Bab 31 - Salah Paham
Bara benar-benar berfokus
pada Clara meskipun ia juga belum menyudahi hubungannya dengan Tina. Jangankan
menyudahi ia sendiri masih bimbang bagaimana seharusnya ia melangkah, hingga Bara
memilih posisi aman saja.
"Pagi
sayangku," sapa Bara yang sudah bangun lebih awal dan menyiapkan sarapan
sehat untuk istrinya yang baru ia bangunkan.
"Pagi Kak,"
jawab Clara sambil tersenyum dan membenarkan selimut yang menutupinya.
"Minum?" tawar
Bara pada istrinya yang masih malas untuk merubah posisinya.
"Nanti," jawab
Clara lalu memejamkan matanya lagi.
"Adek masih ngantuk
ya sayang?" tanya Bara sambil mengelus perut buncit istrinya.
Tak ada tendangan atau
reaksi menyenangkan seperti biasanya dari bayi dalam kandungan Clara.
Si adek apa dah bisa denger masalahku sana Clara ya. Batin Bara sambil
menatap istrinya yang sama tak bereaksi apa-apa.
"Say_"
"Aku masih ngantuk Kak,
gapapa kok. Lia pasti juga masih ngantuk," potong Clara.
"Lia?" tanya Bara
heran.
"Dia kan cewek, jadi
aku kasih nama Elianoor. Gimana bagus gak?" jawab Clara sekaligus meminta
pendapat suaminya.
"Bagus, aku suka,"
jawab Bara lalu mengecup perut Clara lembut.
"Kakak mau tau
artinya apa?" tanya Clara antusias sambil menggenggam tangan suaminya.
"Aku lebih tertarik
kenapa kamu pilih nama itu daripada artinya," jawab Bara lalu mengecup
tangan lembut istrinya.
"Aku keinget sama
cerita bunda. Tentang peri kecil dan lelaki penjual sepatu," jawab Clara
lalu membuka matanya dan duduk bersandar di bantu suaminya.
"Dia peri kecil kita
sayang," bisik Bara lalu mengecup bibir Clara.
"Aku gak sabar buat
jadi bunda juga," ucap Clara dengan senyumnya yang mengembang.
"Aku juga gak sabar
jadi ayah," ucap Bara tak kalah antusias.
"Elianoor Barakah
keren kan namanya?" tanya Clara.
"Iya bagus, keren
banget! Ada namaku juga," jawab Bara senang.
Iya Kak, biar kamu inget terus kalo dia anakmu. Batin Clara lalu
tersenyum sambil mengelus perutnya.
***
"Mau kasih tau Bara
kapan?" tanya Robi sambil memeluk tubuh polos Bob dari belakang dan
menenderkan kepalanya di bahu Bob dengan manja.
"Sekarang. Hari ini.
Secepatnya," jawab Bob dengan suaranya yang bergetar melihat berkas yang
baru sempat ia lihat.
Kecupan lembut di
layangkan Robi di leher Bob, lalu beralih ke pipinya. Bob hanya diam. Matanya
berkaca-kaca melihat vonis dokter soal kondisi Clara, cinta pertamanya.
"Kita atasi bersama
sayang. Jangan khawatir," bisik Robi berusaha menenangkan Bob.
"I can't hubby," jawab Bob sebelum
air matanya benar-benar mengalir.
Robi langsung mendekap
erat tubuh pria yang baru saja memuaskannya semalam. Robi paham betul bagaimana
perasaan Bob pada Clara. Ia sendiri juga amat menyayangi Clara. Robi juga sangat
paham seberapa tersiksanya Bob yang harus diam saat Bara menghianati Clara,
karena ia sendiri juga merasa begitu berdosa pada Clara.
"Aku bakal bunuh
Bara, Tina, Claudia, semua! Semua yang bikin Claraku sengsara begini!"
ucap Bob penuh amarah.
"Sst…iya sayang
iya," ucap Robi mendukungnya lalu mengecup kening Bob dengan lembut.
###
Menjelang makan siang Bob
benar-benar datang ke hotel. Langkahnya begitu tegap dan penuh rasa percaya
diri juga amarah.
Brak! Bob langsung membuka pintu ruangan Bara dengan keras.
"Ada apa?"
tanya Bara yang cukup tersentak karena kehadiran Bob yang mendadak.
"Clara sakit!"
ucap Bob lalu melemparkan berkas di tangannya.
"Apa
maksudnya?" tanya Bara heran.
"Eh ada Bob,"
sapa Clara yang langsung masuk saat melihat pintu ruangan suaminya terbuka.
Bob yang awalnya still yakin memberi tahu bara kini
langsung mengurungkan niatnya. Berkas yang baru saja ia banting di ambil
kembali lalu pergi begitu saja meninggalkan Bara dan Clara sendirian.
Harusnya kamu gak datang sekarang Clara! Batin Bob kesal juga
sedih.
Clara yang melihat berkas
yang di bawa Bob keluar, hanya tersenyum dalam diam.
Aduh! Harusnya aku gak buru-buru masuk. Pasti Bob malu
ditolak kakak buat kerja. Batin Clara.
"Sayang," ucap
Bara dan Clara bersamaan.
"Kamu duluan,"
ucap Bara dan Clara kembali bersamaan.
"Aku. Mau kamu
terima Bob buat kerja," pinta Clara.
"Bob?" tanya Bara
heran.
Clara langsung
mengangguk.
"Kenapa?" tanya
Bara lagi.
"Aku mau dia benar,
tidak usah bagian penting. Hanya resepsionis atau apalah. Dia pasti
senang," jawab Clara antusias. "Ini permintaanku yang terakhir
deh," sambung Clara lagi saat tak mendapat respon dari suaminya.
Bara akhirnya tersenyum
dan mengangguk, menuruti permintaan istrinya. "Tapi minta jatah ku ya
nanti malem," ucap Bara mengajukan syarat.
"Kalo adek mau
ya," jawab Clara lalu memeluk suaminya.
"Iya, kakak lupa
sekarang dah mau ada adek juga ya. Padahal dulu cuma berdua," ucap Bara
lalu menutup pintu ruangannya dan menguncinya. "Padahal biasanya aku bisa
rajin dapet jatah," sambung Bara lalu memeluk istrinya dari belakang dan
mengelu perut buncitnya.
Clara hanya tersenyum
mendengar ucapan suaminya yang mengajaknya mengingat masa sebelum hamil.
"Bentar lagi bakal
ada versi mininya kita," ucap Bara lalu menggendong Clara dan memangkunya
di sofa.
"Kakak nanti jagain
adek bener-bener ya," pinta Clara sambil bersandar pada suaminya dengan
manja.
"Iya dong, kakak
jagain. Dia nomer satu, di atas kerjaan, di atas semuanya. Kan anakku,"
jawab Bara lalu mendekap Clara makin erat dan mencium bibirnya.
Clara hanya memejamkan
mata dan membalas ciuman suaminya dengan lembut. Tapi belum lama ia berciuman Clara
sudah mendorong dada suaminya.
"Dah gampang
ngos-ngosan gini, kakak jadi takut kalo minta jatah," ucap Bara yang
melihat istrinya terengah-engah hanya karena ciumannya saja.
"Maaf ya Kak,
adeknya juga dah makin gede soalnya," jawab Clara sambil mengatur
nafasnya.
Bara hanya mengangguk dan
tersenyum sambil mengelus perut Clara.
Aku harus menyudahi semuanya. Aku mau jadi suami dan
ayah yang baik. Batin
Bara lalu mengecup kening Clara.
"Makan yuk Kak,
laper," ajak Clara lalu bangun.
"Makan disini aja,
aku masih mau berduaan," jawab Bara yang masih mager.
"Aku mau banyak
gerak Kak, biar adeknya gampang keluarnya nanti," ucap Clara memaksa
suaminya.
"Kan bisa operasi
aja," jawab Bara yang akhirnya bangun dan menuruti istrinya.
"Gak ah, aku mau
usaha buat normal dulu," jawab Clara lalu membuka pintu ruangan Bara.
***
"Tolong sudahi
semuanya secepatnya. Lupakan taruhan kita. Aku tak butuh vila," perintah
Robi pada Tina yang sengaja ia temui secara empat mata.
"Aku hanya mau
menyudahi taruhan kita, tapi tidak dengan Bara," jawab Tina ngeyel.
"Ku mohon sudahi
semuanya, kamu gak butuh Bara. Kamu hanya di butakan obsesimu sama dia,"
ucap Robi.