Bab 2 - Hati ke Hati
Meskipun Clara
tau tak mungkin posisinya digeser begitu saja saat Tina datang kembali.
Tapi Clara tetap waspada dan tidak tenang bila suaminya
tak ada di rumah, atau tak ada di sampingnya. Apalagi Tina jadi sering ke rumahnya, meskipun Tina memposisikan diri sebagai teman Clara dan berusaha berbaur dengan Claudia dan Patricia
juga. Tapi tetap ada rasa curiga di benak Clara.
"Kenapa?" tanya Bara yang sudah bersiap tidur setelah gosok gigi dan
cuci muka.
"Gapapa bukan
apa-apa juga kok," jawab Clara lalu tersenyum dan tiduran duluan.
"Kamu gak boleh banyak pikiran loh. Inget ada si adek," ucap Bara
lalu mengelus-elus perut istrinya sambil beberapa kali mengecupnya.
"Kak, apa kakak
suka ada kak Tina main ke rumah mulu?"
tanya Clara takut menyinggung suaminya.
Suka! Jawab Bara dalam hati.
"Biasa aja sih, lagian dia kan dokter jadi baik
kan kamu kalo deket dia. Bisa sekalian konsultasi," jawab Bara
berdusta.
"Jujur aku gak suka kak Tina disini. Aku takut kakak suka sama kak Tina lagi," ucap
Clara lalu bangun dan duduk bersandar sambil
mengelus perutnya.
"Enggak kan kita dah nikah. Masa iya aku mau suka cewek lain," ucap Bara
menepis kekhawatiran istrinya.
"Kak islam
memperbolehkan seorang pria memiliki istri lebih dari satu. Jadi kalo kakak mau
sama kak Tina, kakak
bilang aja biar aku siap-siap,"
ucap Clara lalu tiduran memunggungi suaminya.
###
Malam menjelang, entah karena pikirannya yang tak
tenang atau apa. Clara tak kunjung bisa tidur dengan nyenyak. Hingga dering
ponsel suaminya terdengar nyaring. Bara yang dari tadi memeluknya langsung
bangun dan mengangkat telfonnya.
"Ya?" jawab Bara pelan agar Clara
tak terganggu.
Clara hanya diam dan pura-pura tidur. Agar suaminya
tak curiga.
"Kamu jangan main ke sini lagi! Istriku gak suka!"
ucap Bara tegas. "Ketemuan?
Ogah gue Tin. Oke gue pernah ngomong kalo bakal nikahin Clara terus elo, dan menomor satu kan elo meskipun Clara yang nomer satu. Itu dulu! Dulu! Sekarang gak
lagi! Please jangan ganggu gue!"
ucap Bara geram lalu mematikan ponselnya secara
paksa dengan mencabut batrenya dan dengan kesal memasukkan ponselnya ke dalam
laci.
Clara benar-benar hancur setelah menguping pembicaraan
singkat suaminya dengan mantannya dulu.
Aku nomor satu, yang akan
segera di nomor dua kan. Posisiku akan segera digeser, batin Clara sedih, hingga tanpa sadar air matanya mengalir
begitu saja.
Aku gak mau khianati Clara. Aku
gak mau buang Clara. Hancurin keluargaku, batin Bara lalu memeluk Clara dari belakang.
"Sayang, aku
mulai digoda. Aku takut gak tahan iman, gimana ini?" bisik
Bara lalu mempererat pelukannya pada Clara. "Aku cinta Clara sama si adek juga," sambung Bara
lalu mengecup tengkuk leher Clara.
Clara makin deras menangis begitu mendengar ucapan suaminya,dengan
susah payah ia menahannya. Tapi seberapa kuat ia menahan tangis akhirnya Bara
tetap mampu merasakannya. Bara tau bila istrinya sedang menangis, tapi Bara
sengaja membiarkannya menangis dan berpura-pura tak tau bila Clara menangis.
"Kak," panggil Clara serak.
"Iya sayang,"
jawab Bara lembut.
"Besok aku mau ketemu kak Tina. Cuma antara aku, dia dan kakak. Bisa?" pinta
Clara.
Bara hanya diam lalu akhirnya menyetujui permintaan Clara.
###
Keesokan harinya Tina kembali datang ke rumah dengan tangan kosong.
Clara dan Bara juga sudah duduk di ruang tamu menunggu
kedatangan Tina.
"Hai jadi gimana?" tanya Tina lalu duduk dengan menyilangkan kakinya hingga rok
mininya sedikit terangkat.
"Hmm gini. Soal nomor satu, dua," ucap Clara
memulai pembicaraan.
"Ah itu, itu
bukan apa-apa. Masa lalu. Kamu gak usah khawatir," ucap Tina
paham kemana Clara akan membawa arah
pembicaraan kali ini.
Aku harus
hati-hati sekarang biar Bara gak benci sama aku, batin Tina
"Begitu syukurlah.
Oh iya, kak Tina sudah paham kan gimana posisi kak Bara sekarang?" tanya Clara sambil menggenggam tangan suaminya.
"CEO?" tanya Tina sok polos.
"Kak Bara suamiku! Jadi tolong pahami posisimu. Aku istrinya, kalau
saja kamu lupa. Jadi tolong jauhi suamiku," ucap Clara
dengan senyumnya yang begitu berat untuk tersungging di bibirnya.
"Ah itu aku
paham kok. Tenang saja," ucap Tina
kalem bahkan sempat tertawa kecil.
"Kak aku
serius. Setidaknya jangan ganggu aku sampai anakku lahir. Menjauhlah
seperti sebelumnya. Seperti saat kamu mencampakkan kak Bara," pinta
Clara dengan wajahnya yang terlihat sangat
tenang.
Please jangan hilang lagi!
Jangan ada yang hilang lagi! batin
Bara yang menyemak dari tadi.
"Aku mau
mempertahankan rumah tanggaku jadi, kalau kamu mau menagih ucapan suamiku ini coba saja kalau kamu bisa," tantang Clara
lalu tersenyum manis menatap Bara dan
Tina bergantian.
Dengan senang hati akan ku ambil Bara kembali! jawab Tina
girang, dalam hati.
"Clara ngomong apa sih? Ini gak kayak gitu loh," ucap Tina
sungkan.
Bisa mati aku diminta pilih
salah satu! Batin Bara yang makin tergoda tiap bertemu dengan Tina.
"Baguslah kalau begitu," ucap Clara
lalu meminum susunya.
"Kalau hanya ini aku pulang dulu,"
ucap Tina lalu melangkah pergi dari rumah Bara dan Clara.
Ini tantangan termudah! batin Tina
lalu pergi.
###
Setelah kejadian itu, Tina tak pernah lagi tampak berkunjung ke rumah Clara. Tidak juga mendekati Bara. Tak dipungkiri Bara merasa ada yang hilang dan merindukan adanya Tina di sekitarnya lagi. Tapi apa daya Bara juga tak
mau menyakiti perasaan istrinya.
"Kak, hari
ini gak kerja?" tanya Clara
pada suaminya yang tengah sarapan.
"Kerja, tapi nanti. Aku mau ke rumah bunda kangen masakan bunda," ucap Bara
yang tengah menggantikan posisi istrinya untuk ngidam.
"Em gitu yaudah nanti aku nyusul deh ya. Aku ada
kelas hari ini," ucap Clara lalu mengecup pipi Bara. "I
love you," sambung Clara lalu memeluk suaminya sebelum pergi.
"I know," jawab Bara lalu mengantar istrinya keluar. "Hati-hati
ya sayang," ucap Bara lalu membukakan pintu untuk Istrinya.
"Kakak juga,"
ucap Clara lalu pergi ke kampus diantar pak Man.
***
Aku dah jelas bakal punya anak, jadi ayah. Kenapa malah kangen sama Tina sih? Argh! Batin Bara frustasi lalu mengacak rambutnya. Dengan langkah lebar Bara mengambil kontak mobilnya dan pergi ke rumah orang tuanya. Sengaja membolos entah yang ke berapa hari.