Bab 14 – Lover… 🔞
Bela
memandangi cincin yang melingkar di jari manisnya. Ini perhiasan pertama dalam
hidupnya. Jemarinya yang banyak bekas lukanya kini jadi sedikit lebih cantik
dengan cincin dari Luis. Luis juga memakai cincin di jari manisnya. Keduanya
sama bahagianya dan merasa saling memiliki seutuhnya sekarang.
Kadang
memang Luis tidur di kamar Bela, kalau paranoidnya kambuh atau ketakutan jika
Bela meninggalkannya. Tapi sejak Luis secara resmi melamarnya, kini Bela tak
canggung lagi untuk tidur bersama Luis. Bukan di kamar Bela lagi, tapi sudah di
kamar utama, kamar Luis.
“Aku
mencari tanggal yang pas, tanggal dengan nomor yang cantik,” ucap Luis yang
dari tadi sibuk membolak-balik kalender di tangannya.
“Tanggal
berapapun bagiku cantik,” ucap Bela lalu meletakkan potongan apel untuk Luis
dan duduk di sampingnya sambil menonton TV.
“Begitu
ya?” tanya Luis dengan senyum sumringahnya yang langsung di angguki Bela. “Kita
harus bertemu ayahku, aku harus mengenalkanmu padanya,” ucap Luis antusias.
Bela
tersenyum lalu mengangguk pelan. “Aku jadi takut, bagaimana kalau dr. Damian tidak
menyukaiku?” ucap Bela lalu menyuapi Luis sebelum ikut makan apel bersamanya.
“Suka!”
jawab Luis tegas dengan alis berkerut marah.
Bela
kembali tersenyum melihat respon Luis.
“Aku hanya
menyukaimu, bagaimana bisa ayahku tidak suka?” Luis mulai mengomel dan Bela
tertawa kecil mendengarnya. Luis begitu manja dan kadang terasa seperti
anak-anak yang haus kasih sayang dan sering di abaikan yang terjebak di tubuh
pria dewasa. “Nanti aku akan bilang kalau kau mengurusku setiap hari, jadi
dengan atau tanpa restu darinya aku akan tetap menikahimu. Kalau dia menentang
aku akan segera menghamilimu dan memberinya banyak cucu,” ucap Luis sambil
mengunyah apelnya.
Bela
tertawa dengan wajahnya yang mulai merona dan geleng-geleng kepala. Kadang
pikiran Luis begitu sederhana, entah memang ini sifat aslinya atau hanya sisi
lainnya setelah di rawat dan mentalnya terguncang. Tapi yang jelas Bela tak
keberatan dan nyaman dengan apapun yang Luis lakukan.
“Bela,
memangnya kalau ayahku tidak setuju kau mau apa?” tanya Luis lalu mendekap Bela
sambil terus melihat kalendernya.
“Emm…” Bela
berpikir sejenak sembari menyamankan posisinya dalam dekapan Luis. “Mungkin aku
akan mengambil tawaran Stiven,” jawab Bela.
Luis
langsung meletakkan kalendernya dan menatap Bela dengan serius. “Tawaran apa?!”
tanyanya kaget.
“Magang
jadi perawat di rumah sakitnya,” jawab Bela sembari menegakkan tubuhnya
kembali.
“Tidak!
Tidak usah! Tidak boleh! Jangan! Aku tidak setuju! Tidak mau!” tolak Luis
dengan begitu tegas dan serius sembari merangkul pinggang Bela agar gadisnya
itu kembali dalam dekapannya.
“Gajinya
lumayan…”
“Kau kan
sudah janji untuk menjadi milikku selamanya, tidak mengkhianatiku, tidak
meninggalkanku. Kenapa malah magang di tempat Stiven?” ucap Luis sembari
mendekap Bela dengan erat.
“Tidak,
belum. Kan hanya kalau ayahmu tidak setuju. Aku akan tetap bekerja padamu,”
ucap Bela mencoba menenangkan Luis.
Luis
langsung melepaskan Bela dari dekapannya dan berjalan masuk ke kamarnya bersiap
mengurung diri. “Kau jahat, kau lebih menyukai Stiven daripada aku,” dan Luis
membanting pintu kamarnya.
Bela
langsung mendekat ke kamar Luis, mengetuk pintunya sebelum melangkah masuk.
Luis menangis dalam diam yang sukses membuat Bela merasa bersalah karena sudah menjadikan
Stiven sebagai bagian dalam pertimbangannya. Padahal Bela tau betapa rapuhnya
Luis tanpanya, betapa lembut perasaan Luis, dan betapa cintanya Luis padanya
hingga mereka bisa sejauh ini.
“Luis…”
panggil Bela lembut sembari naik ke atas tempat tidur dan mengelus bahu Luis
lembut. “Aku tidak menyukai Stiven, itu hanya tawaran biasa. Maaf, aku tidak
akan mempertimbangkannya lagi,” ucap Bela lembut membujuk Luis lalu memeluknya
dari belakang.
Luis
menggeleng pelan. “Tidak Bela, kau tau betul bagaiamana kondisiku. Aku tak
memiliki siapapun, bagaimana bisa kau mempertimbangkan orang lain untuk
meninggalkanku?” ucap Luis sembari menahan isakannya agar suaranya terdengar
jelas meskipun bergetar.
“Luis…”
lirih Bela yang kini benar-benar merasa bersalah. Luis terasa begitu mirip
dengannya, Bela sungguh merasa egois sekarang. Hanya karena sekarang hidupnya
lebih nyaman dan memiliki pilihan ia jadi mulai menjadikan Luis sebagai opsi.
“Kalau kau
pergi, lalu untuk apa aku berjalan sejauh ini?” ucap Luis lalu membalik
tubuhnya menatap Bela dengan linangan airmata yang tak dapat ia sembunyikan.
Bela
menangkup wajah Luis, pria itu begitu lembut dan rapuh namun Luis menampik
tangan Bela dan melah mendekapnya erat. Bela membalas dekapan Luis sembari
mengelus punggungnya.
“A-aku akan
memperjuangkan hubungan kita kalau Ayahmu tidak setuju,” ucap Bela coba
menenangkan Luis.
“Benarkah?”
tanya Luis sembari menyeka airmatanya sendiri.
Bela
langsung mengangguk dengan yakin.
“Kau tidak
boleh menjilat ludahmu sendiri, ingat!”
Bela
kembali mengangguk lelu mengecup bibir Luis singkat yang membuat Luis cukup
kaget.
“B-Bela…k-kau
menciumku?” kaget Luis yang langsung bersemu begitupula dengan Bela.
“A-aku akan
merapikan dapur,” elak Bela berusaha menutupi perasaannya karena sudah lancang
mencium Luis duluan.
Luis
langsung menahan Bela menarik tangannya lalu menarik pinggangnya agar semakin
dekat dengannya, bahkan sampai Bela duduk di pangkuan Luis yang duduk bersandar
di tempat tidurnya.
“Aku
mencintaimu Bela, kita selamanya harus selalu bersama. Apapun yang terjadi,”
ucap Luis dengan serius dan pandangan yang begitu lekat terkunci pada Bela.
Bela
mengangguk pelan dan Luis perlahan tersenyum terlihat begitu lega sebelum ia
mencium kening Bela. Luis menatap Bela dengan senyum sumringahnya, selalu
begitu tiapkali Luis berada di sekitar Bela.
“Anak kita
pasti cantik sepertimu,” ucap Luis lalu melumat bibir Bela dengan lembut.
Bela
memejamkan matanya, ini kali pertamanya berciuman dan kali pertamanya pula di
cumbu. Lembut, lembab, basah, begitu memabukkan, sedikit manis dan beraroma
apel. Bela begitu pasrah menerima setiap sentuhan yang Luis berikan padanya.
“Bela aku
menginginkanmu, benar-benar menjadi milikku, tidak perlu memikirkan orang lain.
Hanya aku, hanya kita, dan mungkin anak kita,” ucap Luis setelah puas melumat
bibir Bela yang kini menatapnya sayu.
Bela
mengangguk bagai tersihir oleh mantra yang Luis ucapkan ditambah cara Luis
memperlakukannya. Kini Bela tak memiliki batasan lagi untuk Luis, Bela
mengizinkan Luis menyentuhnya begitu saja. Bahkan Bela mulai merasakan tonjolan
di balik celana yang Luis kenakan.
“Belaku…punyaku…”
lirih Luis sembari membalik posisinya dengan Bela hingga gadis itu berada di
bawahnya, dalam kungkungannya.