Bab 05 – Pelindung
Bela mandi dan
mengenakan pakaian yang disiapkan Luis untuknya. Luis memperlakukan Bela dengan
sangat baik, namun Bela tetap murung. Sekuat apapun Bela mencoba untuk terlihat
ceria dan senang dengan keputusan Luis untuk pulang, kesedihannya masih
terlihat jelas terpancar.
“Aku
berencana untuk membuka klinik hewan. Belakangan aku lihat banyak orang yang
lebih suka menjadikan anjing dan kucing sebagai anak daripada memiliki anak
sungguhan,” ucap Luis sembari memandang keluar jendela.
Bela
tersenyum lalu mengangguk setuju dengan apa yang Luis katakan. Bela mendukung
apa yang Luis inginkan, namun dari hati kecilnya ia juga takut tak bisa bertemu
dengan Luis kembali.
“Ah iya Dok,
kemarin aku punya kenalan dokter magang di bangsal anak. Namanya Erik, dia suka
bermain yoyo…”
Luis yang
sebelumnya terlihat bersemangat dan ceria perlahan jadi terlihat datar dan
suram kembali ketika Bela menyebut nama Erik.
“Kau punya
teman baru selain aku?” tanya Luis karena memang hanya itu yang ia tangkap dan
ingin ia dengar dari apa yang Bela ceritakan soal Erik.
Bela
mengangguk sambil tersenyum. “Tapi aku baru bertemu sekali, jadi mungkin baru
bisa dibilang kenalan.”
Luis
kembali tersenyum tangannya terkepal di bawah meja lalu kembali terangkat untuk
membukakan botol minum Bela.
“Kalo
Dokter tidak disini lagi, aku bingung harus kemana. M-mak…maksudku, aku suka
dokter pulang, sehat, aku senang. Tapi hanya saja…a-aku…kau tau, aku suka
menemuimu disini, p-pasti akan sangat sibuk jika nanti sudah pulang…y-yakan?” Bela
begitu gugup mengatakan apa yang ingin ia utarakan.
Luis
tersenyum senang mendengar ucapan Bela. Luis tau ia hanya menjadi tempat
pelarian bagi Bela, toh dari awal memang ia memposisikan diri sebagai tempat
untuk di datangi Bela.
“Bela,
kalau aku tidak disini lagi…apa kau tidak mau menemuiku?” tanya Luis dengan
wajah memelas.
Bela
membelalakkan matanya kaget. “Tentu aku akan selalu menemuimu, Dokter!” jawab Bela
dengan tegas.
“Ber…”
“Aku janji
akan selalu menemuimu setiap aku selesai bekerja seperti biasanya!” sela Bela
sebelum Luis sempat bicara.
Luis
mengangguk dan masih memasang wajah murungnya. “Semua orang selalu berkata
seperti itu, kadang janji dibuat bukan untuk di tepati tapi hanya agar merasa
tenang. Tidak masalah, aku tau serharusnya aku tidak memaksamu. Aku senang kau
memiliki teman baru, aku senang melihatmu punya teman baru.”
“Tidak! Aku
bersungguh-sungguh! Aku akan terus menemanimu,” tegas Bela lalu menggenggam
tangan Luis dengan begitu erat untuk pertamakalinya.
Untuk
pertama kalinya Luis merasakan tangan Bela yang lebih kecil daripada tangannya
itu menggenggem erat tangannya. Tangan yang sedikit kasar dan lembab. Jemarinya
lentik namun kuku-kukunya rusak. Mungkin karena Bela terlalu keras pada dirinya
sendiri. Luis membalas genggaman tangan Bela.
“Janji?”
tanya Luis yang langsung di angguki oleh Bela dan gadis itu sudah tak punya
kesempatan lagi untuk menarik ucapannya kembali.
“A-aku akan
membantumu berkemas,” ucap Bela lalu dengan gugup karena merasa sudah kurang
ajar menggenggam tangan Luis duluan langsung menghabiskan makanannya.
Luis
kembali tersenyum lalu mengambil beberapa makanan yang sebelumnya ia beli dan
memberikannya pada Bela. Bela tersenyum menerima pemberian Luis.
“Bajumu
kucuci, kau bisa pulang dengan bajuku kalau mau,” tawar Luis.
Bela
menggeleng. “I-ini kan hari terakhir Dokter disini. Jadi aku akan tinggal
disini, merapikan barang-barangmu,” ucap Bela memaksa untuk tinggal.
Luis
tersenyum ceria. “Senangnya!” seru Luis sebelum ia keluar dan berbicara dengan
dokter dan perawat yang menanganinya.
Bela menghela
nafas dengan berat. Ia begitu lelah menghadapi ayahnya, sekarang tempatnya
kabur juga sudah akan hilang. Bela takut Luis akan berubah dan melupakannya. Luis
tampan, dan selama Bela magang banyak perawat yang membicarakan Luis. Terlalu banyak
pilihan bagi Luis untuk sekedar memilih perempuan yang jauh lebih cantik dan
menyenangkan di banding Bela.
Persaingan
untuk mendapatkan Luis lebih berat daripada menjadi perawat tetap. Bela hanya
merasa beruntung saja bisa sedekat ini dengan Luis dan Luis tak menyadari
potensi yang ia miliki karena depresinya. Jujur Bela memang sedih saat tau
kejadian mal praktek itu membuat Luis tumbang. Namun disisi lain ia juga senang
karena punya banyak waktu untuk bersama Luis.
Mamandangi
dokter tampan yang dulu sering berseliweran di TV dan menjadi brand ambasador
dari rumah sakitnya saat ini. Entah Luis sadar atau tidak sebenarnya sinar
kepopulerannya masih belum redup. Hanya saja ia sudah menutup diri dan Bela
merasa di untungkan karena kondisi itu.
“Bela,”
panggil Luis yang kembali masuk kedalam ruangannya dan lanjut makan bersama
Bela. “Katanya aku bisa ikut kegiatan sosial rumah sakit lagi, aku senang. Mungkin
aku akan jadi dokter umum lagi,” ucap Luis memberi tau kabar gembira pada Bela.
“Disini
juga?” tanya Bela memastikan.
Luis
mengangguk dengan ragu. “Mungkin, tapi aku ingin ditempat lain saja.”
Bela ikut
tersenyum dengan kikuk.
“Bercanda!”
seru Luis lalu tertawa melihat reaksi Bela.
Bela
melongo bingung namun ia hanya bisa ikut tertawa.
“Aku hanya
ingin mengikutimu saja,” jawab Luis lalu menggenggam tangan Bela.
Bela
mengerutkan keningnya bingung namun tak berselang lama ia tersenyum senang. Tak
lama Luis menatap Bela dengan lembut.
“Apa yang
terjadi padamu?” tanya Luis perhatian seperti biasanya.
“A-apa?”
tanya Bela kikuk.
“Kau baru
saja pulang dan setelah kita makan tadi, lalu sekarang sudah kembali lagi. Apa
yang terjadi padamu?” tanya Luis mencoba membuat Bela terbuka padanya.
“A-ah…ayahku…seperti
biasanya,” jawab Bela sambil mengelus tengkuknya.
Luis mengangkat
dagu Bela dengan jarinya agar bisa menatap mata gadis yang kini berada dalam
genggamannya itu.
“Ayahku
marah karena wajahku mirip dengan ibu. Lalu dia memintaku membeli makanan,
kepalaku di masukkan kedalam toilet, lalu aku di usir. Baru boleh pulang kalo
sudah bawa makanan.” Bela berusaha menceritakan dengan bahasa sesederhana
mungkin agar Luis tidak khawatir.
“Ayahmu
benar-benar membuatku marah,” ucap Luis datar lalu tersenyum. “Bela, tolong
ijinkan aku melindungimu,” pinta Luis tiba-tiba.
Bela mengangguk lalu tersenyum dengan airmata yang menggenang di pelupuk matanya. Tak pernah ada orang yang begitu baik padanya sebelum Luis.