, lagipula depresi dan catatan kesehatannya juga tidak
akan merubah fakta apapun kalau ia ingin menggulingkan kekuasaanku. Menuntut balik
juga sia-sia,” ucap Alan santai.
“T-tapi…”
“Sudahlah, fokus
saja pada acaramu nanti,” ucap Alan lalu pergi tepat disaat ada panggilan
darurat untuk melakukan oprasi dan membiarkan seorang dokter baru yang
menanganinya. “Biarkan Stiven yang melakukannya,” ucap Alan memberi perintah
secara mendadak.
***
Luis datang
ke apartemen Bela berpura-pura sebagai tukang antar makanan. Ia memastikan
terlebih dahulu jika Ayah Bela yang menerimanya. Luis melihat ada seragam milik
Bela dan dompet kecil yang biasanya ia bawa. Setelah mengantar makanan Luis
langsung pergi menjemput Bela.
Tepat disaat
bersamaan terlihat gerombolan dokter yang panik keluar masuk dari ruang oprasi.
Dalton mendekat untuk melihat apa yang terjadi sampai ia melihat keluarga
pasien yang menangis histeris di depan ruang oprasi.
“Dokter
Luis!” panggil Bela yang langsung menggandeng Luis menjauh.
“Apa yang
terjadi?” tanya Luis penasaran.
“Sepertinya
oprasinya gagal. Ku dengar, ada oprasi pemasangan ring jantung. Aku kurang tau bagaimana
lengkapnya, tapi harusnya yang turun bukan Dokter Stiven.”
“Jantung ya…”
gumam Luis lalu melihat Erik yang muncul di tengah kerumunan sambil tersenyum
sebelum pergi bersama Bela.
Luis pergi
bersama Bela meninggalkan Erik yang coba mengejarnya. Luis mengajak Bela pergi
membeli makanan terlebih dahulu sebelum kembali ke apartemennya. Bela terlihat
senang dan ceria melihat Luis yang mengajaknya ke apartemen.
Tidak ada
perayaan seperti yang Bela bayangkan. Luis juga hanya mengundangnya. Makanan yang
di siapkan juga hanya untuk mereka bedua saja.
“Aku tidak
punya banyak teman beberapa waktu belakangan ini,” ucap Luis karena Bela terus
melihat ke sekeliling. “Kalau kau mau, kau bisa berkeliling. Silahkan,” Luis
mengijinkan Bela yang terlihat penasaran dengan apartemennya.
Bela
tersenyum lalu menggeleng, ia terlalu sungkan meskipun tetap mengagumi tempat
tinggal Luis yang mewah dan jauh lebih nyaman dari yang ia bayangkan.
“Oh iya,
aku membawa beberapa pakaian mendiang ibuku juga. Barang kali kau ingin menginap
mungkin, jadi punya baju ganti juga,” ucap Luis sembari menunjukkan beberapa
pakaian dan pakaian dalam wanita yang ada di lemari bagian bawah.
Bela
tersenyum sumringah melihatnya. Baru kali ini ia menemukan orang sebaik dan
seperhatian Luis. Bela jadi semakin betah dan semakin enggan pulang ke
rumahnya. Luis sudah menyediakan segalanya untuk Bela, bahkan tanpa perlu Bela
minta sekalipun.
“Dokter…
kau orang terbaik yang ada di hidupku. Terimakasih banyak sudah mau
menampungku,” ucap Bela yang sudah kehabisan kata-kata.
Luis
tersenyum senang mendengar ucapan Bela lalu menyetel TV mencari berita soal
kasus dirumah sakit barusan. Namun ia malah tak sengaja melihat Erik yang
mengisi sebuah acara perdana talk show. Senyum Luis perlahan kembali
memudar sembari memandang Erik yang tengah menjelaskan cara mengatasi anak yang
tersedak.
“Dulu aku
juga mengisi acara seperti itu, aku menjelaskan soal penyakit dalam, pembedahan
dan ya…pengetahuan sederhana…” ucap Luis tiba-tiba bercerita.
Bela memperhatikan
Luis, ia ingat dulu juga pernah melihat Luis di TV.
“Aku masih
dokter muda, meskipun sudah spesialis. Tapi aku termasuk anak baru di rumah sakit.
Senior tapi tidak sesenior dr. Alan. Ayahnya Erik,” Luis menatap Bela sejenak
lalu tersenyum. “Hari dimana aku tidak sengaja membunuh ibuku, adalah hari
dimana aku menggantikan dr. Alan melakukan oprasi. Harusnya dia yang melakukan prosedur
rumit itu, bukan aku. Aku bukan dokter bedah spesialis jantung. Aku hanya
dokter bedah biasa.”
“Lalu
kenapa kau yang melakukannya?” tanya Bela penasaran.
Luis
menggeleng pelan, seiring rautnya yang menjadi murung. “Entah, aku tidak tau. Dia
pergi beberapa saat sebelum oprasi. Pergi begitu saja, meninggalkan ibuku yang
sekarat. Tentu saja aku tidak bisa meninggalkan ibuku mati begitu saja, aku
mencoba yang terbaik. Semua berjalan lancar, aku mengkuti segala yang ia tulis,
namun salah satu dosis terlampau tinggi…” Luis menatap langit-langit tempat
tinggalnya.
Bela ikut
sedih mendengar cerita Luis.
“Ayahku dan
aku begitu kehilangan ibu, entah siapa yang membongkar kasus ini ke publik. Tapi
tiba-tiba setelah pemakaman semua orang menyalahkanku. Aku memilih mundur dari
posisiku sebagai dokter dan Ayahku dilepas dari jabatannya sebagai direktur
begitu saja…”
“K-kenapa
begitu?” tanya Bela begitu kaget mendengar cerita yang sesungguhnya.
“Mungkin
dr. Alan dan anaknya menginginkan posisi kami,” ucap Luis lalu menatap TV
kembali menunjukkan Erik yang sedang tanya jawab.
Bela ikut
menatap kearah Luis menatap. Bela yang semula senang dan tertarik pada Erik
menjadi kesal. Ia benci cara licik Erik dan ayahnya.
“Kau boleh
mandi kalau mau,” tawar Luis lalu kembali tersenyum ceria seolah tak terjadi
apa-apa sambil mematikan TVnya.
Bela menggeleng
pelan. “Aku harus pulang. Semalam aku belum pulang. Aku takut ayahku marah,”
ucap Bela menolak dengan sungkan.
Luis menghela nafas lalu mengangguk. “Aku akan mengantarmu pulang, tunggu sebentar biar aku mandi dulu,” ucap Luis lalu pergi ke kamar mandi sementara Bela membereskan peralatan makan yang baru mereka gunakan tadi.
