Bab 15 – Persiapan Makan Malam
Luis
menyiapkan masakan terbaiknya untuk sarapan pagi ini. Ia merasa perlu
memanjakan Bela lebih lagi agar ia merasa nyaman tinggal di rumahnya setelah
bercinta dari semalam hingga pagi tadi. Luis juga ingin agar pengalaman
bercinta dengannya semalam benar-benar membuat Bela ketagihan. Setidaknya Luis
tidak perlu repot meyakinkan atau membujuk Bela jika ia mau lagi.
“Luis…”
panggil Bela yang sudah mandi dan terlihat rapi dengan dasternya.
“Hai!” saut
Luis lalu mendekat pada Bela meninggalkan dapurnya sejenak untuk memeluk dan
mencium gadisnya itu. “Aku membuat krim sup,” ucap Luis lalu kembali ke dapur
sementara Bela duduk manis di ruang makan mengamati Luis yang tinggal
menyajikan masakannya saja.
“Kau
terlihat bugar sekali,” puji Bela sembari menuangkan airminum ke gelasnya.
“Tentu,
semalam begitu menyenangkan. Bagaimana bisa aku lesu?”
Bela
tertawa kecil mendengar ucapan Luis.
“Kau bisa
istirahat lagi kalau mau, aku bisa mengurus hewan-hewan sendirian,” ucap Luis
sembari menyajikan sarapan untuknya dan Bela.
Bela
tersenyum dan kembali mengangguk. “Kakiku sedikit nyeri, tapi tidak masalah
sebenarnya. Ku pikir lagi ini kan baru mulai, kalau aku sudah sering bolos
nanti kita jadi memerlukan karyawan. Padahal kita baru merintis,” ucap Bela
lembut lalu mulai menikmati sarapannya.
Luis
tersenyum lalu mengangguk. Luis senang Bela ikut memikirkannya juga bisnisnya.
Luis senang mendapat perhatian besar dari Bela seperti ini, ia merasa lengkap,
hangat, dan utuh kembali.
“Nanti
malam kita ke rumah Ayahku. Aku sudah bilang padanya jika ingin menikahimu,”
Luis menunjukkan chatting di ponselnya pada Bela. “Seharusnya dia
setuju,” ucap Luis sembari menambahkan potongan ayam yang ada di mangkuknya ke
mangkuk Bela.
Bela
membelalakkan matanya kaget, ia tak menyangka Luis akan secepat itu ke arah
serius dengannya. “Aamiin…” hanya itu yang bisa Bela katakan lalu kembali
menyantap makanannya. “A-aku harus pakai apa? Aku tidak mau terlihat buruk,”
ucap Bela gugup.
“Pakai
daster juga tidak masalah, apa mau sekarang?” Luis begitu santai.
“J-jangan!
Apa kata ayahmu nanti jika melihat calon menantunya berpenampilan buruk?” ucap
Bela yang terlihat panik dan gugup namun lucu bagi Luis.
“Oh iya,
aku membuka lowongan magang dan part time juga di pet shop kita. Jadi kita
tidak terlalu repot nantinya,” ucap Luis melapor pada Bela dengan bangga.
Bela ingin
protes sebenarnya, tapi ia memilih untuk menghela nafas dan tersenyum sambil
mengangguk. Bela yakin Luis tau yang terbaik.
“Aku
berangkat dulu, nanti siang saja baru ke kios. Kau bisa istirahat dulu,” ucap
Luis menyelesaikan sarapannya.
Bela
mengangguk pelan. “Nanti akan ku bawakan makan siang,” ucap Bela lalu
menyelesaikan makannya sebelum mengantar Luis sampai depan dan memeluk serta
menciumnya sebelum berangkat seperti sepasang suami istri sungguhan.
“Aku akan
menjemputmu nanti,” ucap Luis lalu masuk kedalam mobilnya.
***
Damian
masih memandangi foto keluarganya di ruang kerjanya. Memandangi betapa cerianya
Luis juga mendiang istrinya. Keluarganya begitu bahagia, sampai kejadian itu
datang. Sejujurnya Damian tak membenci Luis, ia hanya kalab saat itu dan tak
sengaja meluapkan semuanya pada Luis. Damian masih sama seperti dulu, masih
menjadi ayah yang selalu bangga pada Luis meskipun gengsinya begitu tinggi.
Kabar jika
Luis memutuskan untuk menikah terdengar bagai déjà vu baginya. Dulu Luis juga
akan menikah kalau saja tak ada masalah dan mentalnya tidak drop. Putranya yang
memiliki masa depan begitu cemerlang dan api ambisi yang berkobar begitu besar
itu tiba-tiba hancur dan kembali ke titik nol. Luis kehilangan segalanya,
Damian pun juga hampir kehilangan segalanya jika Luis ikut mati kala itu.
“Beruntung
aku hanya memiliki seorang anak tak berguna sepertimu!” Damian masih ingat
betapa tajam ucapannya kala itu.
Luis
kehilangan ibunya, dan satu-satunya tempat Luis untuk pulang juga kekuatannya
hanya Damian. Tapi kala itu ia malah memaki Luis dan ikut menyalahkannya. Luis
sendirian, di tinggalkan semua orang. Bahkan selama Luis dirawat Damian juga
tak pernah datang membesuk, terlalu trauma dengan rumah sakit dan tak kuat
melihat kondisi Luis. Menghadapi semua kekacauan yang entah mulainya darimana.
“Siapa Bela?”
gumam Damian yang begitu penasaran dengan gadis yang sukses membawa Luis
kembali memulai hidupnya lagi, menyalakan api dalam jiwa putranya itu kembali.
Damian juga
memandangi brosur kios milik Luis dan entah sudah berapa kali ia menonton vidio
promosi yang Luis buat sebagai iklan. Memandangi wajah putranya yang kembali
tersenyum ceria seperti dulu saat mengisi talk show. Luis terlihat ceria menjelaskan
apa saja yang ada di pet shopnya. Tak ada mata cekung yang menggelap atau
sembab karena menangis, tak ada tubuh kurus dan pipi yang kelewat tirus.
Tubuhnya juga terlihat berisi, berotot dan sehat. Begitu berprogres setelah
mengenal Bela.
“Siapkan
makan malam kesukaan Luis,” ucap Damian pada pelayannya lalu pergi ke kamarnya
untuk memilih pakaian yang akan ia kenakan nanti malam.
***
“Kau
menghitung apa?” tanya Luis yang melihat Bela dari tadi duduk di tengah-tengah
ruang penitipan bersama seekor anak anjing yang terlelap di pangkuannya dan
seekor kucing yang bersandar padanya, sementara Bela terus menghitung dengan
kalkulator di sampingnya.
“Ah ini,
aku ingin membeli ini,” jawab Bela menunjukkan beberapa gaun santai yang ada di
toko online.
“Untuk
bertemu ayahku?” tebak Luis lalu duduk di samping Bela dan langsung di hampiri
anjing mini pom milik Ema.
Bela
mengangguk sambil tersenyum. “Aku ingin menunjukkan kesan baik,” jawabnya yang
membuat Luis tertawa. Bela tersipu melihat reaksi calon suaminya itu yang
tertawa lepas karenanya. Ini kali pertamanya punya hubungan asmara dan langsung
ke arah serius. Luis juga teman pertamanya yang sungguh-sungguh menjadi
temannya, wajar rasanya Bela ingin menunjukkan yang terbaik.
“Lalu
kenapa membawa kalkulator?” tanya Luis.
“Menghitung
harganya,” jawab Bela polos yang kembali membuat Luis tertawa terbahak-bahak.
Setelah
puas tertawa Luis memberikan ponselnya pada Bela dan bangkit dari duduknya
setelah mendengar lonceng pintu berbunyi menandakan ada pelanggan masuk. “Beli
saja aku yang bayar,” ucap Luis sebelum pergi ke depan.
Tapi bila
Luis mengira Bela akan membeli hanya untuknya ia salah besar. Karena saat Bela
mulai menggunakan ponselnya ia malah asik melihat-lihat pakaian bayi dan
perintilan lainnya.
“Sepertinya
aku memakai yang ada saja,” ucap Bela lalu mengembalikan ponsel Luis.
“Kenapa?”
tanya Luis lembut sembari merangkul Bela.
“Kita perlu
punya banyak tabungan untuk anak kita,” jawab Bela yang benar-benar meluluhkan
hati Luis.
Senyum
sumringah juga langsung terpatri di bibir Luis yang begitu senang dengan cara
Bela menjawab dan pola pikirnya yang begitu tulus.
“Tidak
papa, belilah. Kau perlu baju baru,” jawab Luis memaksa.
Tapi di
tengah kemesraannya tiba-tiba Ema datang untuk menjemput Ciko yang jauh lebih
awal dari biasanya.
“Tumben
sudah datang,” sapa Bela dengan ramah.
“I-iya…”
jawab Ema canggung. “Sepertinya besok Ciko tidak di titipkan disini lagi,” ucap
Ema mendadak yang terlihat begitu tidak enak hati terlebih melihat Bela dan
Luis yang begitu telaten mengurus anjingnya itu hingga Ciko terus berlarian di
sekitar Luis dengan begitu ceria.
Bela
langsung bertukar pandangan dengan Luis.
“Ah iya
tidak masalah,” jawab Luis mencairkan suasana dengan senyum ramahnya.
“K-kalau
boleh tau, kenapa?” tanya Bela sembari mengambilkan Ciko untuk di bawa pulang
Ema.
Ema tak
menjawab dan langsung permisi pergi begitu saja meninggalkan Luis dan Bela yang
sudah memberikan pelayanan terbaiknya juga pelayanan terbaik yang bisa Ema
temukan, sebenarnya. Bela terlihat sedih karena pelanggannya yang belum banyak
kini hilang satu, padahal ia sudah berusaha dengan baik. Sementara Luis
langsung merangkul dan mengecup kening Bela agar gadis itu tidak bersedih.
“Sudahlah,
jangan terlalu di pikirkan,” hibur Luis lalu kembali mengajak Bela bermain
dengan hewan-hewan yang di titipkan seolah Ema bukan masalah besar baginya.
***
Ema membawa
Ciko ke apartemen Stiven. Sekarang jauh lebih sempit dari sebelumnya dan lebih
banyak barang-barang. Ema jadi menyesal sudah menarik paksa anjingnya dari pet
shop milik Luis yang begitu nyaman.
Deby yang
melihat Ema mengajak Ciko ke apartemennya juga tampak kesal. Apartemennya sudah
sempit dan ia masih harus berbagi ruangan dengan anjing milik Ema yang akan
mengencingi sofa atau kaki mejanya. Belum lagi suara gong-gongannya yang
membuat Deby tak bisa beristirahat.
“Kenapa
dititipin kesini lagi?” tanya Deby pada Stiven dengan kesal melihat Ciko yang
langsung di tinggal Ema pergi ke acara pelatihan selama tiga hari kedepan.
Stiven
hanya diam ia bingung harus menjelaskan dari mana dan bagaimana, tak berselang
lama Stiven juga dapat panggilan untuk segera ke rumah sakit menggantikan
temannya menjaga UGD. Deby yang tak mau repot juga langsung memasukkan Ciko ke
kandangnya begitu saja.
Ciko jelas
tidak suka dimasukkan ke dalam kandang yang sempit, setelah biasa bermain dan
bebas ketika bersama Luis dan Bela. Ciko langsung menggonggong dan menangis
ketika Stiven pergi. Ciko benar-benar ribut memprotes ketidak nyamanannya yang
langsung di bentak dan di pukul Deby hingga ia terpojok di kandangnya meringkuk
ketakutan.
“Anjing
bodoh! Anjing bodoh!” bentak Deby penuh emosi meluapkan kemarahannya pada Ciko
meskipun anjing itu sudah meringkuk ketakutan.