Bab 22 - Ditinggalkan
Dering telfon Claudia tak
henti-hentinya berdering. Dan sudah sangat jelas itu mengganggunya, apalagi ia
tengah melakukan perawatan kuku bersama Patricia dan Tina sambil ngerumpi soal
perkembangan hubungan Tina dan Bara.
"Bentar ya, diem
dulu Clara telpon," ucap Claudia yang langsung di patuhi Patricia dan Tina
yang siap pasang kuping untuk mendengar pembicaraan Clara nantinya.
"Kamu dimana?"
tanya Clara dengan suaranya yang bergetar.
"Kamu kenapa Cla,
kok suaranya gitu?" tanya Claudia sok polos.
"Kak Bara hiks
hiks," ucap Clara yang tak kuat menyampaikan apa yang ingin ia ucapkan.
"Gini kamu tenang
dulu dong, aku kan jadi gak jelas dengernya," ucap Claudia menenangkan
Clara, sementara Patricia hanya cengar-cengir menahan tawa melihat Claudia yang
sok polos dan akrab pada Clara.
"Kak Bara tadi sama
mantannya. Hiks jahat," ucap Clara terbatas disela isakannya.
"Oke aku paham,
nanti aku ke sana ya. Ini baru di salon. Sabar ya," ucap Claudia yang
akhirnya tak tahan untuk tidak terbahak-bahak.
"Jangan kesini. Aku
aja yang kesana," ucap Clara.
Claudia dan Patricia
langsung menepuk jidatnya karena tau Clara akan menyusul.
"Yaudah nanti ku
kirim ya alamatnya," ucap Claudia pada akhirnya.
"Gimana nih?"
tanya Claudia panik.
"Kamu paham harus
gimana," ucap Tina. "Ah iya, aku balik dulu. Ini semua aku yang
traktir. Tenang aja." ucap Tina yang membuat Claudia dan Patricia
tersenyum sumringah.
###
Tak selang lama Clara
datang dengan kondisinya yang kacau dan langsung memeluk Claudia sambil
terisak.
"Kenapa Cla. Ada apa
sama suamimu?" tanya Claudia.
"Kak Bara tadi deket
sama mantannya lagi, tadi waktu aku datang mereka lagi mesra banget. Hiks
hiks," ucap Clara yang mulai menceritakan masalahnya dari awal hingga
akhir.
Claudia dan Patricia juga
terus mendengarkan tiap curhatan Clara meskipun terpaksa. Claudia juga terus
memeluk dan menenangkan Clara meskipun ia jijik pada kondisi Clara yang susah
saat ini.
"Ya udah kamu yang
tenang dulu. Dengerin dulu aja apa yang di sampaikan suamimu. Siapa tau emang
cuma salah paham," ucap Claudia yang sudah tak tahan berlama-lama bersama
Clara.
Clara hanya tertunduk dan
mengangguk.
"Omo! Nyokap gue
telfon! Gue duluan ya!" pamit Patricia mengada-ada lalu pergi berlalu
begitu saja.
"Eh kampret
tungguin!" pekik claudia. "Maaf ya Cla kita gak bisa bantu banyak.
Aku duluan ya," pamit Claudia lalu pergi keluar bersama Patricia.
Tapi belum lama
meninggalkan Clara yang tengah bersedih. Claudia kembali lagi setelah
berbisik-bisik dengan Patricia.
"Mau ku antar
pulang?" tawar Claudia.
Mendengar tawaran Claudia
Clara langsung tersenyum. Ada rasa senang meskipun sedikit. Yah, Clara merasa
bila ia tak sendiri. Setidaknya Clara merasa ada Claudia yang mensupport dirinya dan mau menemaninya saat
sedang susah.
Claudia yang memang tak
memakai mobil dengan senang menenani Clara. Hitung-hitung dia tak perlu
menunggu taksi atau jemputan bila bersama Clara. Apalagi sepanjang perjalanan Clara
juga hanya diam dan menggenggam tangan Claudia seolah meminta sedikit energi
untuk menghadapi suaminya nanti.
Gila mau sampe kapan ni orang pegang tangan gue! Hih!
Jijik tau gak! Kalo aja lu bukan bininya bosnya bokap gue! Gue buang lo! Batin Claudia yang
melirik tangannya yang di genggam Clara.
"Cla, dah
sampai," ucap Claudia saat mobil sudah berhenti.
Bara sudah menunggu Clara
datang dengan penampilannya yang cukup panik dan kacau.
Dah bagus ada yang mau mungut. Cowok model kayak pak
Bara gini ma semua juga mau kali jadi istrinya. Batin Claudia yang juga mengagumi Bara.
"Sayang,"
panggil Bara ketika Clara dan Claudia turun.
"Pak Man, tolong
antar Claudia pulang ya," ucap Clara.
"Kamu yakin mau ku tinggal
sekarang? Gak mau nanti?" tanya Claudia yang kembali memasang wajah cemasnya.
"Gapapa aku sendiri
aja. Makasih dah ditemenin ya," ucap Clara menolak tawaran Claudia.
Alhamdulillah deh kalo gak mau, gue juga dah enek sama
lu. Batin
Claudia lalu tersenyum.
"Yaudah aku pulang
ya," ucap Claudia sambil menatap Clara dan Bara sekilas lalu masuk ke
mobil.
Harusnya kamu bersyukur Cla, bisa rebut pak Bara dari
kak Tina yang baik itu bukan serakah kayak gini! Maki Claudia dalam hati lalu pergi
meninggalkan kediaman Clara.
"Ya halo?"
jawab Claudia saat mendengar ponselnya berdering.
"Gimana Clara?"
tanya Tina di sebrang sana.
"Baik Kak, tadi
curhat banyak. Gilak alay bener jijik gue denger nya! Dah bagus pak Bara mau
jadiin dia istri masih aja ngelunjak. Emang ya kalo pelakor gitu," jawab Claudia
dengan emosi.
"Sabar, orang sabar
disayang Allah," ucap Tina bijak.
"Dah gitu tadi jijik
banget kak aku harus nemenin dia lagi sampe rumah. Heh! Kesel gue!" ucap Claudia
kesal.
Pak Man hanya diam dan
berusaha menahan diri saat mendengar Claudia yang menjelek-jelekkan Clara.
Apalagi pak Man tau jelas bila Clara bukan wanita seperti yang Claudia ucapkan.
Bahkan saat pak Man dengar kata pelakor
meskipun pak Man tak paham apa itu pelakor pak Man tetap kesal mendengarnya
apalagi di tujukan pada Clara yang begitu baik padanya.
"Gu_ Loh kok
berhenti sih? Lu goblok apa gimana? Bisa nyupir kagak sih!" bentak Claudia
ketika pak Man mengerem mendadak dan mengganggunya bertelepon.
"Maaf Non, mbak
Clara gak kayak yang Non bilang. Saya kenal mbak Clara. Saya gak suka Non ini
jelekin mbak Clara, apalagi di mobilnya mbak Clara," ucap pak Man lalu
mematikan mesin mobilnya dan membukakan pintu untuk Claudia.
"Maaf Non
turun," ucap pak Man yang langsung menurunkan Claudia di tepi jalan.
"Hah? Apa gue turun?
Ini masih jauh dari rumah gue!" ucap Claudia yang ngotot tak mau turun.
"Saya bilang turun!
Satu! Dua!" ucap pak Man lebih tegas dan garang pada Claudia yang cukup
untuk menciutkan nyalinya dan langsung turun dan keluar dengan terburu-buru.
"Baru jadi supir dah
belagu lu!" maki claudia sambil membanting keras-keras pintu mobil Clara.
Pak Man langsung masuk ke
dalam mobil dan pergi tanpa berucap lagi. Pak Man bahkan pergi tanpa memikirkan
Claudia lagi yang seharusnya di antaranya pulang.
Duh, mau kasih tau mbak Clara
kok kasihan sama mbak Clara. Habis dijahatin pak Bara masa iya mau di kasih tau
ini juga. Batin pak Man yang tak enak hati dan merasa jadi serba salah.
"Wes lah! Aku bilang
kalo dimarahin aja sama pak Bara apa mbak Clara nanti," gumam pak Man yang
akhirnya mengambil keputusan.