Bab 25 - Kista
Kekhawatiran dokter Wulan
makin lama makin tinggi. Bukan saja karena adanya kista yang tumbuh lagi di
rahim Clara. Kemungkinan melahirkan normal juga mulai jauh untuk di jangkau.
Baik usia kandungan ataupun proses kelahirannya nanti.
Clara juga selalu datang
dan memeriksakan kandungannya sendiri. Lalu meminta dokter Wulan untuk
menyembunyikan penyakit yang ia derita dari keluarganya bahkan Bara suaminya.
"Maaf, apa pak Bara
ada?" tanya dokter Wulan pada resepsionis.
"Pak Bara meeting, sudah buat janji?" jawab
resepsionis.
"Saya cuma mau
ngantar ini, sebenarnya ini soal istrinya pak Bara. Jadi harus langsung,"
jawab dokter Wulan.
Si resepsionis hanya
saling tatap lalu dengan temannya lalu memutuskan untuk mengantar dokter Wulan
ke ruangan Bara.
"Kalau menyangkut
istrinya, pak Bara minta diutamakan," ucap si resepsionis yang mengantar
dokter Wulan.
"Seperti itu
ya," ucap dokter Wulan lalu mengangguk.
"Silahkan tunggu di
dalam," ucap resepsionis mempersilahkan.
"Terimakasih,"
jawab dokter Wulan lalu duduk di sofa dalam ruangan Bara.
Tak selang lama setelah
dokter Wulan duduk, Tina masuk dengan cueknya. Si resepsionis juga tak berani
menegur Tina dan memilih untuk meninggalkannya begitu saja.
"Loh dokter Wulan, long time no see," sapa Tina ramah.
"Hai, apa
kabar," ucap dokter Wulan basa-basi.
"Kamu bisa lihat
kan. Aku baik-baik saja, oh iya ada angin apa kok sampe sini? Jangan ganggu
lakiku ya," ucap Tina ramah.
"Aku mau ngantar
surat buat pak Bara, catatan kesehatan istrinya," jawab dokter Wulan.
"Hah? A-Adikku
sakit? Boleh aku melihatnya? Ya ampun ini sangat mengkhawatirkan," ucap Tina
pura-pura cemas lalu mengulurkan tangannya untuk melihat catatan kesehatan Clara.
Tanpa rasa curiga
sedikitpun dokter Wulan langsung memberikannya pada Tina. Dokter Wulan merasa
sedikit senang saat tau ada bagian keluarga Clara yang tau, apalagi Tina tadi
bilang soal adik. Makin yakin lah dokter Wulan untuk membagi informasinya
dengan Tina.
"Kista? Ya ampun
sejak kapan? Aduh! Ini Bara harus tau!" ucap Tina berpura-pura panik.
"Apa kamu mau."
"Biar aku aja yang
sampaikan. Akan ku antarkan dan jelaskan langsung! Ini sangat penting!"
potong Tina.
"Benarkah? Mohon
bantuannya ya. Clara sangat sulit dibujuk. Ku rasa ia hanya tak ingin membuat
orang di sekitarnya cemas," ucap dokter Wulan yang sedih dengan kondisi Clara.
"Tenanglah. Ada aku.
Aku akan membantunya," jawab Tina meyakinkan.
"Syukurlah, alhamdulillah
Clara banyak yang care. Kalau gitu
mohon dibantu ya Tin," ucap dokter Wulan.
"Iya pasti,"
jawab Tina sebelum dokter Wulan angkat kaki. "Iya pasti tak akan ku
sampaikan," sambung Tina lalu menyobek berkas yang ada di tangannya.
"Kamu mati saja Clara!
Mati lah bersama bayi najismu itu!" maki Tina kesal lalu meremas mapnya
dan membawanya keluar untuk membersihkan jejaknya.
***
"Mau apa lagi lonte
itu kesini?" gumam Bob yang datang ke hotel untuk mengajak Robi makan
siang.
Tapi entah keberuntungan
atau kesialan. Ia malah bertemu dengan Tina. Bukan hanya itu. Bob juga melihat
Tina yang membuang berkas ke tong sampah.
"Hubby bilang dia meeting. Berkas apa itu ya?" gumam Bob penasaran lalu mendekat
ke arah tempat sampah sebelum di angkut OB.
Aih. Kenapa nyaman ya manggil hubby ke bang Robi. Batin Bob yang jadi
deg-degan.
Karena terlalu lama
melamun OB datang untuk membuang sampah. Jelas Bob langsung mengejarnya untuk
menghentikannya.
"Woi! OB
tunggu!" tahan Bob lalu membuka tempat sampah besar yang baru akan di
buang.
"Ada apa mas?"
tanya si OB bingung.
"Ada barang gue ikut
ke buang" jawab Bob sekenanya.
"Bob, kamu ngapain
ngorek-ngorek sampah?" tanya Robi yang melihat Bob mengambil berkas dan
sobekan kertas yang di buang Tina barusan.
"Apa sih?" saut
Bob ketus karena masih saja salah tingkah. "Lu ada kresek gak?" tanya
Bob pada OB.
"Biar aku yang carikan.
Lanjutkan kerjaan mu," ucap Robi pada OB yang di tahan Bob.
Robi dan Bob saling diam,
sementara Bara menatap aneh pada keduanya dan memilih langsung masuk ke
ruangannya. Setelah suasana sudah cukup aman Bob baru berani buka suara.
"Tadi aku liat Tina
buang ini. Mungkin rahasia," ucap Bob menjelaskan pada Robi.
"Kamu terus mau apa
ke sini? Clara jarang main ke kantor," goda Robi pada Bob lalu berjalan
melewatinya.
"Em aku. Aku itu
anu,"
"Kangen?"
potong Robi lalu masuk ke ruangannya di ikuti Bob.
"Aku laper makannya
kesini minta traktir! " ucap Bob sekenanya.
"Beneran cuma
laper?" tanya Robi lalu mengambil berkas dalam bentuk sampah yang ada di
tangan Bob.
"Iya! Lagian aku
juga bosan melihatmu terus," ucap Bob grogi karena tatapan Robi yang makin
intens.
"Aku dapat endorse
cincin. Kau mau?" tawar Robi yang sebenarnya tidak dapat endorse dan hanya
beralibi menutupi perasaannya yang begitu senang saat bersama Bob.
"Tidak, tidak
usah," tolak Bob.
"Hey! Oke iya aku
membelinya! Kamu minta komitmen, mari berkomitmen," ucap Robi lalu menarik
Bob mendekat dan memaksa masuk cincin yang sudah ia siapkan ke jari manis Bob.
"Ini sempit hubby!" rintih Bob dengan manja
pada Robi.
"Oh ya?" tanya
Robi lalu mengelus jari Bob. "Bagus, biar gak lepas-lepas," sambung
Robi lalu mengecup jemari Bob.
"Aku mau yang agak
longgar," rengek Bob manja.
"Nanti kita cari. Oh
iya, sudah makan?" tanya Robi lalu menggandeng Bob keluar ruangannya
setelah menyimpan berkas yang di pungut Bob ke lacinya.
"Belum," jawab
Bob.
"Bagaimana papamu?
Kapan aku boleh menemuinya?" tanya Robi antusias sambil melangkah masuk ke
dalam lift.
***
"Tina! Aku kan dah
bilang jangan ke kantor!" bentak Bara yang tak mau istrinya marah lagi.
"Ini juga bukan
kantor," elak Tina.
"Pergilah, kita bisa
bertemu di lain tempatkan," ucap Bara dingin.
"Aku kangen! Kamu
susah dihubungi, aku takut menghubungi Clara, aku merindukanmu! Aku kemari
hanya ingin melihatmu! Memastikan kamu gak papa," ucap Tina penuh emosi
hingga menitihkan air mata.
Dengan rasa ibanya yang
muncul, Bara mendekat ke arah Tina memeluk tubuh wanita yang pernah mengisi
hatinya. Tina makin menjadi.
"Aku tau ini salah.
Aku paham aku akan di pandang rendah."
"Sstt sudah
diam," ucap Bara menenangkan.
"Aku hanya wanita
simpanan," sambung Tina kesal.
"Bukan, kamu bukan
simpanan," ucap Bara menenangkannya Tina.
"Aku simpanan! Aku
tak pernah pantas bersanding denganmu! Bahkan bertemu pun tidak! Lupakan saja
janjimu dulu juga list yang kita
buat!" ucap Tina yang kembali bermain tarik ulur dengan Bara.
Tina langsung pergi
begitu saja dari ruangan Bara. Pergi dengan derai tangisnya. Berharap Bara akan
mengejarnya. Tapi sayang Bara masih diam dan memikirkan banyak hal di
kepalanya.
Bara ingin mengejar Tina,
tapi ia kepikiran dengan istrinya yang masih sedih, calon anaknya, keluarga
besarnya, mertuanya, bahkan pemikiran orang-orang bila tau ia memiliki
simpanan. Bara tak mau semuanya berantakan lagi. Tapi Bara juga tak mau
kehilangan istri dan anaknya nanti.