Bab 27 - Clara Kabur
"Kamu yakin pergi dari
rumah?" tanya Sofia yang hanya di jawab dengan anggukan oleh Clara yang diboncengnya.
"Kita mau kemana?
Pulang?" tanya Sofia.
"Enggak!
Jangan!" tolak Clara.
"Terus kemana?"
tanya Sofia yang menepikan motornya. "Kamu hamil, cuma pakek piyama, yang
kamu bawa juga cuma daster sama celana dalem, emang kamu mau kemana?"
tanya Sofia lagi dengan bingung.
"Ke tempat Claudia
aja," jawab Clara.
"Oke kita kesana.
Tapi kamu yakin dia mau tampung kamu dulu?" tanya Sofia ragu, meskipun ia
tetap mengantarkan sepupunya itu.
Clara kembali hanya
mengangguk. Keduanya hanya diam tanpa kata, lagipula percuma Sofia mengajak
Clara bicara bila Clara hanya menangis dan enggan menjawabnya.
"Rumahnya yang mana?"
tanya Sofia begitu sampai perumahan Claudia.
"Nomer tiga,"
jawab Clara.
Sofia kembali menuruti Clara
dan menepikan motornya di depan rumah Claudia. Clara langsung menekan bel di
pintu gerbang rumah Claudia. Beberapa kali Clara menekannya hingga akhirnya
pembantu keluar dari rumah Claudia.
"Mbak Claudianya gak
mau terima tamu mbak," ucap bibi sungkan dan benar-benar tidak enak hati
pada Clara.
"Tapi saya butuh
Claudia Bi," ucap Clara memelas.
Sofia hanya bisa geleng-geleng
kepala melihat apa yang Clara lakukan.
"Yaudah ya Non,
tunggu sebentar bibi bilangin dulu," ucap bibi yang benar-benar tak tega
mengusir Clara.
Tak selang lama Claudia
datang. Wajahnya terlihat sama sekali tak senang dengan Clara. Claudia juga
langsung berkacak pinggang di depan Clara.
"Lo tuh pelakor!
Ngerebut pak Bara dari kak Tina! Dah diceraiin lo?" tanya Claudia penuh
emosi sebelum Clara buka suara.
"Kok kamu bi_"
"Gue yang kirim
surat cerainya, kenapa? Kaget lo?" ucap Claudia kesal dan sudah tanpa
basa-basi karena jijik pada Clara yang dianggap tak setara dengannya.
"Tap_"
"Pak Bara itu dah
bosen sama kamu! Harusnya kamu sadar! Pak Bara aja yang terlalu baik jadi gak tega
bilang kalo bosen sama elo!" potong Claudia.
Clara benar-benar di tusuk
dari segala sisi. Hari ini, Clara benar-benar di sayat dari segala sisi.
"Lo dah bukan
istrinya pak Bara! Dan gue bukan temen lo lagi! Pergi sana!" usir Claudia
lalu masuk ke dalam rumahnya lagi.
"Clara, are you oke?" tanya Sofia yang
sudah jelas tau apa jawabannya.
Clara hanya diam lalu
naik ke motor Sofia lagi. Clara tak mau pulang ke rumah orang tuanya, tidak
juga ke rumah mertuanya, apalagi pulang ke rumahnya sementara Sofia dibuat
bingung harus pergi kemana.
"Aku isi bensin dulu
ya," ucap Sofia lalu menurunkan Clara untuk membeli bensin eceran.
Clara hanya mengangguk
lalu duduk di salah satu bangku.
"Pakek jaketku,
kasian babymu. Pasti dingin,"
ucap Sofia pengertian lalu melepaskan jaketnya.
"Makasih," ucap
Clara lalu memakai jaket yang diberikan Sofia.
"Oi! Pada ngapain
disini?" tanya Bob mengejutkan Clara dan Sofia.
"Hai!" sapa Sofia
ramah.
"Hayo ini pada
keluyuran malem-malem mau cari gebetan ya?" tanya Bob menggoda Clara dan
Sofia lalu duduk di samping Clara.
"Bob, aku di
cerai," lirih Clara.
Keceriaan bob yang sempat
menggoda dan berniat untuk bercanda sekarang langsung hilang. Ia kaget bukan
main bahkan sampai tak bisa berkata-kata lagi.
"Aku bingung salah
apa sama kakak. Aku gak tau kurang ku dimana, sebelumnya semua baik-baik
saja," ucap Clara lalu menangis sambil memeluk erat Bob.
"Oke tenang. Jangan
nangis dulu. Nanti aku dikira ngapa-ngapain kamu," ucap Bob berusaha tidak
panik.
"Baby, em maksudku Bob!" panggil Robi
yang turun dari mobilnya.
Robi yang awalnya akan
memarahi wanita yang memeluk Bob jadi mengurungkan niatnya karena tau Clara
yang menangis disana.
Kling! Sebuah pesan masuk ke ponsel Robi.
Lah ini ada masalah
apalagi. Batin
Robi setelah membaca pesan dari Bara.
"Ada apa
Clara?" tanya Robi khawatir.
Clara hanya diam sambil
menangis, Clara bahkan tak menjawab pertanyaan Robi sama sekali. Sofia hanya
mengedikkan bahu karena tak punya kapasitas untuk bicara mengenai rumah tangga
sepupunya.
"Yaudah kita ke apartemen
ku dulu aja ya, cerita disana dulu ya. Dah cup. Tenang dulu. Sofia juga ya ikut
ke apartemenku," ucap Robi lalu menggendong Clara masuk ke mobilnya yang
disusul Bob. Sementara Sofia mengikuti dengan motornya.
###
Sesampainya di apartemen
Robi, Robi langsung mempersilahkan Clara untuk duduk di sofa depan TV.
Sementara ia menyiapkan kamar tamunya siapa tau Clara akan menginap bersama Sofia.
Bob sibuk membuatkan teh manis hangat untuk tamunya. Tak selang lama setelah
Robi memberi tau Bara bila istrinya ada di apartemennya Bara juga langsung
datang kesana.
Clara masih saja menangis
sambil memeluk Sofia. Bob juga hanya bisa mengelus bahu dan punggung Clara agar
ia tenang.
"Kalo mau ketemu Clara
harus lembut! Pelan! Dia lagi down!"
ucap Robi yang kesal bukan main pada Bara.
"Iya gue tau! Gue
lakinya!" ucap Bara lalu nyelonong masuk begitu saja menemui Clara.
"Beneran lo bosen
sama Clara?" tanya Bob pada Bara yang baru datang.
Bara langsung menyerngitkan
alisnya bingung dengan pertanyaan Bob. Bara benar-benar merasa bila rumah
tangganya aman dan baik-baik saja tadi. Bahkan ia merasa tak perlu ada cekcok
hingga seperti ini.
"Sayang, biar kakak
jelasin dulu. Yang kita alami tadi cuma salah paham. Aku gak mungkin mau cerai
dari kamu," ucap Bara lembut sambil berlutut di depan istrinya yang masih
memeluk erat Sofia.
***
"Jadi kamu yang
ngirimin pengacara ke rumah Bara?" tanya Tina yang menerima telfon dari Claudia.
"Iya Kak! Bagus kan!
Kalo kayak gini kita bisa singkirin Clara secepatnya!" ucap Claudia
semangat.
"Kamu ini sembrono!
Tadi aku mau dibunuh Bara tau gak! Kamu apa gak mikir yang di kandungannya Clara
itu anak siapa sampe kamu sembrono gini?" omel Tina.
"Tapi. Tapi papaku
bakal tetep kamu bantu kan Kak buat bisnisnya?" tanya Claudia dengan
tololnya.
"Gak janji deh. Aku
kan gak kasih perintah ke kamu segila itu! Lagian Bara juga gak mungkin lepasin
Clara waktu hamil anaknya! Otakmu dipakai gak sih?" ucap Tina penuh emosi
dan amarah lalu membanting ponselnya hingga layarnya pecah berkeping-keping dan
mati otomatis.
"Argh! Dasar bocah goblok! Bodoh! Gegabah
sekali! Bisa-bisanya kirim pengacara segala ke rumah Bara! Gila kali dia!"
omel Tina dengan penuh kekesalan.
Nafasnya juga tersengal karena emosinya yang tinggi. Tangannya juga terkepal dan gemetar karena emosinya yang tak mungkin disalurkan di rumah sakit saat sedang jaga.
"Argh!" geram Tina yang benar-benar kehilangan semua kemungkinan untuk merebut Bara karena kesalahan Claudia yang main gerak tanpa perintah.