0
Home  ›  Chapter  ›  Poison

Bab 11 – Kios Baru

 

Bab 11 – Kios Baru-1

Bela hanya mengurus rumah dan membaca beberapa buku koleksi Luis selama mengambil cuti yang berujung pemecatannya secara sepihak dari rumah sakit. Luis tak terkejut dengan cara Alan yang begitu licik, meskipun Bela terlihat sedih dan bingung harus apa sekarang.

“Bela, ayo ikut aku!” ajak Luis saat sedang sarapan bersama Bela.

“Kemana?” tanya Bela yang kaget tiba-tiba Luis mengajaknya pergi.

“Ke klinikku, sudah 80% jadi,” jawab Luis dengan antusias.

Bela langsung tersenyum sumringah dan mengangguk lalu berlari ke kamarnya untuk bersiap-siap pergi bersama Luis. Lokasi klinik tak jauh dari rumah, namun cukup strategis karena ada di dekan kantor-kantor besar dan pertokoan lain.

“Kemarin aku sudah memasang beberapa iklan di internet, aku juga meminta bantuan untuk menyebar brosur, kemarin beberapa orang mulai bertanya kapan buka. Ini pasti menyenangkan, kita bisa merawat binatang seharian,” ucap Luis dengan antusias menceritakan planing dan capaian kecilnya.

Bela mendengarkan dengan penuh perhatian dan sama antusiasnya dengan Luis. “Aku tidak bisa membayangkan betapa banyaknya kucing dan anjing yang ada nanti,” ucap Bela dengan berbinar-binar.

“Sampai,” ucap Luis dengan bangga menunjukkan kios ruko yang akan jadi kliniknya.

“Keren sekali, apa aku akan tinggal disini?” tanya Bela sembari mendongakkan kepalanya memandangi interior dan segala perintilan di dalam.

“Hah? Kenapa?” alis Luis langsung berkerut mendengar pertanyaan Bela.

“Ya, aku kan bekerja untukmu,” jawab Bela santai lalu melihat tumpukan pakan hewan.

“Tidak! Kau tetap tinggal bersamaku! Enak saja tinggal disini! Kalau kau disini siapa yang mengurusku nanti?” omel Luis yang terdengar manja dan posesif pada Bela.

Bela tersenyum mendengar omelan Luis lalu memandangnya, memandang pria yang menyelamatkan hidup ibunya dan sekarang menyelamatkannya. Pria yang begitu mandiri dan pendiam, namun juga manja dan rapuh. Pria yang jauh lebih tua darinya dan Bela begitu menyayanginya sejak pertama mereka bertemu kembali.

“Ini kita tinggal memasang papan nama lalu menunggu pemasangan TV, CCTV, kasir…em…”

Bela langsung memeluk Luis dari belakang dengan erat, menghirup aroma tubuh maskulin Luis dalam-dalam. “Aku senang bisa bekerja denganmu Dokter…”

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

“Luis…” Luis mengingatkan lalu mengelus tangan Bela yang memeluknya. “Bela ayo menikah, aku tidak memaksa, tidak sekarang. Maksudku, aku hanya merasa sudah cocok denganmu…i-ini terburu-buru…u-uangku juga belum banyak, maksudku aku punya uang…t-tapi…” Luis begitu gugup menjelaskan bagaimana perasaannya dan ingin meralat ucapannya yang terasa sudah terlalu gegabah.

Bela terdiam kaget, tapi setelahnya ia langsung mengangguk dengan semburat kemerahan yang mulai muncul di wajahnya.

Luis langsung memalingkan wajahnya yang ikut bersemu. Besok usianya genap 40 tahun, teman seusianya sudah mengurus anak-anaknya, mengantar sekolah, mungkin juga punya anak ke dua atau tiga, ada juga yang sudah mengurus perceraian dan pernikahan lagi, sementara Luis ia bahkan baru akan memulai kisah cintanya.

“A-aku akan membeli minum di luar…” ucap Bela gugup.

Luis mengangguk lalu memberikan dompetnya pada Bela.

Bela tersenyum menerima dompet Luis, rasanya mereka sudah benar-benar seperti pasangan sungguhan sekarang. Sebenarnya ia tidak ingin benar-benar pergi dari kios, ia hanya bingung mengekspresikan perasaannya sekarang dan jadi salah tingkah begini. Berpura-pura jika ia sering dapat perlakuan seperti ini juga mustahil, Luis sudah mengenalnya luar dalam.

Bela tak bisa menyembunyikan senyum sumringahnya. Tak ada yang lebih membuatnya bahagia selain mendengar ajakan dari Luis untuk menikah. Bela sudah membayangkan betapa indah dan bahagia kehidupannya nanti. Memiliki anak, mengurus rumah dan suami, memasak, semua akan jauh lebih baik dan jauh lebih indah.

“B-Bela…” sapa Erik yang baru keluar dari coffee shop yang baru akan Bela masuki.

Bela yang semula tersenyum sumringah kini perlahan kehilangan senyumnya. Ia teringat pada cerita Luis soal Erik dan karirnya, Bela juga tak mau Erik menaruh curiga karena ia baik-baik saja setelah di hantam begitu banyak masalah.

“A-aku minta maaf…” ucap Erik sembari menggenggam tangan Bela.

Bela hanya diam lalu mengangguk. Ia ingin segera masuk dan membeli minuman dan pergi begitu saja. Tanpa perlu harus menghadapi Erik atau siapapun.

“Kau bersama Kak Luis?” tebak Erik setelah melihat dompet milik Luis yang ada dalam genggaman Bela.

Bela mengerutkan keningnya lalu kembali mengangguk, kini Bela terlihat benar-benar tak nyaman.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Ap-apa kalian tinggal bersama? Ku dengar Kak Luis akan membuka pet shop…”

“Iya, tapi itu bukan urusanmu Dokter. Permisi, aku sudah di tunggu,” putus Bela yang benar-benar tak nyaman dengan Erik. Selain karena Erik mencegatnya, tidak, sebenarnya hanya berpapasan tapi Erik terus mencoba bicara dengannya jadi seperti sedang di cegat.

Bukannya pergi Erik malah ikut kembali masuk bersama Bela. Ia juga sempat memaksa untuk membayar pesanan Bela kalau saja Bela tak lebih sigap darinya.

“Bagaimana keadaanmu sekarang?” tanya Erik masih mencoba bicara dengan Bela selama gadis itu menunggu pesanannya.

“Dokter…” Bela menghela nafas. “Ku mohon, cukup. Aku memaafkanmu, kesalahanmu waktu itu ku rasa aku juga salah karena malah sibuk mencari uang bukan pada pengobatan Ayahku yang sudah kritis. Sudah tidak masalah,” ucap Bela mencoba menjelaskan kondisinya agar setidaknya Erik tidak gila atau terus menempel padanya.

“Pesanan atas nama Bela!” panggil barista setelah membuatkan pesanan Bela.

“Permisi,” pamit Bela lalu mengambil pesanannya dan bergegas pergi.

Sialnya Erik masih tak mau lepas dari Bela. Erik mengikuti Bela sampai ke kios, dimana Luis sudah menunggu di depan dengan cemas.

“Bela!” panggil Luis dengan tegas lalu menarik Bela dan merangkul bahunya. “Mau apa?” tanya Luis cukup tegas pada Erik yang mengikuti Bela.

“A-aku…aku hanya berpikir, bukankah ini harusnya salah Stiven? Dia kan tau aku tidak pernah melakukan oprasi. Kenapa dia tidak mengambil alih?” ucap Erik menyampaikan spekulasinya untuk mengkambing hitamkan orang lain dan coba mempengaruhi Bela dan Luis.

Bela menatap Luis dengan alis berkerut dan merasa begitu miris dengan kondisi Erik.

Luis menghela nafas. “Tolong letakkan ini di mejaku,” pinta Luis agar Bela bisa segera masuk dan terhindar dari Erik.

“Sepertinya genetik pengecut dengan mental korban sudah turun menurun dalam keluargamu ya, memalukan sekali. Lihat dirimu Dokter,” Luis merangkul Erik untuk bercermin di depan pantulan pintu kiosnya yang gelap dan mengkilap hingga cukup untuk bercermin. “Apa masih pantas kau menyebut dirimu dokter setelah membunuh dan tak meminta maaf secara resmi, lalu sekarang coba mengkambing hitamkan orang lain?” lanjut Luis mempertanyakan kredibilitas Erik sebagai dokter.

“T-tapi ini juga salah Bela. Dia meminta penundaan, ini salahnya juga…”

“Apa kau lupa isi sumpah doktermu?” tanya Luis dengan tatapan tajam penuh dendam pada Erik lalu tersenyum sembari menepuk bahu sepupunya itu. “Pergilah, tempatku hanya menerima binatang bukan iblis,” tegas Luis lalu masuk kedalam kiosnya sementara tak berselang lama Erik juga pergi dengan perasaannya yang kini semakin kacau dan bingung.

Sementara Luis langsung masuk ke kiosnya dan memeluk erat tubuh Bela di dalam kantor kecilnya yang akan menjadi ruangan prakteknya. Luis kesal dengan cara Erik yang coba mengajak bicara Bela bahkan sampai mengintilinya segala. Ditambah obrolan tadi.

“Menurutku Stiven tidak salah… ijinnya kan di cabut, tentu saja dia tidak bisa melakukan oprasi…” lirih Bela mencerna dan memahami betul kondisi yang ia alami.

Luis mengangguk sambil tersenyum lega. “Iya, lain kali aku akan menemanimu saja. Aku tidak suka kau bicara dengan orang lain,” ucap Luis terus terang yang langsung di angguki Bela.

***

Erik mencuci tangannya terus menerus setelah pertemuannya dengan Bela dan di tutup dengan pembicaraannya dengan Luis. Tangannya sudah bersih bahkan hampir lecet karena ia terus menggosok tangannya tanpa henti, seolah tangannya masih kotor di penuhi darah.

“Dokter Erik…” lirih perawat yang mencoba mengingatkan Erik atas kondisinya.

“Bukan aku!” elak Erik secara refleks lalu kembali menggosok tangannya.

“Dokter, kau bisa mengambil cuti sejenak untuk beristirahat dan menenangkan pikiran,” ucap perawat itu khawatir.

“Aku baik-baik saja!” bentak Erik yang begitu kalut dan merasa makin bersalah setelah bertemu dengan Luis. Pembicaraannya singkat, tapi respon Luis selalu sukses menjatuhkan mentalnya berkali-kali. Entah saat ia masih sehat dan aktif sebagai dokter, atau sekarang yang sudah bukan dokter dan hanya pemilik pet shop biasa.

39
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share