Bab 37 – Detektif
“Permisi
benar ini kediaman Nyonya Bela?” tanya dua orang pria yang tiba-tiba bertamu di
rumah Bela tepat menjelang waktu makan malam.
Bela
mengerutkan keningnya lalu mengangguk dengan ketakutan dan pandangan penuh
curiga. Kehidupannya baik-baik saja, tak pernah ada masalah, damai dan begitu
tenang. Bagaimana bisa tiba-tiba ada yang mencarinya begini. Pikiran Bela jadi
kacau, khawatir jika tindakannya dulu ketahuan atau Luis yang terkena masalah.
“I-iya?”
jawab Bela dengan gemetar. “Ada perlu apa?” tanya Bela memberanikan diri.
Kedua pria
itu langsung tersenyum agar Bela tidak terlalu takut padanya. “Ini terkait
keracunan masal di apartemen…”
Bela
menghela nafas lalu mengangguk dan mempersilahkan masuk. “Aku tidak bisa lama, aku
baru akan mengantar makan malam untuk suamiku,” ucap Bela sembari menunjuk
kotak bekal yang belum sempat ia tutup di ruang makannya.
Kedua pria
itu menatap ke arah yang Bela tunjuk lalu mengangguk. “Ini hanya singkat,” ucap
pria berkumis sembari membuka kacamatanya.
Bela
mengangguk.
“Kapan kau
pindah dari apartemen?” tanya pria itu.
Bela
mengerutkan keningnya lalu masuk untuk mengambil berkas penjualan apartemennya
ke pegadaian. “Aku menjual apartemen begitu tau Ayah memerlukan tindakan medis.
Lalu aku tinggal bersama Luis, kami sibuk membuka pet shop, lalu menikah, dan
ya…sekarang ini…” jawab Bela sambil tersenyum mengingat perjalanannya. “Itu
saja?” tanya Bela memastikan.
“Apa Luis
pernah pergi ke apartemenmu sebelumnya?” tanya pria itu kembali.
Bela
mengangguk. “Dia membantuku membawa barang-barang,” jawab Bela.
“Hanya
sekali?” tanya pria itu seolah tak percaya.
“Ah, Luis
juga yang mengurus segala urusan dengan pegadaian saat aku sedang berduka,” jawab
Bela lalu mengambil kembali berkasnya. “Apa ada masalah?” tanya Bela yang kini
tampak khawatir.
Pria itu
menggeleng pelan lalu kembali memakai kacamatanya. “Kami melihat pria
mencurigakan datang ke apartemen saat hujan dengan jas hujan hitam,” pria itu
menunjukkan foto yang ada di dalam ponselnya.
Bela
melihatnya. Jelas itu Luis, Bela yakin jika itu suaminya. Bela sangat hafal
bagaimana perawakan tubuh Luis, namun ia coba menyembunyikan keterkejutannya.
Mengingat malam saat kejadian adalah malam yang sama setelah ia mengadu pada
Luis soal Deby yang membulinya. Di tambah Luis yang pulang dengan tangan yang
berkerut.
“Mungkin
itu satpam jaga, kadang ada satpam yang berkeliling,” ucap Bela yang ikut
menduga-duga.
Namun tak
lama terdengar suara pintu di buka, Luis tiba-tiba pulang sambil membawa
tumpukan berkas yang seharusnya ia baca di kantornya.
“Sayang,
aku baru akan mengantar makan malammu,” sambut Bela lalu menghampiri Luis untuk
memeluk dan menciumnya.
“Aku terus
memikirkanmu, jadi tidak tenang. Makannya aku memutuskan untuk pulang saja,” jawab
Luis lalu mengelus perut Bela dan mengecup bibirnya lembut. “Oh, ada tamu,”
ucap Luis pura-pura terkejut melihat dua orang pria asing di rumahnya.
“Kami
permisi,” pamit pria itu yang langsung pergi begitu mendengar sapaan Luis yang
ramah.
Luis
mengerutkan alisnya heran namun bela mengangguk ramah meskipun pada akhirnya
keduanya kompak mengantar sampai keluar.
“Kau
memasak apa hari ini?” tanya Luis dengan wajah yang ceria sembari merangkul
Bela masuk setelah mengunci gerbang depan.
“Aku
membuatkan ayam goreng, tumisan, dan puding,” jawab Bela lembut lalu
menunjukkan jarinya yang terluka.
“Oh ya
ampun! Istriku pasti sudah sangat bekerja keras,” ucap Luis lalu menggenggam
tangan Bela sembari mempersilahkannya masuk terlebih dahulu sebelum menyusulnya
masuk sambil menutup pintu.
Luis
sengaja menunjukkan betapa hangat dan romantis hubungannya dengan Bela. Ia
yakin dua pria tadi masih ada di sekitar rumahnya.
“Sayang,
kemari!” seriu Bela sembari menarik tangan Luis melintasi ruang tengah
menyalakan TV lalu masuk ke kamar.
Luis
tersenyum kecil melihat apa yang Bela lakukan. Ia membiarkannya dan memilih
untuk fokus menurutinya saja. “Ada apa hmm?” tanya Luis lalu duduk di tempat
tidur dan untuk memangku Bela seperti biasanya.
“Mereka
mencarimu, mereka mencurigaimu…” ucap Bela dengan suara bergetar.
Luis
mengerutkan keningnya, tebakannya tak meleset yang datang kerumahnya barusan
memang detektif sewaan.
“Bagaimana
kau tau mereka mencariku?” tanya Luis sembari mengelus punggung dan pinggang
Bela dengan lembut.
“Kau yang
melakukan semuanya di apartemenku dulu…kan?” tanya Bela dengan ragu khawatir
menyinggung atau menyudutkan Luis.
Luis
tersenyum lalu mengangguk. “Mereka begitu kejam padamu, ini sepadan. Aku juga
yang membunuh ayahmu dan membawanya ke rumah sakit, aku akan menyingkirkan
semuanya yang membuatmu sakit, membuatmu terluka,” ucap Luis lalu memeluk Bela
sembari mengecup keningnya.
Bela
menghela nafas lalu membalas pelukan Luis. Perasaannya begitu kacau. Memang
benar ia ingin menyingkirkan semua orang dan Luis sudah melakukannya. Tapi ia
tak mau jika semua akan jadi kacau begini.
“Kau tidak
terkejut?” tanya Luis yang kini jadi kaget sendiri setelah pengakuannya.
“Ayahku
masih hidup saat kau membawanya ke rumah sakit, aku menyuntikkan suntikan
kosong agar dia mati perlahan,” jawab Bela lalu menatap Luis.
Luis
tertawa mendengar pengakuan Bela. Pantas saja rencananya di awal sempat
bergeser dan jadi makin menyenangkan, ternyata ada dalang lain di baliknya.
Bela menghela nafas lalu menggeser duduknya ke samping Luis.
“Aku
mengatakan pada mereka jika kau membantuku mengurus berkas saat aku berduka,
kau juga membantuku pindah dari sana. Aku bingung harus membuat alasan apa
lagi,” ucap Bela.
“Kalau
mereka mencariku katakan saja seperti yang biasanya kau tau. Aku juga akan
mengatakan hal yang sama, kita harus saling melindungi,” ucap Luis menenangkan
Bela lalu melumat bibirnya lembut.
Bela
membalas lumatan Luis lalu mengangguk pelan. “Kita harus berhati-hati,” ucap
Bela lembut lalu bersandar di bahu Luis. “Hidupku sudah sangat bahagia
sekarang, kita juga akan memiliki anak. Bagaimana bisa jadi kac…”
“Aku janji
semua akan baik-baik saja, tenangkan pikiranmu. Selama kita bersama, semua akan
baik-baik saja,” ucap Luis lalu mengecup kening Bela sebelum mandi dan makan
malam bersama.
Berhubung
Luis tak jadi lembur, Bela mengganti bajunya dengan lingerie sexy yang di
tutupi dengan kimono satin yang berbahan jatuh yang menunjukkan betapa indah
lekuk tubuhnya. Luis makan dengan lahap seperti biasanya, tak ada komplain dari
masakan istrinya. Lalu memandang makanan di piring Bela yang tak kunjung habis.
“Kenapa?
Masih kepikiran?” tebak Luis yang di angguki Bela. Luis tersenyum mencoba
mengerti kekhawatiran Bela lalu menggenggam tangannya dengan lembut. “Tak ada
barang bukti kuat untuk menyudutkanku, aku sudah melakukan pengakuan dosa
padamu. Kau juga sudah melakukan pengakuan dosa, kita tidak usah membahas itu
lagi. Fokus saja pada anak kita, keluarga kita, pet shop, menu makan tiap hari,
tidak usah membahas yang membuatmu stress begini,” ucap Luis menguatkan Bela.
Bela
mengangguk lalu tersenyum kecil sebelum mulai makan kembali.
“Oh iya,
Bibi Vivi akan bercerai dengan Paman Alan. Menurutmu apakah aku perlu
membantunya sebagai saksi?” tanya Luis mengalihkan pembicaraan agar ada hal
lain yang bisa di bahas dengan istrinya.
“Siapa?
Bibi atau Paman?” tanya Bela memastikan.
“Bibi Vivi
lah, untuk apa aku menolong iblis,” jawab Luis lalu bangun dari duduknya
setelah makanan di piring Bela habis sekaligus mengambil piring kosong milik
Bela dan mengurus dapur sembari mengobrol dengan istrinya itu. “Tadi Bibi
memberiku foto hasil visumnya, sepertinya Paman cukup kejam di rumah,” ucap
Luis sambil mencuci piring.
Bela
menghela nafas lalu mengangguk. “Ya, ku rasa kau perlu membantunya. Lalu kita
tidak usah terlibat lagi dengan mereka. Bagaimana menurutmu?”
Luis
mengangguk sambil tersenyum. “Kalau istriku bilang begitu, apa boleh buat.”
Bela
tersipu dengan jawaban Luis di tambah Luis yang langsung membuatkannya susu
hangat dan lanjut bermesraan di ruang tengah sembari membaca berkas-berkas yang
di berikan Vivi tadi. Sembari sesekali mengelus perut Bela dengan lembut
merasakan kehidupan baru di dalamnya.