Bab 28 – Hamil
Semua
rencana Alan kacau. Niat awalnya membawa Stiven kembali untuk memperbaiki nama
baiknya juga nama baik Erik dengan citra yang humanis ternyata tak dapat
menarik simpati sama sekali. Padahal ia juga sudah susah payah merusak mental
Luis bahkan sengaja menyingkirkan Bela agar tidak banyak protes padanya.
Benar-benar segala cara sudah ia coba.
Tapi
kehadiran Luis yang gemetar saat diminta menyuntik dan tetap kekeh untuk tidak
melakukan praktek dan hanya membantu manajemen rumah sakit juga promosi jauh
lebih memikat hati. Luis yang gugup dan mudah meminta maaf bahkan terlihat
trauma malah meluluhkan hati orang-orang. Padahal maksud Alan ingin menunjukkan
betapa tidak kompetennya Luis jika mengurus suntikan saja tidak bisa apalagi
mengurus rumah sakit.
“A-aku
tidak jadi direktur tidak masalah, aku bisa mengurus pet shopku saja,” ucap
Luis yang selalu mempertegas jika ia tak mau membuat resiko.
“Aku sadar
tidak layak melayani manusia, aku akan mengacau segalanya. A-ak-aku hanya ingin
membantu apa yang bisa ku bantu saja.”
Pidato Luis
yang singkat dan mulai menangis di podium juga menunjukkan ke semua orang jika
ia menyesali perbuatannya dengan sungguh-sungguh. Sulit mengalahkan Luis di
pemilihan direktur kali ini. Tak satupun nampak ada simpati pada Alan maupun
Erik dan semakin ia memaksakan diri rasanya semua akan menjadi lebih kacau dan
kacau.
***
“Bagaimana
hasilnya?” tanya Luis yang bangun pagi dan langsung melakukan cek kehamilan
dengan test pack pada Bela.
“Sabar,
belum muncul,” jawab Bela lembut yang sama-sama menunggu dengan Luis.
Luis
langsung memeluk Bela dari belakang sembari mengelus perutnya dengan lembut
penuh harap. “Kalo belum, kita bisa program,” ucap Luis yang sudah deg-degan.
Bela
tersenyum lalu mendongakkan kepalanya untuk mengecup pipi Luis yang sudah
merendahkan tubuhnya untuk Bela.
“Sayang!
Lihat! Dua!” pekik Luis begitu heboh dan antusias melihat dua garis merah di
dalam test packnya.
Bela
mengangguk lalu tersenyum bahagia.
“Aku jadi
ayah!” ucap Luis yang mulai menangis haru begitu pula dengan Bela yang ada
dalam pelukannya.
Pagi ini
terasa begitu bahagia dan penuh haru bagi Bela dan Luis yang akan segera
memiliki momongan. Luis juga langsung mengabari Damian kalau ia akan segera
menjadi kakek. Luis benar-benar bahagia tak ada yang lebih membahagiakannya
daripada hasil tes jika Bela hamil.
“N-nanti
kita USG ya, Ayah yang akan memeriksa,” ucap Luis dengan suara bergetar yang
diangguki Bela. “Nanti aku akan meminta pelayan Ayah untuk ikut bersamaku,”
lanjut Luis sembari menggendong Bela ke kamar dan langsung mendekapnya lagi.
“Hari ini Bela jangan kemana-mana,” ucap Luis sembari menyingkapkan kaos yang
Bela kenakan untuk menciumi perutnya yang masih datar. “Sayang ini ayah…” ucap
Luis meskipun tau jika janin di perut Bela kemungkinan masih dalam bentuk
gumpalan saja.
Sepanjang
hari Luis melayani Bela dengan begitu cekatan, bahkan lebih cekatan daripada
saat sedang menjadi petugas jaga di UGD. Tidak ada morning sick, Bela hanya
sedikit demam dan pusing di pagi hari saja. Tapi Luis memperlakukannya seperti
Bela sedang sakit parah dan terkapar tak berdaya. Semua hal di layani langsung
oleh Luis, mulai sarapan sampai menyalakan TV, dari hal-hal sederhana seperti
mengambil minum sampai membereskan rumah.
“Tenang
Sayang, kau menonton TV dan santai saja. Biar suamimu ini yang mengurus
semuanya,” ucap Luis sembari membersihkan karpet di ruang tengah dengan mesin
penyedot debunya.
Bela
tersenyum melihat betapa pedulinya Luis padanya ketika ia membuka pintu kamar.
Bela memeluk Luis dari belakang, ia begitu berterimakasih pada Luis yang sudah
melakukan banyak hal untuknya juga merawatnya dengan baik.
“Hey,
jangan menggodaku. Kehamilanmu masih sangat muda itu,” ucap Luis menggoda Bela
agar istrinya tak menangis lagi. Meskipun Luis tau Bela menangis karena terharu
bukan sedih.
“Aku tidak
sedang menggodamu ya!” pekik Bela tak terima lalu memukul bahu Luis pelan
sembari tertawa bersama suaminya itu.
“Bersiaplah,
setelah ini kita ke rumah sakit. Aku sudah minta jadwal Ayah untuk memeriksa
cucunya,” ucap Luis lalu mengecup kening Bela. “Sayang, kalau kamarmu jadi
kamar untuk anak kita boleh?” tanya Luis sebelum Bela kembali ke kamar.
“Tentu, aku
baru mau meminta izin,” jawab Bela dengan senyumnya yang merekah.
***
Tak ada hal
yang lebih buruk daripada menjadi tersangka sementara karirnya sudah mulai
bangkit lagi. Menjadi tersangka saja rasanya masih jauh lebih baik, tapi ini
Stiven juga kehilangan ibunya. Rasanya seperti sudah jatuh masih tertimpa
tangga pula. Ponselnya juga disita selama penyidikan dan penahanannya.
Memang
tidak hanya Stiven yang di tahan, ada banyak tertuduh lainnya. Tapi hanya
sebatas pegawai apartemen yang bahkan tak lama di bebaskan karena tak
mencurigakan. Juga beberapa tetangganya yang akhirnya lolos karena obat atau
racun yang mereka miliki terbilang dalam jumlah wajar dan alasan yang mendasar
seperti menghilangkan kecoa atau tikus.
Semua
alasan juga terus menjurus kearah Stiven. Mulai dari hubungan ibunya yang kerap
cekcok dengan tetangga dan terlalu merasa tinggi hati karena Stiven seorang
dokter, juga pemilihan racun arsenik yang cukup rapi yang hanya di ketahui oleh
orang-orang yang paham ilmunya saja, juga soal anjing yang mati setelah di
titipkan ke rumah Stiven. Semua alasan terdengar masuk akal dan semakin
mencurigakan jika memang Stiven yang sengaja melakukan semuanya.
Belum lagi
temuan soal jumlah racun arsenik dan T61 di paket yang ada di kamarnya, pesan
terakhir dari Ema yang mengatakan jika Stiven adalah pembunuh, sampai rekam
jejak jika Stiven pernah melakukan tindakan mal praktek. Semua semakin membuat
Stiven tersudut. Semua alasannya dan sanggahannya juga tak terdengar masuk akal
dan bisa di percaya. Karena sekeras apapun ia menolak atau mencoba membuktikan
semua terasa semakin menyudutkannya. Bahkan pengacaranya pun juga tak dapat
berbuat banyak dan hanya memberi saran agar hukumannya tidak berat.
“Mungkin
kalau Ema mau bersaksi ini akan meringankan semuanya,” ucap si pengacara yang
menaruh harapan pada Ema di pengadilan nantinya.
***
Luis datang
ke rumah sakit bersama Bela dengan wajah yang begitu ceria. Penuh senyum dan
bahagia menuju ruangan tempat Damian akan memeriksa Bela nanti. Luis sempat
berpapasan dengan Heny tapi ia sama sekali tak menyapanya dan hanya fokus pada
istrinya saja. Seolah dunia hanya milik berdua.
Heny
menatap Luis yang kembali seperti dulu. Sehat, bugar, berotot, ceria, dan tentu
murah senyum. Rasanya vidio promosi pet shopnya itu bukan akting, memang Luis
sudah sesembuh dan sebahagia itu bersama Bela. Damian juga terlihat sayang pada
Bela seperti pada Luis, semua orang tau jika Damian sudah tidak mau praktek
lagi tapi demi menantu dan calon cucunya ia mau kembali praktek.
Entah sihir
apa yang Bela berikan tapi hanya dengan kehadiran Bela semua terasa lebih baik
sekarang.
“Aku akan
memajangnya,” ucap Luis sembari memandangi foto USG calon buah hatinya itu
dengan mata yang berbinar dan tampak begitu bangga.
Bela
tersenyum sembari mengangguk dan berjalan bergandengan dengan Luis.
“Hai Luis,
apa kabar?” sapa Heny dengan ramah setelah memberanikan diri sekian lama.
“Hai!” sapa
Luis dengan tampang ramah namun juga bingung lalu menyalaminya sebentar dan
berjalan melalui Heny begitu saja seolah tak pernah saling mengenal. “Nanti aku
akan memasang ini di samping meja kerjaku di kios dan di rumah,” ucap Luis pada
Bela yang kembali di angguki Bela.
“Nanti kita
menginap di rumah Ayah?” tanya Bela yang langsung di angguki Luis.
Heny tak
menyangka dengan respon Luis yang mengabaikannya. Trauma Luis dan kondisi
depresi juga PTSDnya mungkin menghapus memori soal dirinya dan segala kemesraan
yang pernah mereka lalui bersama. Heny yang mengira ia selalu di kejar Luis dan
di cintai secara ugal-ugalan olehnya sekarang merasa jika hanya ia yang jatuh
cinta sendiri selama ini.