Bab 26 - Surat Cerai
Bara sengaja pulang
terlambat karena perasaannya yang malah makin kacau. Bila awalnya Bara kira
semula akan mengakhiri hubungan gelapnya dengan mudah ia malah makin khawatir
dengan kondisi Tina. Bara bahkan lebih ingin pergi menemui Tina di banding
pulang menemui istrinya yang sudah menunggunya.
"Aku pulang,"
ucap Bara yang akhirnya sampai di rumah juga.
"Kakak!" pekik
Clara lalu memeluk erat suaminya yang baru datang dengan tangisnya yang
tersedu-sedu.
"Loh kenapa sayang?
Ada apa kok nangis?" tanya Bara yang langsung lupa dengan Tina dan masalahnya
saat bersama Clara, apalagi Clara sampai menangis begini.
Clara hanya menggeleng
dan tak dapat menahan tangisannya atau tenang sama sekali.
"Sayang ada apa?
Kakak pulang kok di sambutnya sambil nangis gini, ada apa sayang?" tanya Bara
yang khawatir bukan main pada entah apa yang membuat istrinya menangis.
"Aku tadi
pengajian," jawab Clara di sela tangisnya yang masih terisak.
Bara langsung menuntun
istrinya untuk duduk di sofa dan menyeka air mata juga ingusnya dengan tisu.
Clara kembali menangis tersedu-sedu sambil memeluk suaminya erat. Sementara Bara
masih bingung dan khawatir pada istrinya yang mendadak menangis.
"Tenang dulu ya
sayang. Ceritain kenapa," ucap Bara berusaha tenang meskipun perasaannya
khawatir bila ada yang melapor pada Clara atau hal buruk lainnya.
"Tadi aku kan
pengajian," ucap Clara yang belum bisa tenang.
"Oke, tadi adek
pengajian," ucap Bara lembut layaknya menghadapi anak kecil.
"Terus
ustadznya_"
"Ustadznya ngapain?
Nakal? Genit? Pegang-pegang?" potong Bara yang langsung cemburu dan marah.
"Bukan Kak!"
ucap Clara sambil menggeleng lalu menatap suaminya lagi.
"Ustadznya tadi
bilang kalo istri itu harus bisa layani suami dengan baik, didik anak dengan
baik, gak nakal. Aku takut gak bisa keduanya," ucap Clara yang kembali
menangis.
Mendengar ucapan
istrinya, Bara langsung menghela nafas lega. Setidaknya istrinya tidak tau,
juga tak ada hal penting yang harus ia khawatirkan.
"Sstt... sayang aduh.
Cup cup gak kok adek Clara dah bagus, dah baik. Udah ah nangis nya," bujuk
Bara sambil mendekap istrinya dan mengecup keningnya berkali-kali.
"Tapi Kak."
"Suaminya kan aku.
Bagiku kamu dah bagus, dah keren, dah istimewa, berbakti. Jadi gak usah
khawatir ya bumilku," ucap Bara sambil mengelus perut istrinya. "Udah
solat belum sayang?" tanya Bara mengalihkan pembicaraan.
"Udah, kakak
udah?" tanya Clara lalu melepaskan pelukannya.
"Belum, kakak mau
mandi dulu baru solat. Kamu masak apa hari ini?" jawab Bara yang langsung
memberikan kesibukan untuk istrinya.
"Tadi cuma masak
ayam," jawab Clara lembut.
"Sayang aku pengen
makan kentang goreng sama ice cream.
Kita kayaknya butuh waktu berdua buat banyak ngobrol," ucap Bara lalu
mengecup bibir istrinya.
Clara hanya mengangguk
lalu tersenyum. Sementara Bara langsung ke kamar untuk mandi dan yang lain.
***
Gak! Gak mungkin aku tinggalin Clara buat Tina! Tina
tetap hanya sebagai simpanan! Sampai kapanpun! Batin Bara lalu mengambil ponselnya dan
melepaskan baterainya.
"Argh! Sadar Bara! Sadar!" ucap Bara
menguatkan hatinya lalu memasukkan ponselnya ke laci dan pergi ke kamar mandi.
Suara guyuran shower terdengar dari kamar mandi tanpa
henti. Bara hanya diam di bawah guyuran tersebut. Sabun pun tak di sentuhnya.
Pikirannya terlalu kacau.
Sekeras apapun ia memilih, ia benar-benar bingung. Memilih istrinya dan fokus
pada keluarga kecilnya ia akan kehilangan Tina, tapi bila memilih Tina ia jelas
membuat istri dan anaknya pergi sejauh mungkin.
"Kakak, mandinya
masih lama?" tanya Clara sedikit berteriak di depan kamar mandi.
"Sebentar
sayang," jawab Bara yang akhirnya tersadar dan buru-buru menyelesaikan
mandinya.
"Sayang ada
tamu," ucap Clara yang masih di depan kamar mandi.
Tamu? Siapa sih orang bodoh yang ganggu waktuku buat
istirahat. Batin
Bara kesal.
"Siapa sayang?"
tanya Bara yang akhirnya keluar dari kamar mandi.
"Katanya
pengacaranya pak Bara gitu," jawab Clara lalu duduk di tempat tidur.
"Hah? Pengacaraku?
Siapa? Dion? Joni?" tanya Bara bingung.
"Gak tau Kak,
wajahnya beda. Aku gak kenal," jawab Clara lalu memeluk suaminya dan
membantunya mengkancingkan piyamanya.
"Aku gak ada janji
sama siapa-siapa loh," ucap Bara bingung lalu menyisir rambutnya lalu
turun sambil menggandeng istrinya.
"Butuh apa?"
tanya Bara yang benar-benar tanpa basa-basi.
"Ini surat cerainya
Pak sudah saya siapkan," jawabnya sambil menunjukkan amplop yang masih
tersegel rapi.
"Siapa yang mau
cerai?" tanya Bara lalu duduk berhadapan dengan si pengacara tentu dengan
Clara di sampingnya.
Bara membaca tiap kalimat
di dalamnya dengan sangat teliti. Matanya langsung membulat melihat tiap isi
dan tuntutannya. Clara langsung down,
air matanya tak bisa di tahan lagi.
"Saya gak pernah
mengajukan cerai! Saya tidak mau cerai! Lelucon macam apa ini?" bentak Bara
tak terima sambil melemparkan surat cerainya.
"Kamu jahat,"
bisik Clara dengan sesak lalu pergi ke kamarnya dengan air matanya yang kembali
bercucuran.
"Clara sayang,"
panggil Bara menahan istrinya.
"Ini Bapak tinggal
tan_"
Bugh! Bara langsung melayangkan bogem mentahnya ke dagu si
pengacara yang datang entah karena kiriman siapa. Tak puas hanya melayangkan
bogemnya sekali, Bara melakukannya berulang kali lagi dan lagi. Hingga pak Man
dan bi Wati turun tangan melerainya.
"Gak saya bunuh dah
bagus kamu!" ucap Bara penuh emosi dan penekanan lalu berlari ke kamarnya
untuk menenangkan istrinya terlebih dahulu.
Siapa yang kirim dia? Apa Tina? Batin Bara lalu
mengurungkan niatnya untuk menenangkan istrinya.
Suara tangis Clara begitu
terdengar. Isakannya benar-benar menyayat hati Bara. Tapi Bara ingin meluruskan
masalahnya dan benar-benar menyudahi hubungan gelapnya.
Bara menyambar kunci
mobilnya juga jaket bombernya. Nafasnya masih menderu penuh emosi dan amarah
karena ada yang mencampuri masalah rumah tangganya.
"Tunggu sebentar sayangku,
akan ku sudahi semua," ucap Bara lalu mengelus bahu Clara yang langsung di
tampik Clara.
Bara yang merasa sudah
pamit langsung pergi menemui Tina dengan mobilnya. Mencari Tina ke rumahnya,
tapi sangat disayangkan Tina sedang jaga di rumah sakit. Tapi karena emosinya
yang lebih tinggi dari pada apapun saat ini, Bara tetap mencari Tina.
Plak! Tamparan keras langsung dilayangkan Bara pada Tina
begitu sampai di rumah sakit.
Tina terjatuh hingga
tersungkur. Matanya langsung berkaca-kaca menatap Bara yang menyerangnya. Bara
kembali menariknya dan menghempaskannya hingga menatap meja kerjanya.
"Kalau mau mati, ku
bunuh saat ini!" ucap Bara pelan dengan tangannya yang perlahan mencekik Tina.
"Apa maksudmu?"
tanya Tina yang benar-benar tak tau apapun.
"Maksudmu apa kirim
pengacara ke rumahku?" bentak Bara lalu melemparkan tubuh Tina.
"Aku tak
melakukannya! Aku berani bersumpah Bara! Aku memang menginginkan mu! Tapi aku
tak pernah mengirim apapun padamu! Sumpah!" ucap Tina ketakutan bila
memang Bara akan membunuhnya.
"Apa buktinya kalo
bukan kamu?" tanya Bara kesal.
"Kamu bisa cek semua
CCTV! Black box di mobilku juga kalo
perlu! Aku langsung kemari setelah dari hotelmu!" ucap Tina meyakinkan Bara.
"Ku selidiki! Sampai
kau bohong dan Clara meninggalkanku, aku bersumpah kalau aku akan menjadi mimpi
burukmu!" ucap Bara penuh ancaman yang tak lagi main-main.
###
Sesampainya Bara di rumah
dan kembali ke kamarnya. Clara tak lagi ada disana. Clara hanya membawa tas
jinjingnya yang isinya tak seberapa.
"Clara mana?"
tanya Bara pada pak Man.
"Di kamar Pak, dari
tadi gak keluar kok," jawab pak Man.
"Gak ada di kamar!
Clara kemana!" ucap Bara menggebu-gebu penuh emosi dan panik.