Bab 29 – Direktur Baru
Setelah terakhir pertemuannya dengan ibunya, Erik sudah mulai menunjukkan progres. Ia sudah mau membaca apa yang diberikan Alan padanya. Juga mau berlatih pidato di depan kaca. Meskipun pada malam hari ia akan kembali merengek mencari ibunya hingga pagi hari dan kebiasaannya mencuci tangan juga mengigiti kukunya kembali muncul juga semakin memburuk.
“Bisa kita
tidak memaksakan Erik?” tanya Vivi yang tampak begitu serius ketika mengantar
suami dan putranya itu menuju rumah sakit untuk rapat pemilihan direktur baru.
Alan
langsung menampar Vivi dengan begitu marah. “Kau selalu memanjakannya, kau
selalu mengacaukan semuanya!” bentak Alan begitu marah yang membuat Erik
meringkuk ketakutan sembari memegangi ujung baju ibunya.
Vivi menggenggam
tangan putranya erat-erat. Sementara Alan menatap istri dan anaknya itu dengan
penuh amarah juga rasa jijik karena tak memberikan apa yang ia harapkan.
Ketidak sesuaian atas rencananya yang ia nilai sebagai pembangkangan yang
menghambat seluruh karir dan dinasti yang ingin ia bangun selama ini.
“Kalau aku
menikahi Elis dan bukan dirimu, ini semua tidak akan terjadi!” maki Alan yang
selalu menyesali pernikahannya dengan Vivi.
Vivi hanya
diam sembari mengelus tangan putranya yang ada dalam genggamannya. Vivi yang
hanya seorang model dan hanya tau bagaimana caranya menjadi cantik dan menawan
itu sudah mengambil langkah yang salah. Menjadi kalangan atas dan mengorbankan
banyak hal bahkan jika ia ingat kembali dulu ia juga yang menggoda Alan agar
mencampakan Elis. Ia tak menyangka sama sekali jika Alan yang terlihat bagai
malaikat penolong dan kesatria yang melindunginya ternyata begitu mengerikan
seperti monster.
Ingatan
Vivi juga terus mengular hingga ia teringat betapa sedih dan sakitnya Alan
ketika Elis akhirnya menikahi Damian, dan tak berselang lama mengandung Luis.
Elis yang semula ia anggap sebagai wanita yang ambisius dan terlalu fokus pada
mimpinya ternyata jauh lebih baik dalam membina rumah tangganya. Sekeras apapun
Vivi coba menggantikan posisinya, meniru sikapnya, meniru gayanya ia hanya
menjadi duplikat. Karena pada dasarnya ia memang hanya seorang simpanan,
selingkuhan, duri dalam percintaan Alan dan Elis saat itu.
Sesampai di
rumah sakit, Luis tampak penuh percaya diri. Di temani Bela yang tampak cantik
dan anggun juga Damian yang terlihat dingin dan angkuh seperti biasa. Begitu
berbeda dengan Erik yang masih harus menenangkan diri hingga minum obat, dan Alan
yang tampak kesal melihat Damian yang selalu selangkah di depannya.
Bela naik
ke lantai dua terlebih dahulu bersama Damian sementara Luis yang melihat
kedatangan Erik dan keluarganya menyambut di bawah bersama jajaran staf yang
lain. Alan mendorong bahu Erik pelan agar putranya itu bisa menemui Luis dan
menunjukkan betapa siapnya ia menghadapi rapat penentuan kali ini.
“Berhentilah
terlihat lemah dan jangan membuatku malu!” geram Alan sembari meremas bahu
istrinya dengan cukup kuat.
Vivi
langsung mengangguk ketakutan. Sementara Erik memperhatikannya dengan iba, Erik
begitu takut ibunya terus di sakiti. Erik ingin menyudahi semua kesakitan yang
di alami ibunya.
“Satu, dua,
tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, kau bisa melompat dari sana kalau mau
cepat selesai. Erik yang pemberani,” bisik Luis sembari merangkul Erik
selayaknya mereka keluarga dan akrab sembari menunjuk tiap lantai yang ia
hitung.
“Ah! Itu
istriku! Sayang!” Luis langsung mengalihkan pembicaraan dan berteriak lantang
menyapa istrinya sambil melambaikan tangannya dengan ceria. “Sebentar lagi aku
jadi ayah!” ucap Luis memberitau Erik lalu berjalan bersamanya menuju lantai 2.
Heny
menahan langkahnya setelah mendengar bisikan Luis yang cukup keras itu ada Erik
juga sedikit terkejut karena emosinya begitu mudah berubah dan mengalihkan
pembicaraan dengan begitu mulusnya seolah tak berbuat dosa sedikitpun. Heny
yang selama ini mengira Luis sudah sembuh kini menaruh banyak kecurigaan
padanya. Begitu banyak kejadian janggal bila ia pikir kembali setelah Luis
keluar dari rumah sakit.
Mulai dari
ayah Bela yang meninggal dengan luka-luka pukulan di tubuhnya hingga mengalami
pendarahan dalam, kejadian di apartemen, Stiven yang jadi tersangka menjelang
pemilihan, hingga semua di perkuat dengan kejadian tadi. Heny bergetar
ketakutan hingga tak sengaja menjatuhkan kaleng kopi instannya dan memancing
perhatian Luis yang baru sampai di lantai dua. Luis langsung tersenyum
menatapnya yang membuat Heny benar-benar ketakutan.
“Aku mau
menunggu Ibuku,” ucap Erik yang tak mau pergi bersama Luis.
“Oke,”
jawab Luis sambil menatap Erik sejenak lalu melambaikan tangannya pada Heny
sebelum pergi menemui Bela.
“Psikopat…”
lirih Heny yang tak kuat lagi menahan tubuhnya karena begitu ketakutan.
“dr. Heny!”
seru beberapa staf yang melihat Heny mulai kehilangan keseimbangannya.
Luis
menungu hingga semua jajaran petinggi rumah sakit datang. Luis tampak gugup
sembari menggenggam tangan Bela dan Erik tak kunjung datang hingga staf mulai
mencarinya. Heny yang ketakutan pada Luis juga sudah masuk ke dalam setelah
yakin dirinya baik-baik saja.
Heny terus
memikirkan apa yang ada di pikiran Luis. Karena Luis yang sekarang bersama Bela
begitu berbeda dengan Luis yang ia lihat di loby dan melambaikan tangan padanya
tadi. Luis tampak gugup dan cemas, wajar ini pidatonya dan akan menjadi ajang
penentu kemenangannya. Sementara Bela yang duduk bersamanya tampak begitu
menguatkannya.
“Apapun
yang terjadi kita syukuri. Kita sudah berjalan sejauh ini, apapun hasilnya
tidak usah menyalahkan dirimu, ya…” ucap Bela menenangkan Luis yang di angguki
dengan begitu patuh.
“dr. Erik
melompat dari lantai tujuh!” teriak seorang OB dengan begitu tergopoh-gopoh dan
gemetar di aula.
“Erik!”
seru Luis yang langsung berlari keluar dengan panik dan cemas di susul dengan
semua orang yang kaget juga syok dengan kabar barusan.
Vivi dan
Alan juga ikut berlari keluar dan berlari menuruni tangga, melihat Erik yang
tak sadarkan diri terkapar di loby dengan darah yang mulai mengalir. Semua
orang langsung bergerak cepat menolong Erik, beruntung semua dokter tengah
berkumpul. Meskipun akhirnya pemilihan direktur baru jadi di undur. Tapi
rasanya semua orang sudah sepakat jika Luis adalah pemenangnya.
“Luis!”
panggil Bela yang langsung menarik Luis yang gemetaran menjauh dari orang-orang
yang sigap menolong Erik.
Heny tak
mungkin menyampaikan segala tuduhan dan kecurigaannya pada Luis. Luis terlalu
rapi dan bersih dalam menutupi segalanya kali ini. Bahkan tak satupun ada yang
berani menuduh Luis karena responnya kali ini dan memang dari dulu Luis dan
Erik terlihat begitu akrab, meskipun Heny tau jika keduanya selalu perang
dingin dan segala kedekatan dan keakraban itu hanya sebatas topeng.
“Sudah,
sudah…jangan di lihat,” ucap Bela sembari memeluk Luis yang duduk di kuris
tunggu sembari memeluknya erat. Damian juga ikut memeluknya menutupi Luis agar
tidak melihat Erik yang begitu mengenaskan.
Luis
memalingkan pandangannya sembari menatap sekeliling. Melihat orang-orang yang
iba pada Erik juga dirinya sekaligus, lalu menatap Heny yang sedari tadi
memperhatikannya dengan tajam sebelum menjulurkan telunjuknya di depan bibir
memberi isyarat agar Heny diam lalu kembali memeluk pinggang istrinya seperti
tak terjadi apa-apa padanya.