0
Home  ›  Chapter  ›  Poison

Bab 15 – Persiapan Makan Malam

 

Bab 15 – Persiapan Makan Malam-1

Luis menyiapkan masakan terbaiknya untuk sarapan pagi ini. Ia merasa perlu memanjakan Bela lebih lagi agar ia merasa nyaman tinggal di rumahnya setelah bercinta dari semalam hingga pagi tadi. Luis juga ingin agar pengalaman bercinta dengannya semalam benar-benar membuat Bela ketagihan. Setidaknya Luis tidak perlu repot meyakinkan atau membujuk Bela jika ia mau lagi.

“Luis…” panggil Bela yang sudah mandi dan terlihat rapi dengan dasternya.

“Hai!” saut Luis lalu mendekat pada Bela meninggalkan dapurnya sejenak untuk memeluk dan mencium gadisnya itu. “Aku membuat krim sup,” ucap Luis lalu kembali ke dapur sementara Bela duduk manis di ruang makan mengamati Luis yang tinggal menyajikan masakannya saja.

“Kau terlihat bugar sekali,” puji Bela sembari menuangkan airminum ke gelasnya.

“Tentu, semalam begitu menyenangkan. Bagaimana bisa aku lesu?”

Bela tertawa kecil mendengar ucapan Luis.

“Kau bisa istirahat lagi kalau mau, aku bisa mengurus hewan-hewan sendirian,” ucap Luis sembari menyajikan sarapan untuknya dan Bela.

Bela tersenyum dan kembali mengangguk. “Kakiku sedikit nyeri, tapi tidak masalah sebenarnya. Ku pikir lagi ini kan baru mulai, kalau aku sudah sering bolos nanti kita jadi memerlukan karyawan. Padahal kita baru merintis,” ucap Bela lembut lalu mulai menikmati sarapannya.

Luis tersenyum lalu mengangguk. Luis senang Bela ikut memikirkannya juga bisnisnya. Luis senang mendapat perhatian besar dari Bela seperti ini, ia merasa lengkap, hangat, dan utuh kembali.

“Nanti malam kita ke rumah Ayahku. Aku sudah bilang padanya jika ingin menikahimu,” Luis menunjukkan chatting di ponselnya pada Bela. “Seharusnya dia setuju,” ucap Luis sembari menambahkan potongan ayam yang ada di mangkuknya ke mangkuk Bela.

Bela membelalakkan matanya kaget, ia tak menyangka Luis akan secepat itu ke arah serius dengannya. “Aamiin…” hanya itu yang bisa Bela katakan lalu kembali menyantap makanannya. “A-aku harus pakai apa? Aku tidak mau terlihat buruk,” ucap Bela gugup.

“Pakai daster juga tidak masalah, apa mau sekarang?” Luis begitu santai.

“J-jangan! Apa kata ayahmu nanti jika melihat calon menantunya berpenampilan buruk?” ucap Bela yang terlihat panik dan gugup namun lucu bagi Luis.

“Oh iya, aku membuka lowongan magang dan part time juga di pet shop kita. Jadi kita tidak terlalu repot nantinya,” ucap Luis melapor pada Bela dengan bangga.

Bela ingin protes sebenarnya, tapi ia memilih untuk menghela nafas dan tersenyum sambil mengangguk. Bela yakin Luis tau yang terbaik.

“Aku berangkat dulu, nanti siang saja baru ke kios. Kau bisa istirahat dulu,” ucap Luis menyelesaikan sarapannya.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Bela mengangguk pelan. “Nanti akan ku bawakan makan siang,” ucap Bela lalu menyelesaikan makannya sebelum mengantar Luis sampai depan dan memeluk serta menciumnya sebelum berangkat seperti sepasang suami istri sungguhan.

“Aku akan menjemputmu nanti,” ucap Luis lalu masuk kedalam mobilnya.

***

Damian masih memandangi foto keluarganya di ruang kerjanya. Memandangi betapa cerianya Luis juga mendiang istrinya. Keluarganya begitu bahagia, sampai kejadian itu datang. Sejujurnya Damian tak membenci Luis, ia hanya kalab saat itu dan tak sengaja meluapkan semuanya pada Luis. Damian masih sama seperti dulu, masih menjadi ayah yang selalu bangga pada Luis meskipun gengsinya begitu tinggi.

Kabar jika Luis memutuskan untuk menikah terdengar bagai déjà vu baginya. Dulu Luis juga akan menikah kalau saja tak ada masalah dan mentalnya tidak drop. Putranya yang memiliki masa depan begitu cemerlang dan api ambisi yang berkobar begitu besar itu tiba-tiba hancur dan kembali ke titik nol. Luis kehilangan segalanya, Damian pun juga hampir kehilangan segalanya jika Luis ikut mati kala itu.

Beruntung aku hanya memiliki seorang anak tak berguna sepertimu!” Damian masih ingat betapa tajam ucapannya kala itu.

Luis kehilangan ibunya, dan satu-satunya tempat Luis untuk pulang juga kekuatannya hanya Damian. Tapi kala itu ia malah memaki Luis dan ikut menyalahkannya. Luis sendirian, di tinggalkan semua orang. Bahkan selama Luis dirawat Damian juga tak pernah datang membesuk, terlalu trauma dengan rumah sakit dan tak kuat melihat kondisi Luis. Menghadapi semua kekacauan yang entah mulainya darimana.

“Siapa Bela?” gumam Damian yang begitu penasaran dengan gadis yang sukses membawa Luis kembali memulai hidupnya lagi, menyalakan api dalam jiwa putranya itu kembali.

Damian juga memandangi brosur kios milik Luis dan entah sudah berapa kali ia menonton vidio promosi yang Luis buat sebagai iklan. Memandangi wajah putranya yang kembali tersenyum ceria seperti dulu saat mengisi talk show. Luis terlihat ceria menjelaskan apa saja yang ada di pet shopnya. Tak ada mata cekung yang menggelap atau sembab karena menangis, tak ada tubuh kurus dan pipi yang kelewat tirus. Tubuhnya juga terlihat berisi, berotot dan sehat. Begitu berprogres setelah mengenal Bela.

“Siapkan makan malam kesukaan Luis,” ucap Damian pada pelayannya lalu pergi ke kamarnya untuk memilih pakaian yang akan ia kenakan nanti malam.

***

“Kau menghitung apa?” tanya Luis yang melihat Bela dari tadi duduk di tengah-tengah ruang penitipan bersama seekor anak anjing yang terlelap di pangkuannya dan seekor kucing yang bersandar padanya, sementara Bela terus menghitung dengan kalkulator di sampingnya.

“Ah ini, aku ingin membeli ini,” jawab Bela menunjukkan beberapa gaun santai yang ada di toko online.

“Untuk bertemu ayahku?” tebak Luis lalu duduk di samping Bela dan langsung di hampiri anjing mini pom milik Ema.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Bela mengangguk sambil tersenyum. “Aku ingin menunjukkan kesan baik,” jawabnya yang membuat Luis tertawa. Bela tersipu melihat reaksi calon suaminya itu yang tertawa lepas karenanya. Ini kali pertamanya punya hubungan asmara dan langsung ke arah serius. Luis juga teman pertamanya yang sungguh-sungguh menjadi temannya, wajar rasanya Bela ingin menunjukkan yang terbaik.

“Lalu kenapa membawa kalkulator?” tanya Luis.

“Menghitung harganya,” jawab Bela polos yang kembali membuat Luis tertawa terbahak-bahak.

Setelah puas tertawa Luis memberikan ponselnya pada Bela dan bangkit dari duduknya setelah mendengar lonceng pintu berbunyi menandakan ada pelanggan masuk. “Beli saja aku yang bayar,” ucap Luis sebelum pergi ke depan.

Tapi bila Luis mengira Bela akan membeli hanya untuknya ia salah besar. Karena saat Bela mulai menggunakan ponselnya ia malah asik melihat-lihat pakaian bayi dan perintilan lainnya.

“Sepertinya aku memakai yang ada saja,” ucap Bela lalu mengembalikan ponsel Luis.

“Kenapa?” tanya Luis lembut sembari merangkul Bela.

“Kita perlu punya banyak tabungan untuk anak kita,” jawab Bela yang benar-benar meluluhkan hati Luis.

Senyum sumringah juga langsung terpatri di bibir Luis yang begitu senang dengan cara Bela menjawab dan pola pikirnya yang begitu tulus.

“Tidak papa, belilah. Kau perlu baju baru,” jawab Luis memaksa.

Tapi di tengah kemesraannya tiba-tiba Ema datang untuk menjemput Ciko yang jauh lebih awal dari biasanya.

“Tumben sudah datang,” sapa Bela dengan ramah.

“I-iya…” jawab Ema canggung. “Sepertinya besok Ciko tidak di titipkan disini lagi,” ucap Ema mendadak yang terlihat begitu tidak enak hati terlebih melihat Bela dan Luis yang begitu telaten mengurus anjingnya itu hingga Ciko terus berlarian di sekitar Luis dengan begitu ceria.

Bela langsung bertukar pandangan dengan Luis.

“Ah iya tidak masalah,” jawab Luis mencairkan suasana dengan senyum ramahnya.

“K-kalau boleh tau, kenapa?” tanya Bela sembari mengambilkan Ciko untuk di bawa pulang Ema.

Ema tak menjawab dan langsung permisi pergi begitu saja meninggalkan Luis dan Bela yang sudah memberikan pelayanan terbaiknya juga pelayanan terbaik yang bisa Ema temukan, sebenarnya. Bela terlihat sedih karena pelanggannya yang belum banyak kini hilang satu, padahal ia sudah berusaha dengan baik. Sementara Luis langsung merangkul dan mengecup kening Bela agar gadis itu tidak bersedih.

“Sudahlah, jangan terlalu di pikirkan,” hibur Luis lalu kembali mengajak Bela bermain dengan hewan-hewan yang di titipkan seolah Ema bukan masalah besar baginya.

***

Ema membawa Ciko ke apartemen Stiven. Sekarang jauh lebih sempit dari sebelumnya dan lebih banyak barang-barang. Ema jadi menyesal sudah menarik paksa anjingnya dari pet shop milik Luis yang begitu nyaman.

Deby yang melihat Ema mengajak Ciko ke apartemennya juga tampak kesal. Apartemennya sudah sempit dan ia masih harus berbagi ruangan dengan anjing milik Ema yang akan mengencingi sofa atau kaki mejanya. Belum lagi suara gong-gongannya yang membuat Deby tak bisa beristirahat.

“Kenapa dititipin kesini lagi?” tanya Deby pada Stiven dengan kesal melihat Ciko yang langsung di tinggal Ema pergi ke acara pelatihan selama tiga hari kedepan.

Stiven hanya diam ia bingung harus menjelaskan dari mana dan bagaimana, tak berselang lama Stiven juga dapat panggilan untuk segera ke rumah sakit menggantikan temannya menjaga UGD. Deby yang tak mau repot juga langsung memasukkan Ciko ke kandangnya begitu saja.

Ciko jelas tidak suka dimasukkan ke dalam kandang yang sempit, setelah biasa bermain dan bebas ketika bersama Luis dan Bela. Ciko langsung menggonggong dan menangis ketika Stiven pergi. Ciko benar-benar ribut memprotes ketidak nyamanannya yang langsung di bentak dan di pukul Deby hingga ia terpojok di kandangnya meringkuk ketakutan.

“Anjing bodoh! Anjing bodoh!” bentak Deby penuh emosi meluapkan kemarahannya pada Ciko meskipun anjing itu sudah meringkuk ketakutan.

39
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share