Bab 23 - Akur
"Clara, aku minta
maaf sayang. Tadi Tina yang maksa aku, sumpah demi Allah! Aku gak pernah
janjian sama dia. Tadi itu dia dateng sendiri tiba-tiba maksa aku. Dia bilang
satu suapan aja terus pergi. Jadi kuturuti biar dia gak ganggu kamu, aku, rumah
tangga kita," ucap Bara yang berusaha meyakinkan istrinya.
Clara hanya diam ia
mendengarkan apa yang diucapkan suaminya. Tapi ucapan Tina masih saja terngiang
di telinganya. Clara bahkan jadi bingung dan penasaran dengan maksud Tina
memanggilnya istri pertama. Bukan
Clara terlalu polos untuk paham maksud Tina, karena jelas ia yang menantangnya.
"Kakak jujur?"
tanya Clara pada Bara dengan tatapannya yang kosong dan enggan menatap Bara
sama sekali.
"Jujur sayang, aku
jujur. Sumpah! Aku gak aneh-aneh!" ucap Bara meyakinkan istrinya lagi.
"Kak, aku ijinin
kamu poligami Kak. Asal jujur, ingat Kak aku ini jijik sama pembohong. Kalo
kakak bosan sama aku, atau mau cerai. Aku mau, aku berusaha siap lahir batin.
Asal kakak jujur," ucap Clara dengan air matanya yang berlinang.
"Enggak Cla, gak ada
poligami, gak ada cerai diantara kita. Aku sama kamu sampai tua nanti, sampai
mati nanti. Gak ada pisah!" ucap Bara yang tak mau poligami atau
menceraikan istrinya.
Clara hanya diam dan
menunduk sambil mengelus-elus perutnya.
Cuma kamu dek yang bunda percaya, cuma kamu yang bunda
yakin gak akan khianatin bundamu ini. Batin Clara sambil menatap perutnya.
"Cla kita nikah
dengan benar. Ada anak juga sebentar lagi. Apa yang kita alami tadi hanya ombak
kecil. Kamu jangan goyah dong buat dampingin aku," ucap Bara menasehati
sekaligus menyakinkan istrinya yang kini tengah rapuh.
"Kak, kamu sayang
aku?" tanya Clara.
"Itu gak perlu ditanya
lagi sayang, sudah jelas jawabannya iya. Sangat, aku sangat sayang. Bahkan
lebih dari itu. Aku cinta," jawab Bara.
"Kalo sama anak
kita?" tanya Clara lagi.
"Kamu sama anak kita
itu ibarat jantung dan paru-paru sementara aku tulang yang menjaga kalian. Aku
punya jantung tapi tidak ada paru-paru aku akan mati, begitu pula
sebaliknya," ucap Bara meyakinkan istrinya.
"Kakak, kalo kakak
suruh pilih siapa yang akan kakak selamatkan antara aku atau anak kita nantinya.
Kakak pilih siapa?" tanya Clara.
"Itu terlalu sulit
sayang. Kamu bunuh saja aku sekarang kalo kamu suruh pilih itu. Antara kamu
atau anak kita. Semua penting. Dia nafas dan darahku, sementara kamu jantung
dan paru-paruku. Aku gak mau kehilangan semuanya," jawab Bara lalu
menitipkan air mata saat menjawab pertanyaan Clara.
"Maaf aku ragu sama
kakak," ucap Clara lalu memeluk suaminya meskipun hatinya masih
mengganjal, Bara langsung membalas pelukan Clara dengan erat.
"Enggak sayang, aku
yang salah. Maaf bikin kamu cemburu. Maaf aku bodoh," ucap Bara sambil memeluk
Clara dan mengecup kening Clara berkali-kali.
"Jangan diulangi
lagi ya Kak. Nanti aku pergi loh," ucap Clara lalu mengecup bibir suaminya
dengan lembut.
***
"Aku pulang,"
sapa Robi yang baru pulang kerja sambil melonggarkan dasinya.
"Aw! Anak mama pulang!"
pekik Tuti, mamanya Robi yang menyambut kedatangan putranya.
"Loh mama kapan
datang?" tanya Robi yang terkejut juga panik saat mamanya datang
berkunjung.
"Tadi siang. Mama
langsung ke sini. Liat Bob lagi beresin kandangmu ini, rajin bener. Oh iya!
Mama bangga akhirnya kamu punya temen juga," ucap Tuti yang sangat
antusias terhadap putranya hingga rasanya ia tak dapat berhenti bicara.
"Hehe, saya kan cuma
numpang tante. Jadi wajar dong kalo bantuin bang Robi," ucap Bob merendah
karena dipuji mama dari pria yang mulai dicintainya.
"Bang Robi? Weh! Dah
kayak Bang SMS siapa ini Bang, aja kamu Nak sekarang," sindir Tuti pada putranya
dengan gaya khas dangdutnya. Maklum mantan biduan.
"Ai mama aneh-aneh
aja," ucap Robi malu-malu kucing.
"Bi! Kamu buruan
mandi yang seger terus kita makan malam sama-sama. Tadi mama masak tongseng,
jadi kamu cepet mandi ya!" perintah Tuti yang langsung dipatuhi Robi.
Bob hanya tersenyum
melihat bagaimana serunya Tuti saat bersama putranya. Bahkan Bob tak menyangka
kalau akan seberisik ini.
"Saya cuma mama
tirinya Robi. Mamanya yang asli namanya Mirachel. Orang Rusia, cerai terus
meninggal waktu dia masih SMP. Mama titip Robi ya, dia kadang cengeng. Gampang
sakit juga kalo dah banyak kerja," ucap Tuti pada Bob saat suara air di
kamar mandi terdengar.
"I-Iya tante,"
jawab Bob.
"Panggil aja mama,
kayak Robi. Oh iya kamu kan dari pondok pesantren, berarti pinter ngaji
dong," ucap Tuti mengalihkan pembicaraan.
"Ya gitu Tan_ Eh Ma
maksudnya. Dulu bisa tilawah juga, bahasa arab lancar, buku kuning apal. Tapi
dulu, sekarang dah enggak. Baca Qur'an juga dah lupa hurufnya," ucap Bob
yang malu pada dirinya sendiri.
"Lah kamu lulusan
mana?" tanya Tuti yang penasaran dan tertarik dengan Bob.
"Saya jebolan
pesantren Ma, kurang setahun lagi jadi ustadz saya dikeluarin. Saya di fitnah
mencuri, saya gak sabar akhirnya berantem sama yang fitnah saya. Akhirnya saya
dikeluarin. Saya nerusin di SMK, saya pengen jadi chef. Biar bisa bantu masak kalo papa sama kakakku kelaparan,"
jawab Bob dengan senyum yang mulai mengembangkan di wajahnya karena mengingat
mimpinya.
"Ehm," deham Robi
lalu bergabung di meja makan bersama Bob dan mamanya.
"Udah princess
mandinya?" sindir Tuti pada putranya.
"Ini dah cepet tau
Ma," jawab Robi yang di sindir princess
karen mandinya yang lama.
Bob kembali diam
mendengarkan Robi dan mamanya yang saling sindir dan di selangi obrolan juga
candaan ringan. Sementara Bob mengambilkan nasi untuk Robi dan mamanya.
"Eh Bob, kamu
hati-hati loh sama mamaku ini. Dia masih jadi guru BP di SMA ku. Jadi jangan
bandel," ucap Robi yang hanya di tanggapi dengan tawa dari Bob.
###
"Heh! Bang
SMS!" ucap Tuti lalu duduk di samping putranya yang tengah melanjutkan
pekerjaannya di rumah.
"Apa si Ma,"
jawab Robi yang hanya menatap mamanya sekilas.
"Mama nanti bobo
dimana?" tanya Tuti pada Robi.
"Mama mau bobo
dimana emangnya? Bob bisa di taruh dimana aja, aku juga," jawab Robi lalu
mematikan laptopnya.
"Biasanya Bob tidur
dimana?" tanya Tuti.
Glek! Mampus gue! Batin Robi panik.
"Dia kan baru nginep
sini kemarin. Jadi ku taruh di luar, di sofa itu. Dia suka nonton sinetron
ma," ucap Robi.
"Berarti yang
sebelah aman ya?" tanya Tuti.
"Iya ma, pakek aja,"
jawab Robi.
"Itu si Bob jangan
suruh di luar. Kasian. Kamu juga jangan pelit tempat. Kan bisa kongsi sama
dia," ucap Tuti menasehati putranya tanpa rasa curiga.
"Iya Ma," jawab
Robi patuh dan singkat.
***
"Sayang, makan dulu
yuk," ajak Bara pada istrinya yang masih menutupi tubuh telanjangnya
dengan selimut.
"Apa lauknya?"
tanya Clara manja.
"Istriku maunya
apa?" tanya Bara lalu duduk di samping istrinya yang masih berbaring
lemas. "Tadi aku cuma bikin telur ceplok sama nasi kecap. Tapi aku bikin
sendiri loh," ucap Bara bangga.
Clara hanya tersenyum.
"Makan ayam pop enak
nih Yah," ucap Clara yang mendadak pengen makan ayam pop.
"Ayah cariin
sebentar ya sayang. Mau kan nunggu sebentar," ucap Bara yang paham bila
harus menuruti istrinya.
"Mau ikut,"
rengek Clara sambil menatap suaminya dengan wajahnya yang masih sedih.
"Mandi dulu, cuci
muka dulu bersihin itunya. Aku cari yang masih buka ya," ucap Bara menuruti
istrinya.
"Bersihin kan kakak
yang bikin kotor," pinta Clara manja.
Bara langsung tersenyum
malu mendengar permintaan manja istrinya. Bara sendiri sebenarnya tidak
menyukai wanita bertubuh tambun. Tapi begitu dengan Clara dan perutnya yang
membuncit karena mengandung. Bara sekarang malah di buat tak bisa menahan diri
saat bersama istrinya. Apalagi dalam kondisi yang mendukung seperti saat ini.
"Boleh, ayo
dimandiin ayah ya sayang," ucap Bara lalu mengecup perut buncit Clara
sebelum menggendongnya.