Bab 10 - Bohong

Bara
sangat antusias memilih barang untuk anak pertamanya yang akan segera lahir.
Bara bahkan barang yang belum perlu dibelinya seperti car sit dan kursi makan. Clara condong menurut saja dengan pilihan
orang tuanya dan bunda mertuanya yang lebih paham dan berpengalaman. Lisa juga
terus mengintilinya dan memilih mainan untuk keponakannya nanti.
"Haduh
capek," ucap Lisa yang sudah masuk ke dalam mobil bersama Bara dan yang
lainnya.
"Mau
cari makan gak?" tawar Fajar yang akan menyetir.
"Aku
makan di rumah aja, kak Clara juga kan?" jawab Lisa yang merasa sebaya
dengan Clara.
"Oke
kita pulang, pulang ke rumah kak Clara ya?" tanya Fajar.
"Tidak,
ke rumahku aja yah. Masa aku terus yang nginep di sana," keluh Lisa yang
membuat semua tertawa.
Kling! Sebuah pesan masuk ke ponsel Bara yang asik
menyemak pembicaraan adiknya dan mertuanya yang begitu seru.
"Gak
ada namanya kak. Dari tadi telfon gak ke angkat. Coba kakak lihat siapa tau
penting," ucap Clara sambil memberikan ponsel Bara yang dari tadi tak
tersentuh.
"Em,
iya banyak banget misscall ya,"
ucap Bara sambil mengecek ponselnya dan melepaskan tangannya dari perut
istrinya.
Ya ampun! Aku lupa! Tina! Pekik Bara dalam hati sambil menepuk jidatnya.
"Siapa
kak?" tanya Clara sambil menatap suaminya yang panik.
"Aku
lupa, tadi minta disusul Robi. Aku balik dulu ya ke sana?" ucap Bara
panik.
Kak Bara bohong! Batin Lisa
peka.
"Kita
putar balik?" tanya Fajar.
Mampus nih kalo ayah sama yang lain ikut! Bisa jadi
duda aku! Batin Bara.
"Gak
usah yah, aku pakek taxi aja. Lagian
belum terlalu jauh. Eh, gapapa kan sayang?" tanya Bara sambil menggenggam
kedua tangan Clara meminta izin.
Kalo kak Robi, kok kakak sampe kelabakan gini. Mana
tadi gak dikasih nama lagi nomernya. Batin Clara
curiga.
"Tapi
kak, apa kak Robi gak bisa suruh nyusul aja?" pinta Clara.
"Hmm
yaudah gak usah aja gapapa deh nanti biar aku bilang suruh ngundurin,"
ucap Bara sambil tersenyum miris.
Loh kok kak Bara bohong lagi? Tanya Lisa dalam hati.
"Jangan,
kalo urusan kerjaan diijinin dong nak. Kan buat nafkahin kamu sana cucunya ayah
juga," ucap Fajar memaklumi Bara, lalu menepi.
Kak Bara senang? Tanya Lisa
lagi dalam hati.
"Yaudah,
nanti jangan bawa kerjaan pulang ya," ucap Clara mengijinkan. "Oh iya
kakak gak lupa kan nanti adek check up?"
tanya Clara.
"Iya,
habis maghrib kan?" ucap Bara lalu mengecup dan melumat bibir istrinya hingga
suara decapnya terdengar "Jangan nakal ya nak," pesan Bara pada
anaknya di rahim Clara lalu turun dari mobil.
"I love you," ucap Clara lembut lalu
melepaskan genggaman tangannya dengan berat hati dan jelas terlihat sedih.
Loh kok kak Bara malah bingung. Wajahnya tapi biasa
aja, ini emosi apa ya? Batin Lisa bingung.
"Lisa
ada apa sayang?" tanya Anna yang memperhatikan putrinya yang dari tadi
memejamkan mata dan membuka matanya hanya memperhatikan ekspresi kakaknya.
"Kak
Bara," ucap Lisa ragu lalu menatap semua orang yang menunggu jawabannya
termasuk Clara yang terlihat sedih "Gak bisa kumpul bareng," sambung
Lisa ragu.
Iyuh! Ternyata jadi normal gak enak! Semua wajah itu,
wajah kak Clara juga. Aku jadi harus ikut bohong deh, keluh Lisa dalam hati.
###
Dengan
sangat terburu-buru Bara kembali lagi ke mall untuk menemui Tina. Bara bahkan
rela berlari-larian untuk mencapai food
court demi memenuhi janjinya.
"Dasar
cewek sialan milih tempat tinggi amat!" maki Bara sambil berlari melewati eskalator yang berasa lambat, maklum
rindu.
"Bara!"
panggil Tina begitu melihat Bara.
Tau Bara
yang sudah terburu-buru datang hingga berlarian. Tina langsung menyambut Bara
dengan pelukan hangatnya yang kini di balas Bara.
"Kampret
lu Tin milih tempat tinggi gini!" omel Bara lalu merangkul Tina ke salah
satu tempat duduk yang dipakai Tina.
"Gimana
Clara?" tanya Tina basa-basi.
"Baik
tapi ya gitu, aku gak tega bohong ke dia," jawab Bara lalu meminum minuman
Tina.
Tina
hanya tersenyum maklun dan merasa senang bukan main bisa kembali bersama Bara
meskipun tidak memiliki hubungan yang jelas.
Bara masih sama kayak dulu. Batin Tina lalu mengambilkan sebuah box yang sudah ia siapkan.
"Ini
buat kamu biar gampang kucari," ucap Tina memberikan jam tangan pada Bara.
"Jangan
nanti Clara curiga. Aku juga gak pulang ke rumahku sendiri. Nanti ketahuan
gara-gara Lisa," tolak Bara blak-blakan.
"Gimana
ponakanku?" tanya Tina kembali berbasa-basi.
"Siapa?
Aya? Apa yang kecil?" jawab Bara yang malah balik tanya.
"Anakmu,
gimana kandungannya istrimu? Sehat kan?" tanya Tina yang berusaha sepeduli
mungkin pada Bara.
"Tin,
jujur ya gue seneng banget bisa ketemu lo lagi. Ngobrol santai gini, tapi please ini yang terakhir ya," pinta
Bara.
"Loh
kenapa?" tanya Tina terkejut.
"Gak
baik Tin, apa kata orang kalo tau lo deket sama suami orang kayak gue,"
ucap Bara berusaha menjaga jarak.
"Loh
kok gitu? Bukannya kamu gak pernah peduli ya waktu bermesraan di depan umum,
gonta-ganti pasangan pula. Kok sekarang jadi gini?" tanya Tina cukup
kecewa.
"Dulu
ya dulu! Aku dah punya istri Tin. Mau punya anak!" ucap Bara penuh emosi.
"Bohong!
Lo cuma mau cari aman kan?" tebak Tina.
Huft sudah ku duga gak akan berhasil. Batin Bara lalu mengusap wajahnya gusar.
"Aku
dokter, sekarang aku dokter bedah. Aku
juga siap dan mau dimadu, bukannya aku sangat ideal buat jadi istrimu. Aku bisa
jadi dokter untuk Clara dan anak kita bersama. Aku juga bisa puasin kamu, gak
usah tiap hari atau tiap minggu. Cukup waktu Clara berhalangan saja gapapa.
Bukannya itu bagus?" rayu Tina.
"Aku
gak bisa adil orangnya. Aku gak sepantasnya poligami. Orang tuaku juga pasti
gak setuju, mertuaku juga," tolak Bara.
"Nikah
siri kan bisa. Gak pakek kasih tau. Atau pacaran aja," desak Tina yang
ingin segera memperjelas hubungannya.
"Perjanjian
awal tanpa sex, ku kira kamu paham,"
sindir Bara sinis.
"Ehm
oke aku gak akan ungkit itu lag_"
"Tin
lo tau gak sih, baru gini aja gue dah merasa dosa dan bersalah banget sama
istriku. Aku gak mau cerai Tin, tidak juga menambah pasangan. Dulu mungkin iya
aku sebejat itu, aku bahkan perkosa Clara juga. Tapi gimanapun itu hanya masa
laluku!" potong Bara mempertegas bagaimana posisinya.
Tina
langsung menunduk murung.
"Tina,
kamu wanita yang baik, selalu jadi cantikku. Tapi aku tidak bisa jadi suamimu.
Aku mau bersama keluarga kecilku. Aku mau memegang janji suciku dengan Clara,
karena ini lebih penting dari pada janji labilku dulu," ucap Bara
menghibur Tina.
Dengan
nafas yang berat Tina kembali menatap Bara.
"Maaf
Bara, tapi sungguh yang ada di hati dan pikiranku hanya kamu dan untuk
mendapatkanmu. Mungkin karena aku sudah terlalu lama menahan rindu ini,"
ucap Tina lalu tersenyum dengan air matanya yang mulai mengalir.
Bara
hanya diam sambil menatap Tina yang begitu sedih dihadapannya. Ingin rasanya
Bara memeluk Tina dengan erat, tapi entah mengapa ia merasa ada yang
menahannya.
"Maaf
aku lupa posisiku saat ini. Aku hanya masa lalumu. Tak lebih," ucap Tina
memelas.
"Aku
sangat menginginkanmu Tina. Sama seperti dulu, kalau saja kamu gak pacaran sama
Robi dan aku tidak dijodohkan. Mungkin sekarang kita tengah menyiapkan
pernikahan kita," ucap Bara berandai-andai.
"Lalu
kenapa?" tanya Tina lalu mengusap air matanya.
"Kita
hanya bisa menjadi teman, tidak lebih. Aku sudah sangat yakin sekarang. Mungkin
kita bisa beberapa kali jalan bersama tapi tidak sering," putus Bara
sepihak. "Tina, kamu juga punya hak untuk bahagia, menikahlah dan
berkeluargalah dengan baik tanpa bayangan masa lalu. Move on. Mari kita move on
bersama," sambung Bara.
"Tapi
aku masih kangen kamu," ucap Tina dengan suaranya yang bergetar.
"Aku
juga," jawab Bara ragu.
"Aku
sudah membuat jadwal apa yang akan kita lakukan. Aku mau itu. Ku mohon. Hanya
itu. Lalu aku akan move on,"
ucap Tina terbata-bata dan terdengar sangat memelas.
Bara
hanya diam. Memikirkan apa yang sebaiknya ia putuskan.
"Sudah
sore, pulanglah Clara pasti menunggumu," ucap Tina lembut dan terlihat
jauh lebih tegar.
"Kalau
kamu mau ketemu aku dan hanya untuk selesaikan yang ada di jadwalmu itu,
sesuaikan dengan aktivitasku. Tapi setelah semuanya kita sudahi dan hanya menjadi
teman saja. Oke?" tawar Bara
bernegosiasi.
"Really?" tanya Tina senang dengan
senyumnya yang mengembang.
Bara
hanya mengangguk lalu tersenyum canggung.
"I love you Bara!" pekik Tina yang
langsung memeluk Bara dengan sangat erat.
Kamu hanya sedang amnesia, sedikit bantuan dariku dan
kamu akan kembali lagi Bara. Batin Tina senang.
Ini yang terbaik, semoga baik juga untuk semuanya
nanti. Batin Bara lalu mengelus punggung Tina
dengan ragu.
"Ayo
pulang," ajak Bara lalu bangun dan berjalan ke lift sambil menggandeng Tina.
***
"Kayak
familiar sama tu cowok, tapi siapa ya?" tanya Bob sambil merangkul Bela
dan Nadia di kanan dan kirinya.
"Siapa?"
tanya Bela bingung.
"Itu,"
tunjuk Bob pada Bara dan Tina yang memasuki lift.
"Bara!"
ucap Bob terkejut begitu Bara membalikkan badan lalu tak selang lama pintu lift
tertutup.
Bajingan! Mau apa dia di sini sama cewek lain? Maki Bob dalam hati.
"Mana?
Gak ada! Lu sakaw ya?" tanya Nadia sambil memegangi kepala Bob layaknya
sedang rukiyah.
"Gak
ada! Cuma perasaan lu kali, halu!" ucap Bela mengimbuhi.
"Mungkin
cuma mirip" ucap Bob tak yakin.
Semoga cuma mirip dan bukan Bara. Semoga Clara gak disakiti. Batin Bob lalu menurunkan tangan Nadia yang memegangi kepalanya.
