Bab 7 - Tawaran Tina
Menjelang siang Bara dan Clara sudah bersiap pulang.
Clara juga hanya membeli sedikit oleh-oleh untuk Lisa dan Aya karena bingung
ingin membeli apa. Bara juga malah membeli banyak kripik pedas khas Bandung.
"Mau beli kalung gak?" tawar Bara pada
istrinya.
"Kan dah banyak kak," tolak Clara.
"Buat babynya?"
tawar Bara memaksa.
"Iya kalo cewek. Kalo cowok?" jawab Clara
yang malah balik tanya.
"Hm yaudah," ucap Bara yang akhirnya
mengalah dan tidak jadi mampir-mampir lagi.
Berhubung penerbangan tak ada penundaan dan lainnya.
Bara dan istrinya bisa langsung pulang. Bara sengaja tidak mengajak istrinya
pulang ke rumah mereka karena belum menyiapkan apapun dan mengajak istrinya ke
rumah orang tuanya. Tapi belum juga Clara istirahat setelah perjalanan dan
menanggapi Lisa dan Aya yang sangat senang dengan kepulangannya, Clara
berkali-kali dan telfon dari orang tuanya dan Claudia juga Patricia secara
bergantian.
"Kak, kayaknya ada yang penting deh sampe disuruh
pulang mulu dari tadi," ucap Clara sambil merebahkan diri.
"Bumil tiduran dulu aja. Nanti pulang. Biar aku
yang bilang. Nanti sebelum isya dah di sana," ucap Bara menenangkan
istrinya yang mudah panik bila banyak yang mencarinya.
"Hmm apa gak pulang aja dulu kak? Nanti baru kita istirahat," pinta Clara
cemas.
"Nanti aja ah. Kasian bunda sama kak Hana dah
masak bebek tuh," ucap Bara yang tak ingin pulang cepat-cepat.
"Yaudah tapi nanti pulang ya abis maghrib?"
ucap Clara lalu memiringkan posisi tidurnya.
Paham dengan maksud sang istri, Bara langsung memijat
punggung dan pinggangnya hingga Clara terlelap. Bara terus mengelus dan memijit
punggung, pinggang juga kaki Clara hingga suara dengkuran pelan terdengar. Bara
hanya tersenyum memperhatikan istrinya yang benar-benar kelelahan dan sangat
cepat tidur dari biasanya, dengan perlahan Bara meninggalkan Clara yang
tertidur setelah mengecup keningnya dan pergi ke bawah menemui bundanya dan
yang lain.
"Kak, kak Clara mana?" tanya Lisa yang
selalu ingin ditemani Clara.
"Lagi bobo. Capek," jawab Bara lalu menggandeng
Lisa agar menjauh dari kamarnya.
"Yahh gak jadi main deh," keluh Lisa sambil
mengikuti kakaknya.
"Main apa sih?" tanya Bara penasaran.
"Main dokter-dokteran sama masak-masakan,"
jawab Lisa lalu berjalan ke arah bundanya yang tengah memotong timun.
"Kak Clara mana sayang?" tanya Anna pada
putrinya.
"Bobo capek," jawab Lisa lesu.
"Em adek bayinya kali yang capek. Dah gapapa Lisa
bantu bunda aja ya," hibur Anna.
"Gak seru kalo sendiri. Seru sama kak
Clara," rengek Lisa.
***
Bara yang juga capek dan butuh istirahat memilih untuk
pijit dengan kursi pijat milik ayahnya, menjauh dari Lisa dan bunda juga kakak
iparnya yang sibuk memasak. Tapi belum juga Bara duduk santai dengan nyaman, Bara
sudah dibuat panik dan kesal. Bukan karena Aya yang tiba-tiba memaksanya
menjadi unicorn. Melainkan karena
kedatangan Tina ke rumah orang tua Bara.
"Mau apa kamu ke sini?" tanya Bara ketus.
Pas banget! Duh emang rejeki
anak baik. Batin Tina yang
mendapat sambutan galak dari Bara.
"Loh ada Bara. Dah pulang?" ucap Tina
basa-basi.
"Berapa kali aku harus ngusir kamu biar kamu
paham sih?" kesal Bara dengan tegas, yang sangat tidak kontras dengan
penampilannya saat ini yang memakai baju santai dan bando tanduk ala unicorn.
"Aku mau main. Emang gak boleh ya?" ucap Tina
santai.
"Gak boleh! Pergi sana!" usir Bara.
"Ini ada apa sih ribut-ribut?" tanya Anna
yang datang dengan tergopoh-gopoh ke arah suara putranya "Loh ada Tina.
Masuk. Pas banget. Tante masak banyak. Makan sini ya?" sambut Anna dengan
hangat.
"Gak boleh! Kamu pergi sana Tin!" tolak Bara
yang kekeh mengusir Tina.
"Kamu kenapa sih nak? Kok jahat gitu?" tanya
Anna pada putranya.
"Clara gak suka Tina, Tina mantanku. Jadi aku gak
mau Clara cemburu. Nanti sedih," jawab Bara menyampaikan alasannya
mengusir Tina.
"Alah gapapa. Pasti Clara bisa maklum kok. Clara
kan tau gimana suaminya," ucap Anna menenangkan putranya sambil mengajak Tina
masuk.
Duh kalo aku bisa kuasai
tante Anna, aku bisa gampang nih dapetin Bara. Belum juga apa-apa, dah dimudahkan
gini. Batin Tina senang
sambil mengikuti Anna.
Duh gawat ini kalo Clara
ngambek. Batin Bara panik
dan cemas lalu menyusul bundanya.
"Bunda aku mau pulang," ucap Bara pada
bundanya.
"Loh kenapa?" tanya Anna terkejut.
"Soalnya ada dia!" jawab Bara sambil melirik
Tina.
"Hmm tapi kan Clara juga masih istirahat. Baru
juga bentar di rumah. Bunda loh belum ngelus cucunya bunda juga," bujuk Anna.
Sadar dirinya dalam posisi yang menguntungkan Tina
langsung memasang wajah sedih dab bersalah.
"Yaudahlah tante. Aku aja yang pergi. Harusnya
emang aku sadar diri akan posisiku," ucap Tina merendah.
Coba kita lihat siapa yang
bertahan. Batin Tina lalu
menyalimi Anna dan berjalan keluar.
Bangsat! Kenapa
malah gak tega!
Batin Bara yang malah iba dan merasa bersalah.
Tapi belum juga Tina melangkah jauh, Anna sudah
menahannya. Sementara Bara sudah pergi terlebih dahulu, meninggalkan Tina dan
bundanya.
"Gapapa tante. Lain kali aku bakal ngabarin tante
kalo mau main," ucap Tina lalu pamit dan pergi keluar.
Brak! Suara Bara yang tiba-tiba menyeret Tina
dan menghempaskannya hingga menatap mobil Juke milik Tina.
"Kamu maunya apa sih? Aku dah punya keluarga. Mau
apa kamu? Kenapa ganggu aku terus?" tanya Bara dengan nafasnya yang
menderu.
Jackpot! Batin Tina senang dan merasa sukses
mendapatkan Bara.
"Masih sama mau ku. Aku gak masalah jadi nomor
dua dan di nomor dua kan, atau istri siri yang hanya dapat jatah sebulan sekali
tanpa nafkah finansial. Asal bersamamu. Dan jadi punyamu. Hanya itu mauku,"
ucap Tina lembut dan dihiasi dengan suara sendunya yang membuat Bara makin iba.
Bara langsung menggeleng dengan sangat berat dan
memejamkan matanya erat. Seolah sangat sulit membedakan mana babi, mana sapi.
"No i
can't" jawab Bara melembut.
"Kita bisa di belakang. Gapapa aku jadi
simpananmu," ucap Tina lalu mengelus pipi dan dada Bara yang begitu galau.
"Itu gak baik. Nanti Clara sakit kalo tau,"
tolak Bara "Dan aku gak mau pisah," sambung Bara.
"Kamu gak harus pisah. Kita. Aku dan kamu. Juga
Clara dan bayimu. Kita bisa hidup dalam damai bersama," ucap Tina berusaha
menghilangkan kecemasan Bara sambil mengelus pipinya dan mengecup bibir Bara.
"No, don't
do it," ucap Bara dengan suaranya yang menyiratkan ketidakyakinkan
dalam dirinya.
Tina langsung mundur menjauh dari Bara beberapa
langkah, air matanya mengalir begitu saja dengan tangannya yang membungkam
mulutnya sendiri. Berusaha menahan tangisnya yang akan segera pecah dan tak
dapat terbendung lagi.
Ini sudah salah. Tak boleh
lebih jauh lagi. Kalau Clara melihatnya. Clara pasti hancur. Batin Bara lalu pergi menjauhi Tina tanpa
berkata apapun, meskipun wajah Tina dan kesedihannya masih melekat di pikiran Bara.