Bab 01 – Mimpi Buruk
![]() |
(Kalian juga bisa baca versi wattpad, klik gambar ini) |
Luis melihat tangannya yang berlumur darah dengan gemetar, pandangannya mulai kabur dan semua yang ada di hadapannya terlihat tidak jelas. Bau anyir dari darah yang tercium begitu menyengat, suasana panik para perawat di tambah dengan dengingan keras dari monitor detak jantung membuat Luis semakin ketakutan. Nafasnyapun juga semakin tak karuan dan terasa begitu sesak.
“Bertahan!”
geram Luis yang masih memaksakan diri melanjutkan oprasinya.
Namun ketika
ia sedang fokus menjahit tiba-tiba ketika ia mengangkat kepalanya Luis sudah
tidak ada di ruang oprasinya lagi. Suasana pemakaman yang begitu mencekam,
semua orang memandang Luis yang datang dengan tangan yang masih lengkap dengan
sarung tangan juga pakaian oprasinya yang berlumur darah. Luis berjalan mendekat
ke arah kerumunan, melihat siapa yang sedang terbaring didalam peti mati itu.
Seketika semua
mata tertuju pada Luis dengan segala penghakiman yang mereka miliki. Luis
menangis begitu histeris melihat ibunya yang terbaring didalam peti, setelah
kesalahannya dalam melakukan prosedur oprasi. Namun sekeras apapun tangisan
Luis semua orang tetap menatapnya dengan segala penghakimannya, semenyesal
apapun Luis yang sudah mengutuk dirinya sendiri semua orang akan tetap mencacinya
tiada henti.
“Beruntung
aku hanya memiliki seorang anak tak berguna sepertimu!” ketus Jhon, ayah Luis
dengan pandangan merendahkan menatap putra semata wayangnya itu.
Seketika sebuah
cahaya tiba-tiba muncul dan menyilaukan matanya, lalu….
“Tuan Luis,
sudah pagi,” panggil seorang perawat yang menangani Luis selama ia di rawat di
rumah sakit.
Luis langsung
membelalakkan matanya, nafasnya selalu tersengal setiap kali ia bangun dari
mimpi buruknya. Keringat bercucuran dari kening, leher, bahkan telapak
tangannya juga begitu basah.
“Mimpi
buruk lagi?” tanya perawat itu.
Luis hanya
diam lalu menatap jam di dinding kamarnya. Tak berapa lama perawat itu pergi
dan Luis kembali memejamkan matanya sembari meyakinkan dirinya jika apa yang
ada di mimpinya tidak nyata. Luis mengatur nafasnya lalu bangun untuk ke kamar
mandi, membersihkan wajahnya lalu sikat gigi sebelum ia kembali membuka buku
kedokterannya kembali.
“Tuan Luis…”
suara perawat yang datang untuk mengantarkan sarapan untuk Luis.
Luis hanya
menoleh. Suaranya berbeda, ini bukan perawat yang biasanya. Benar saja seorang
wanita dengan seragam putih hitam khas anak magang masuk kedalam ruangannya.
Ah benar,
pasti bulan penerimaan pegawai baru sudah di mulai, pikir Luis lalu kembali fokus
dengan buku yang ia pelajari.
Perawat itu
meletakkan makanan untuk Luis di atas meja lalu terdiam sejenak memandangi
Luis. Sadar jika ada orang lain yang memperhatikannya Luis kembali menatap
perawat tersebut lagi.
“Ah benar!”
pekik perawat itu dengan senyum sumringah yang mengembang di wajahnya. “Kau
Dokter Luis!” seru perawat itu dengan girang.
Luis
menaikkan sebelah alisnya heran. Baru kali ini ada orang yang menemuinya dengan
senyum sesumringah perawat magang ini. Belum ada orang yang bisa sebahagia
perawat ini sebelumnya saat menemui Luis setelah kejadian itu.
“Ah pasti lupa
denganku,” perawat itu tiba-tiba lesu.
Luis jadi
semakin bingung, siapa sebenarnya perawat magang ini.
“Dokter pernah
menyelamatkan ibuku,” ucap perawat itu lalu mengambil kursi yang ada di dekat
pintu.
Rasanya Luis
ingin menangis mendengar ucapan perawat magang yang tiba-tiba mengatakan jika
ia menyelamatkan seseorang itu. Persetan siapa yang ia selamatkan, tapi
faktanya memang sebelum satu kejadian malpraktik fatal itu. Luis memang seorang
dokter bedah terbaik yang di miliki rumah sakit ini.
“Namaku Bela,”
ucap Bela mengenalkan diri. “Aku merasa sangat berhutang budi pada Dokter. Kalau
saja dulu Dokter tidak mau bergerak cepat untuk mengoprasi ibuku. Mungkin sekarang
aku tidak akan ada disini.”
“Lalu
dimana Ibumu?” tanya Luis antusias.
“I-ibuku
sudah meninggal, ayahku memukul ibu terlalu keras,” jawab Bela lalu tersenyum
getir dan mulai mengepalkan tangannya menahan perasaannya yang kembali emosional.
Luis ikut
murung dan sedih mendengarnya, perasaannya yang sempat bahagia barusan kini
kembali berkabung.
“Aku tidak
menyangka bisa bertemu denganmu lagi, Dok. Aku akan sering datang kemari,” ucap
Bela lalu bangkit dari duduknya dan pergi keluar dengan senyum manisnya.
Luis ingin menahannya tapi ia bingung harus bicara apa. Namun setelah pertemuannya dengan Bela tadi, Luis sedikit merasa terhibur. Meskipun Bela meninggalkan banyak tanda tanya besar setelah kepergiannya yang hanya datang sesaat. Luis hanya bisa berharap jika Bela benar-benar akan sering datang menemuinya seperti apa yang sudah ia katakan tadi.
