Bab 39 - Ruang ICU
Jeritan kesakitan terdengar
dari ruang bersalin Clara. Terus terulang hingga suara tangisan bayi terdengar.
Adam terlihat lega bahkan terharu, Anna juga ikut senang bahkan sudah menangis
haru. Bob keluar dengan pucat, namun ia tak bisa menyembunyikan senyumnya saat
Clara melahirkan dengan sukses.
"Dah diambil
videonya?" tanya Adam pada Bob.
"Sudah Pak. Aman,"
jawab Bob lalu duduk bersimpuh di lantai.
Anna hanya tersenyum melihat
Bob yang gemetaran lalu masuk ke ruang bersalin bersama suaminya.
"Mau dinamain siapa
sayang?" tanya Caca yang melihat cucu pertamanya yang masih kemerahan
tengah menyusu.
"Lia, Elianoor
Barakah," jawab Clara yang terus menatap bayinya dengan wajahnya yang
pucat namun tetap dihiasi senyuman. "Kak Bara mana?" tanya Clara
sambil menatap sekitar.
"Belum dateng.
Perjalanan," jawab Fajar.
Clara terdiam sejenak. Wajah
senyumnya sedikit memudar mendengar jawaban ayahnya. Suasana kembali hening
bahkan hingga Clara di pindahkan ke kamarnya bersama bayi kecilnya yang terus
ia dekap.
Adam dan Anna merasa sangat
bersalah pada Clara, apalagi saat Rey dan Hana yang baru saja pulang dari
Malaysia datang. Sementara Bara yang sedang tidak ada pekerjaan malah tak
kunjung datang bahkan hingga bayinya lahir.
"Ayahmu masih sibuk
kerja sayang," ucap Clara sambil menimang bayinya. "Sebentar lagi
ayah datang," sambung Clara sambi mengecup kening putri kecilnya.
"Perasaan ayah, kamu
ini masih jadi bayi kecil ayah. Eh tau-tau bayi kecil ayah dah punya
bayi," ucap Fajar yang menemani Clara.
"Bunda coba gendong Lia
dong," pinta Caca pada putrinya.
Clara hanya menjawab dengan
anggukan dan senyum kecil yang tersungging di bibirnya.
"Liat dong," ucap
Anna lalu mengecup pipi Lia yang begitu chubby.
"Akhirnya Bara punya
anak ya Bun," ucap Adam senang.
"Dia anaknya Clara
bukan Bara. Kalo emang Bara bapaknya pasti tadi ada!" ketus Fajar tak
terima dengan ucapan Adam.
Adam hanya diam begitu pula
dengan Anna. Bahkan Anna tak berani meminta untuk menggendong cucunya karena
masih merasa bersalah.
"Ayah jangan gitu. Itu
cucunya ayah Adam juga, anaknya kak Bara juga," lerai Clara. "Nanti
pasti aku juga sering titipin Lia kesana. Gak cuma ke ayah sama bunda
aja," sambung Clara yang mencoba mencairkan suasana.
Adam dan Anna yang mendengar
ucapan Clara langsung tersenyum. Tak menyangka bila Clara mampu begitu
memaklumi semuanya.
"Yah, kak Bara gak
dateng-dateng aku jadi khawatir kalo kakak kenapa-napa," ucap Clara yang
malah mencemaskan keadaan suaminya.
"Udah Clara tenang aja,
jagain Lia aja. Masalah Bara biar ayah langsung yang ngurus ya Nak," jawab
Adam lembut.
Clara hanya mengangguk pelan
mendengar jawaban mertuanya.
###
Clara terus menunggu Bara
datang. Tentu Clara tak sendiri, orang tuanya bergantian menjaganya dan bayi
kecilnya. Bob juga terus ada di sekitar Clara meskipun sudah diusir ayah Clara.
Setelah menunggu Bara cukup
lama akhirnya yang ditunggu datang. Bara langsung berlari ke ruang bersalin dengan
nafas terengah-engah, matanya pun berkaca-kaca mencari istrinya.
"Suaminya bu Clara?"
tanya suster yang melihat Bara dan Robi yang datang dengan tergesa-gesa.
Bara hanya mengangguk.
"Sudah pindah ke ruang
inap Pak, lurus belok kanan," ucap si suster memberi tahu Bara.
Bara langsung pergi ke kamar
inap istri dan bayi kecilnya.
"Yakin lo suaminya
Clara?" tanya Bob menahan Bara dan sudah siap untuk memukulnya.
"Bob jangan! Jangan
bikin kacau, habis ini. Biar Bara ketemu istrinya," perintah Robi dengan
tegas.
Bara langsung masuk ke kamar
Clara, mengabaikan ucapan Bob maupun Robi. Bahkan Bara juga mengabaikan mertua
dan orang tuanya. Ia hanya fokus pada Clara.
"Sayang maaf,"
ucap Bara yang langsung memeluk Clara dan mendekapnya erat-erat menyembunyikan
air mata penyesalannya.
"Kakak dari mana
aja?" tanya Clara yang membalas pelukan suaminya.
Bara hanya diam, terlalu
takut untuk jujur pada istrinya.
"Kak liat anakmu
deh!" ucap Clara antusias menunjukkan bayi mungilnya.
"Ya Allah bayiku,"
ucap Bara yang langsung melihat mahluk kecil dalam box bayi, Bara benar-benar tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya.
Bara bahkan tak pernah
seemosional ini sebelumnya. Bara yang begitu keras bahkan sampai tak kuasa
menahan air matanya lagi. Bara bahkan sangat gemetaran saat ingin menyentuh
bayi kecilnya.
"Di gedong dong
Kak," pinta Clara yang masih terbaring.
"I-Iya," jawab Bara
dengan suaranya yang bergetar.
Paham menantunya yang begitu
berhati-hati hingga takut menyentuh bayinya sendiri. Caca mengambilkan Lia dan
memberikannya pada Bara untuk menggendong putri kecilnya sendiri.
"Kamu kecil, lembut,
lemah. Bayiku," ucap Bara yang akhirnya menggendong putrinya sebelum
akhirnya diberikan pada Clara yang sudah siap untuk menyusuinya.
"Itu ayah Nak, yang
kamu suka itu loh suaranya," ucap Clara mengenalkan Lia pada ayahnya
meskipun Lia tak paham sama sekali.
"Aku jadi ayah. Aku
jadi ayah," ucap Bara seolah tak percaya dengan gelar barunya lalu
mengecup kening Clara dan pipi putri kecilnya.
Clara hanya mengangguk
sambil menggenggam tangan suaminya.
"Kamu ini benar-benar
suka bohong ya Kak. Dulu kamu janji temenin aku waktu melahirkan. Tapi kamu gak
bisa temenin," keluh Clara dengan suaranya yang makin lirih.
"Maaf sayang. Maaf
Clara," sesal Bara.
"Kakak janji jangan diulangin
lagi ya. Kakak harus beneran fokus sama anak kita loh!" ucap Clara yang
langsung dianggukki Bara dengan cepat.
Sadar bila Bara dan Clara
butuh waktu berdua. Para orang tua memilih keluar kamar. Membiarkan waktu untuk
Bara dan Clara menghabiskan waktu berdua.
***
"Saya pulang dulu
sebentar. Dicari Lisa. Nanti saya kesini lagi," ucap Adam pada Robi dan
Bob lalu menyalimi Fajar dan Caca.
"Duluan ya Ca, nanti
aku kesini lagi," pamit Anna pada Caca sebelum pergi bersama suaminya.
Caca hanya mengangguk, tak
bisa mengantar ke depan. Tak selang lama Sofia datang membawakan pakaian milik
Caca dan Fajar.
"Akhirnya dateng
juga," ucap Caca menyambut Sofia.
"Agak macet tadi
bude," jawab Sofia.
"Permisi, kamar
tulip?" tanya Tina yang datang dengan pakaiannya yang cukup menggoda.
Kali ini bukan menggoda
karena pakaian sexynya. Tapi tina
memakai kemeja over size yang ia
padukan dengan celana pendeknya.
"Benar, temennya Clara
ya?" sambut Fajar ramah.
"Mau apa kamu
kesini?" ketus Sofia.
"Monster!" bentak
Bob yang datang membawa burger bersama Robi.
"Oh dah pada
kenal?" tanya Caca.
Semua langsung hening.
"Gini om tante. Jadi
saya ini pacarnya Bara. Rencananya setelah Clara melahirkan Bara mau cerai, ini
surat-suratnya tinggal di tanda tangani. Maaf tadi lama, kita sibuk ngurus
ini," ucap Tina memulai pembicaraan sambil menyerahkan map berisi
pengajuan cerai.
Di luar dugaan Fajar sangat
terkejut mendengar apa yang disampaikan Tina. Bahkan Fajar langsung menampar Tina
dengan sangat kuat sebelum akhirnya Fajar tersungkur sambil memegangi dada
kirinya.
Semua langsung sibuk
mengurus Fajar yang terkena serangan jantung. Terutama Robi dan Bob. Sementara
Sofia dan Caca memanggil dokter dan mendampingi Fajar.
"Permisi," ucap Tina
seolah tak berdosa masuk ke dalam ruangan Clara dan langsung memeluk Bara.
"Sayang kapan minta tanda tangan Clara?" tanya Tina manja.
"Bacot!" maki Bara
lalu mendorong Tina keluar agar tak mengganggu istri dan anaknya yang tengah
terlelap.
"Loh kok kamu jadi
gini?" tanya Tina sengaja meninggikan suaranya agar Clara mendengarnya.
"Kamu sakit! Gila! Aku
gak bakal kembali ke kamu. Kalo gak karena kamu jebak aku, aku pasti dah
dampingi istriku melahirkan!" kesal Bara.
"Lagian aku kan gak
paksa kamu buat dateng, aku gak pernah maksa kamu buat turitin aku!" jawab
Tina membela diri.
"Apapun yang terjadi ke
depannya. Kita sudah tidak ada hubungan apapun! Dan lagi yang harus kamu tau!
Istriku cuma Clara! Anakku cuma dari Clara!" bentak Bara lalu merobek map
di tangan Tina.
"Bara! Mertua lo
serangan jantung!" ucap Bob yang datang dengan tergopoh-gopoh.
"Astagfirullah!"
ucap Bara lalu mengusap wajahnya dengan gusar. "Bajingan! Kamu bilang apa
sama mertuaku! Bangsat!" bentak Bara pada Tina lalu berlari mengikuti Bob.
Tega-teganya,
semua orang lebih mementingkan si bodoh itu! Batin Tina kesal sambil
menatap Clara dari balik jendela dengan kesal.
Dengan langkahnya yang
dipenuhi rasa amarah Tina melangkah masuk ke dalam kamar Clara. Melihat Clara
yang tengah mendekap bayinya.
Bahkan
waktu diam pun tetap menyebalkan! Batin Tina yang menatap Clara dan bayinya
dengan kesal.
"Hiks hiks hiks,"
suara terisak dari bayi mungil dalam dekapan Clara sebelum mulai menangis
kencang.
Tina cukup gelagapan saat si
bayi mulai menangis. Takut bila ia ketahuan oleh Clara. Ketakutan Tina makin
menjadi saat si bayi menangis makin keras.
Bugh!
Dengan
cepat Bara memukul Tina dan kembali menyeretnya keluar agar diurusi Robi.
Lia terus menangis dengan
kencang. Bahkan Bara yang kewahan sampai memanggil suster.
Capek
banget istriku ini sampai gak denger Lia nangis. Batin Bara lalu mengecup
pipi Clara sebelum menggendong bayinya dengan sangat hati-hati.
"Sofia, bisa tolong Lia?
Aku gak tega bangunin Clara," ucap Bara begitu melihat Sofia datang.
Sofia hanya mengangguk lalu
membantu Bara.
"Ayah gimana?"
tanya Bara cemas pada ayah mertuanya.
"Cuma kaget aja,
tekanan darahnya tinggi. Tapi gak kena serangan jantung. Huh lagian buat apa
kamu peduli. Toh kamu mau cerai dari Clara ini," ucap Sofia sambil
mengganti popok Lia.
Bara hanya bisa diam.
Terlalu merasa bersalah bila membela diri setelah semua yang ia lakukan selama
ini.
"Clara bangun oi! Lia
haus!" ucap Sofia membangunkan Clara meletakkan Lia di sampingnya.
Clara tak bergerak sama
sekali. Bahkan memberi respon pun tidak. Sofia mulai khawatir.
"Clara!" panggil Sofia
meninggikan suaranya.
"Sayang, bangun dulu
yuk!" ucap Bara sambil menggoyangkan tubuh Clara.
Clara sama sekali tak merespon. Tangisan Lia mulai menggema makin kencang. Clara masih tak bergerak sama sekali. Mata indahnya terpejam, Clara kembali masuk kedalam ICU dan mendapat perawatan intensiv karena koma dan kehilangan banyak darah saat melahirkan.
Bara begitu khawatir, jelas begitu khawatir. Ia bahkan mengerahkan segala kemampuannya untuk memulihkan istrinya kembali. Mencarikan darah yang sesuai, mencarikan obat, segalanya. Bara juga tak beranjak sedikitpun dari ruang ICU dan hanya menlihat putrinya sesekali saja. Itupun ia masih terlihat kalang kabut.
"Makan Bara," tawar Caca yang melihat betapa pedulinya Bara pada Clara dan mulai merasa jika keputusan cerai itu hanya siasat Tina untuk merusak rumah tangga putrinya saja.
"Clara gak makan Bunda, aku juga gak makan," ucap Bara yang sudah terlihat jauh lebih kurus dan memprihatinkan. "Aku nemenin istriku aja Bunda, gapapa...nanti kalo udah laper makan kok," Bara menarik ucapannya agar Caca tidak khawatir.
Bara terus duduk di samping Clara yang masih tak menunjukkan perubahan dengan segala penyesalan dan perenungannya. Samar ia mendengar suara dari bilik sebelah, ibu muda yang sudah pulih dan bisa mengurus bayinya kembali. Bara juga ingin anaknya bisa segera kembali dalam dekapan Clara dan berbahagia bersama.
"Sayang bangun, aku salah. Aku salah besar, aku minta maaf..." ucap Bara yang entah keberapa kalinya ia meminta maaf bahkan Bara sampai berdoa disetiap kesempatan karena tak tau lagi harus apa agar istrinya bisa siuman.
"Emhhhh...." erang Clara pelan sembari berusaha membuka matanya perlahan.
"Clara! Sayang!" seru Bara yang begitu senang dan langsung terharu sembari menggenggam tangan istrinya dan menekan tombol bantuan terus menerus. "Sayang, aku disini! Aku disini!"
"Kakak..." lirih Clara yang mulai sadar.