Bab 16 - Kencan
"Heran deh gue bang, lu ngapain coba berantem
sama lakinya Clara?" tanya Bob yang mengobati luka di wajah Robi.
"Gara-gara Clara, aku over khawatir shh pelan-pelan! Perih tau!" jawab Robi sambil
memarahi Bob.
Bob hanya nyengir lalu melanjutkan acara mengobatinya
dengan lebih lembut.
"Tadi Clara kesakitan banget, Bara santai. Aku
khawatir aja sama kondisinya sampe keringat dingin gitu pasti dah sakit banget,
jadi inget sama Alin dulu," ucap Robi yang kembali bercerita.
"Bangsat amat ya temen lu. Coba tadi ngajak
aku," ucap Bob menanggapi cerita Robi. "Bibirmu luka juga. Buka
mulut," perintah Bob yang dituruti Robi dengan ragu dan deg-degan.
"Obat herbal, yang kasih Clara kayaknya belum
basi. Gue sering pakek jangan khawatir," ucap Bob lalu mengoleskan obat ke
bibir Robi dengan lembut. "Hah, akhirnya kelar juga!" desah Bob yang
bangga sudah mengobati Robi.
Tangannya, gaya bicaranya,
wajahnya. Aku suka semuanya. Detak jantung ini juga. Argh Bob! Batin Robi mulai gila.
Kayaknya gue cocok deh jadi
perawat. Batin Bob lalu
mengelus rahang Robi dan pipinya dengan lembut.
"Bang, gue cocok ya jadi perawat. Apa gue sekolah
lagi aja ya," ucap Bob memecah keheningan.
"Ah iya bagus. Sip makasih," ucap Robi gugup
dan salah tingkah.
"Oh iya bang! Gue hampir lupa!" pekik Bob
sambil menepuk jidatnya "Gue mau tanya, lo itu di pihak siapa?" tanya
Bob.
"Di pihakmu!" jawab robi cepat lalu
membungkam mulutnya sendiri "Aw!" pekiknya kesakitan sendiri karena
terkena luka di bibirnya.
"Sip deh," ucap Bob yang menatap depan tanpa
melihat Robi sambil mengangguk.
"Kenapa?" tanya Robi yang kembali bisa
menguasai diri.
"Tadi gue ketemu nona-nona temen kuliah Clara.
Mereka gak tulus sama Clara, mungkin mereka juga gak mau kenal Clara kalo gak
karena suaminya yang bangsat itu," ucap Bob lalu menunduk kepala dan
mengepalkan tangannya.
"Semua cewek gitu ya, em ya meskipun gak semua.
Tapi cari yang baik kayak Clara susah. Pasti ada maunya," ucap Robi
maklum.
"Iya, temenku juga jadi lonte karena duit. Jadi
lesbi juga ada, bencong juga ada, gay," ucap Bob lalu menatap Robi "Juga
ada, aku biasa tinggal di lingkungan kotor. Aku suka dan dekat sama Clara cuma
karena ingin menjaganya. Dia spesial," sambung Bob lalu tersenyum manis.
Ugh senyumnya. Batin Robi mengagumi Bob yang begitu
menggoda di mata Robi apa lagi gayanya yang nyentrik dan tubuhnya yang kurus,
benar-benar tipe favorit Robi.
"Aku suka Clara, aku taruhan sama Tina. Em
maksudku aku ditantang Tina, kalau dia bisa nikah sama Bara aku jadi budaknya
selama sepuluh tahun, tapi kalo tidak aku dapat vilanya di Raja Ampat,"
ucap Robi berbagi cerita yang sebenarnya rahasia pada Bob.
"Batasnya apa?" tanya Bob spontan.
"Dia ada beberapa pertemuan, semacam kencan sama
Bara. Mungkin aku bakal perbaiki surat perjanjiannya," jawab Robi lalu
menghela nafas.
"Lo baik, jangan jadi budaknya Tina-Tina
itu," ucap Bob yang ikut menghela nafas.
Kling! Sebuah pesan masuk ke ponsel Bob.
"Itu nomer gue, save," ucap Robi yang langsung dituruti Bob "Lo dah
makan? Mau makan siang bareng?" tawar Robi ramah pada Bob.
"Ya tentu belum! Kuy lah makan!" ucap Bob
sangat.
Observasi dulu. Kalau bisa ku
dekati, Bob jadi punyaku!
Batin Robi yang mulai jatuh cinta pada Bob.
###
"Aku suka deh kamu bisa luangin waktu buat aku
akhirnya," ucap Tina yang akhirnya bisa makan bersama Bara di kaki lima.
"Hm ya," jawab Bara singkat dan cuek.
"Hey, kenapa? Ada masalah?" tanya Tina yang
ingin menunjukkan perhatiannya pada Bara.
"Gapapa aku cuma khawatir sama Clara, centang di
jadwalmu kalo kita dah makan bareng," ucap Bara lalu menghabiskan es teh
nya.
"Clara kenapa?" tanya Tina kepo.
"Aku bonyok gini berantem sama Robi dia cuek. Eh
Tin, tapi Tlara beneran gapapa kan?" ucap Bara.
"Gapapa kamu percaya aku kan?" jawab Tina yang
malah balik bertanya agar Bara tenang dan tak peduli pada kondisi kesehatan Clara.
"Apa aku tanya dokter Wulan aja ya? Soalnya tadi,
alah yaudah lah ya. Aku mau balik kerja," ucap Bara uring-uringan dan
kesal pada Tina.
"Kita foto ya, satu aja," pinta Tina.
"Argh oke," kesal Bara yang tetap menuruti
permintaan Tina.
Tina langsung berpose dengan ponselnya yang ada di
tangan Bara. Tina langsung memeluk Bara dengan mesra dan berpose seolah akan
mencium pipi Bara.
"Dah tu," ucap Bara lalu pergi dan masih
diikuti Tina .
"Bara, salam ya buat Clara. Aku minta maaf. Kalo
aku gak becus periksa Clara," ucap Tina memelas.
"Gapapa, Clara bukan spesialisasimu lagian dah
lah jangan dibahas," ucap Bara maklum dan enggan menanggapi Tina lagi.
"Hiks hiks ini salahku. Kalo ada apa-apa
gimana?" tanya Tina sambil menangis dan langsung memeluk Bara.
Aih ini kenapa nangis sih? Batin Bara kesal karena Clara masih marah
padanya hari itu.
"Aku pengen ketemu Clara," pinta Tina
memelas dan masih memeluk Bara
"Pak Bara!" pekik Claudia dan Patricia
begitu melihat Tina dan Bara yang berpelukan .
Refleks Bara langsung mendorong Tina, Tina juga
langsung menjauh dan gelagapan menyeka air matanya.
"I-Ini gak kayak yang kamu lihat," ucap Bara
lalu menghampiri Claudia dan Patricia.
"I-Iya ini gak kayak yang kamu lihat. Aku bisa
jelasin," ucap Tina bertanggungjawab.
Kling!
Suara notifikasi ponsel Bara yang menerima pesan dari istrinya.
"Tina, kamu urus ini!" ucap Bara memerintah
Tina lalu pergi begitu saja.
Tina hanya mengangguk pelan dan melihat mobil Bara
yang pergi begitu saja dengan tatapan tajam dari Bara yang penuh amarah
padanya.
"Argh! Kalian kenapa sih pakek nongol
segala?" tanya Tina kesal pada Claudia dan Patricia.
"Jujur deh kak, kamu tadi sama pak Bara,"
"Gue mantannya, kita balikan. Puas?" potong
Tina yang mengaku-ngaku sudah balikan dengan Bara.
"Hah?" pekik Claudia dan Patricia kompak tak
selang lama keduanya langsung tertawa terbahak-bahak.
"Aduh kak Tina. Jujur ya, kita emang gak terlalu
suka sama Clara. Kita juga temenan sama dia gara-gara suaminya. Tapi ya kita
tau pandangannya pak Bara ke kamu itu gak ada perasaan cinta atau sayang beda
sama Clara," ucap Patricia lalu kembali terbahak-bahak bersama Claudia.
"Bener banget kamu Pat, lagian Clara itu cuma
cocok main sama orang-orang miskin! Kampungan! Kayak gitu kok bisa sama pak Bara,"
imbuh Claudia.
Tina senang bukan main karena ucapan Claudia dan
Patricia yang dirasa makin memudahkan langkahnya.
"Well kita
sama kalo gitu, gimana kalo kita yah. Minum teh bersama? Di rumahku?"
tawar Tina yang langsung di setujui Claudia dan Patricia dengan anggukan.
Wanita sosialita memang
terlihat sejak dini. Seperti aku, alhamdulillah ada yang sepaham sama aku. Batin Tina senang bukan main.
"Wait,
semua pembicaraan kita tadi jelas ada tutup mulutnya kan?" tanya Patricia.
"Tentu saja," jawab Tina dengan senang hati
pada dua orang teman dekat Clara itu.