Bab 9 - Back Street
Bara terus memanjakan Clara agar Clara tak melirik ponselnya. Hingga akhirnya Clara terlelap dan Bara yang kembali terjaga. Dengan sangat berhati-hati Bara keluar dari kamarnya dengan ponselnya yang tak lepas dari tangannya. Bara langsung berlari keluar kamar dan mencari tempat aman untuk mengabari Tina.
Tak selang lama Tina
langsung menelfon Bara karena sedih dan kecewa tak jadi pergi dengan Bara.
"Apa?" jawab Bara
begitu mengangkat telfon dari Tina.
"Terus aku jadinya
gimana?" tanya Tina.
"Gak tau. Lo sendiri
kan tau kita back street. Dah
pokoknya jangan sampe bikin masalah ke Clara sama bayiku," ucap Bara
tegas.
"Hmm yaudah. Selamat
bersenang-senang," ucap Tina berusaha tidak mengekang Bara agar Bara tak
meninggalkannya lagi.
"Kamu kok belum
tidur?" tanya Bara yang kembali melembut.
"Aku terlalu seneng mau
pergi sama kamu. Jadi gak bisa bobo," jawab Tina yang terdengar sedih.
Duh
kok jadi gak tega ya. Batin Bara.
"Besok aku ke baby shop. Mungkin kita bisa ketemu
bentar. Aku bakal ngajak temen-temen Clara juga biar gak curiga," ucap
Bara menghibur Tina.
"OMG! Aku bakal siap-siap," pekik Tina senang.
"Sudah besok kamu lacak
aja posisiku. Aku mau tidur. Jangan hubungi aku dulu," ucap Bara lalu
menutup sambungan teleponnya sepihak.
###
Pagi-pagi Bara sudah rapi
begitu pula dengan Clara, bahkan sudah menyiapkan sarapan di dapur dan menunggu
Bara sambil mencatat apa yang perlu di belinya.
"Sarapan kak,"
ucap Clara dengan senyum manisnya menyambut suaminya yang baru turun.
"Dah tau mau beli apa aja?"
tanya Bara.
Clara hanya menggeleng lalu
cemberut.
"Mau beli apa aku
bingung. Nanti aku ngajak bunda Caca, Lisa sama bunda Anna juga mau ikut, ayahku
juga. Gapapa kan kak?" ucap Clara antusias.
Baguslah
banyak yang ikut. Batin Bara senang.
"Boleh dong. Jadi seru
kalo rame," ucap Bara sambil memakan melon yang sudah di potong-potong
Clara dan menyuapinya.
"Yaudah yuk langsung"
ajak Bara yang sudah siap pergi.
"Bentar kak. Aku
nyiapin tugas bentar nanti sekalian ngumpulin tugas," ucap Clara lalu
meminum vitaminnya.
"Sehat ya nak di
dalem," ucap Bara lembut sambil mengelus perut Clara dan mengecupnya
lembut.
"Amin," ucap Clara
lalu bangun dan pergi ke kamar untuk menyiapkan barang bawaannya nanti.
"Sayang," panggil
Bara duduk mengikuti istrinya.
"Iya kak?" tanya Clara
yang sudah berkeringat lagi hanya dengan menaiki tangga dan menyiapkan barang
bawaan.
"Nanti check up sekalian gak?" tanya Bara
lalu menyeka keringat di kening istrinya.
"Boleh," jawab Clara
lalu duduk di tempat tidur sementara suaminya membawakan semua barang-barangnya
hingga tas yang akan ia pakaipun juga dibawakan.
Aduh
si adek nendang nya makin keras aja. Batin Clara lalu mengeram
kesakitan ketika bayi kecilnya begitu aktif menendang kesana-kemari.
***
"Apa?" tanya Bara
mengangkat telepon dengan cukup kesal.
"Kamu pakek baju warna
apa?" tanya Tina.
"Kaos aku gak kerja. Aku
kan dah bilang mau kemana. Dah jangan hubungi aku duluan!" omel Bara lalu
mematikan ponselnya dan menghapus jejak pembicaraannya.
Lain Bara yang kesal dan takut
ketahuan istrinya. Tina malah sibuk memilih pakaian, untuk bertemu dengan Bara
nanti. Tina juga terus melacak keberadaan Bara, bahkan Tina sudah bersiap pergi
sembari menunggu Bara pergi ke baby shop.
Tina memilih mengaplikasikan
make up natural di wajah oriental
nya. Tina juga memakai jersey bola yang cukup besar di badannya yang ia padukan
dengan celana ketat pendeknya, rambut hitam pendeknya digerai dan ia padukan
dengan topi dengan warna yang senada dengan jerseynya.
Tina terus mematut dirinya
di depan cermin, memandangi wajah ayunya yang tak sekencang dulu. Semburat
kerutan mulai terlihat di sudut mata dan keningnya, maklum sudah masuk usia
kepala tiga. Wajah ceria nya mulai murung, mengingat ia tak kunjung menikah dan
memiliki anak. Bahkan bila ia tak kunjung menikah dan mengandung, bisa jadi
mimpinya untuk menjadi ibu ia kubur dalam-dalam karena menopause.
"Kita bakal nikah Bara.
Aku dan kamu juga anak dari rahimku. Kita akan menjadi keluarga yang sangat
bahagia," gumam Tina sambil mengelus perutnya dengan lembut seolah ada
janin di dalamnya.
Tina terus memandangi
tubuhnya yang begitu sexy meskipun
kedua payudara aslinya sudah di angkat dan kini digantikan dengan payudara
buatan. Perlahan rasa sedih dan kesal mulai menyelimuti hatinya lagi, seiring
dengan rabaan tangannya yang mulai menelanjangi dirinya sendiri. Memperhatikan
payudara besarnya yang kini tak berputing, memperhatikan perutnya, kaki, tangan
lengan punggung dan pipinya yang mulai normal lagi.
"Aku harus sedikit
bersabar untuk mendapatkan Bara, ayah dari anakku," gumam Tina penuh
ambisi.
Perlahan Tina mulai meraba
wajahnya, lalu mengelus rambutnya dan menariknya hingga terlepas. Rambut hitam
nan tebal dan lembut itu terlepas, digantikan rambut panjang dan tipis hingga
tak sampai sehelai bila di kumpulkan. Rambut yang mulai botak dan rapuh hingga
terus rontok karena pengobatan yang ia jalani.
"Tidak ada Clara dan
anak najisnya. Hanya ada aku dan Bara juga anak kami nantinya. Clara pergilah.
Bercerailah. Menjauh dari milikku," ucap Tina sambil menangis
tersedu-sedu.
###
Menjelang siang Bara baru
keluar rumah karena Clara yang tak bisa bangun dan nyaman beraktivitas. Si
kecil juga terus menendang dengan aktif dan makin aktif sejak Bara
menanggapinya dengan mengelus tiap tendangan di perut Clara.
"Udah dong nak. Main sama
ayah waktu dah keluar aja. Bunda sakit nih," ucap Clara memelas.
"Iya sayang, nanti kalo
dah keluar kita main terus ya nak," ucap Bara lalu mengecup perut Clara.
Duh
seharusnya aku gak usah main gila deh sama Tina. Liat Clara yang banyak sakit
buat jagain anakku aja dah kayak gini susahnya. Gak sewajarnya aku malah
khianatin dia. Batin Bara bimbang karena akan menemui Tina.
Ingin rasanya Bara
mengatakan 'kita gak jadi pergi, aku mau fokus ke Clara aja! ' . Tapi mulut dan
jarinya terlalu sulit untuk melakukannya. Ada rasa tidak tega bila ia menolak Tina
lagi, juga rasa rindunya yang perlu ia lupakan.
Rasa
ini salah. Ini hanya nafsu. Sama seperti dulu. Ini hanya sifat nakalku yang
sialan dan kurang ajar. Ku mohon jangan muncul. Semuanya sudah baik. Ku mohon.
Jangan muncul bila hanya akan menyakiti istriku. Batin Bara berusaha
mengerem perasaannya yang kembali labil.
"Udah yuk
berangkat," ucap Clara sambil membungkuk memakai celana dalamnya setelah
pipis.
Bara hanya tersenyum melihat
istrinya yang mulai kesulitan untuk membungkuk karena terhalang perutnya.
Dengan senang hati dan tanpa diminta, Bara langsung membantu istrinya memakai
celana dalamnya lagi dan tentu dengan kecupan nakal di kewanitaan Clara yang
terlihat sangat penuh dan menantang Bara yang berlutut di depannya.
"Istriku sexy sekali," goda Bara lalu
mengecup kewanitaan Clara lagi yang sudah tertutup celana dalam.
"Ah kakak udah ih.
Nanti gak pergi-pergi loh," ucap Clara malu sambil mengelus rambut
suaminya.
Iya
aku yang salah. Tapi bagaimana caraku bicara pada Tina untuk menyudahi hubungan
rahasia yang baru ku mulai ini? Batin Bara bingung.