Bab 14 - dr. Tina
Pagi-pagi Bara sudah dikejutkan dengan Clara yang
tiba-tiba membangunkannya. Bukan apa-apa, Bara juga tidak marah saat dibangunkan
istrinya. Tapi karena istrinya yang tiba-tiba menanyakan soal noda di
kemejanya.
Wah gawat! Mampus gue! Batin Bara panik.
"N-No-Nod-Noda apa sayang?" tanya Bara yang
langsung bangun dan terduduk.
"Lipstik ini loh kak. Dah ku samakan sama
lipstikku tapi beda, aku juga jarang pakek warna merah gini keluar," ucap
Clara bingung dan penuh selidik.
"B-Bu-Bunda Caca mungkin," jawab Bara
sekenanya.
"Dah ku kirim gambarnya ke bunda Caca, katanya enggak.
Lipstik merahnya bunda juga habis," ucap Clara.
"Bunda Anna?" tanya Bara beralibi.
"Ah masa? Tapi bunda Anna belum jawab sih,"
ucap Clara.
Gawat bini gue gerak cepat! Batin Bara panik.
"Kak, kakak gak main api kan? Kakak gak macam-macam
kan di belakangku?" tanya Clara dengan matanya yang sudah berkaca-kaca.
"Gak mungkinlah Cla aku macam-macam di
belakangmu," jawab Bara meyakinkan istrinya.
Kling! Sebuah pesan masuk ke ponsel Bara yang langsung dibuka Clara.
Belum Clara membaca semua pesan dari Tina yang masuk ke ponsel suaminya, Bara sudah meraihnya dari tangan Clara dengan cepat dan wajahnya yang cukup panik. Clara cukup terkejut dengan reaksi suaminya yang sangat panik hingga untuk pertama kalinya merebut ponsel di tangan Clara.
Tes....
Air mata Clara mengalir begitu saja. Dadanya
benar-benar sakit, rasanya seperti ada belasan hingga puluhan jarum yang ditusukkan
ke hatinya di saat yang bersamaan.
"Sayang, jangan salah paham," ucap Bara
berusaha menenangkan istrinya.
"Argh! Sakit," rintih Clara lalu memegangi
dadanya yang tiba-tiba terasa sangat nyeri.
Bara bukannya memperhatikan istrinya yang kesakitan
dan tersakiti malah sibuk membalas pesan dari Tina dan menghapusnya begitu
saja.
Bruk! Tak selang lama setelah merintih Clara
terjatuh. Bara cukup panik. Dengan gerak cepat ia mengangkat tubuh istrinya dan
menidurkannya di tempat tidur.
###
Jantungnya lemah, tekanan
darahnya rendah, pasti dia banyak pikiran sampe down gini, dari jatuhnya juga
cukup bahaya buat janin sama ibunya. Batin Tina yang tengah memeriksa Clara.
"Gimana?" tanya Bara yang melihat istrinya
masih belum sadar.
"Gapapa. Babynya
juga gapapa, cuma banyak pikiran sama darah rendah aja. Jadi down, nanti ku kasih obatnya sekalian
ya," ucap Tina.
"Tina please ya. Jangan menyisakan apapun saat
bertemu aku. Aku gak mau pisah dari Clara," ucap Bara lalu mengantar Tina
keluar dari kamarnya.
Emang paling benar aku gak
usah kasih tau yang sebenarnya sama Bara. Batin Tina cemburu saat Bara tetap memperhatikan
kondisi istrinya di atas segalanya.
"Apa berbekas? Ku kira sudah rapi semua. Maaf
kalo sampai bikin ketauan istrimu," ucap Tina pura-pura menyesal dan
sedikit meninggikan suaranya karena melihat karyawan Bara yang lewat.
"Aku dah bilang biar aku yang hubungi, jadi
jangan ngeyel. Atau kita gak usah ketemu lagi," gertak Bara.
"Iya maaf," cicit Tina.
Pelan-pelan Bara akan
kembali. Dan aku akan tunjukkan keberadaanku ke semuanya juga. Batin Tina lalu tersenyum sinis.
Bara hanya mengangguk lalu kembali ke kamarnya
menemani istrinya dengan cemas.
"Kakak," lirih Clara memanggil suaminya.
"Iya sayang ada apa?" jawab Bara lalu cepat-cepat
datang ke arah suara Clara.
"Aku sakit. Kakak main rahasia sama aku
lagi," ucap Clara lalu menangis tersedu-sedu sambil memeluk bantal di
sampingnya erat-erat.
"Enggak sayang, gak rahasia," ucap Bara yang
berusaha menenangkan istrinya.
Clara terus menangis, perasaannya benar-benar
bercampur aduk antara sedih, marah, cemburu, kecewa dan penasaran lebur menjadi
satu. Clara bahkan menolak sentuhan suaminya karena terlalu kecewa. Penjelasan
Bara juga terasa sia-sia karena hanya Clara terlanjur kecewa.
"Sayangku, Clara kakak selalu hapus chat dari Tina yang masuk bukan karena
main api di belakangmu. Tapi karena gak mau kamu cemburu dan kayak gini,"
ucap Bara yang kembali menjelaskan pada Clara yang mulai tenang meskipun dengan
kebohongannya.
Maaf Clara. Aku bohong sama
kamu. Tapi ini demi kebaikan semuanya. Batin Bara menyesal.
"Aku playboy.
Kamu paham gimana bejat, nakal, mesum dan bajingannya suamimu ini. Tapi kamu
tau kan aku serius sama kamu Cla. Aku bukan anak kemarin sore. Aku serius sama
kamu, sama si adek juga masa depan kita. Jadi please, tolong banget jangan
cemburu. Jangan marah, jangan kecewa ya sayangku. Aku gak mau kamu sedih,"
sesal Bara, untuk kali ini ia benar-benar serius.
"Kamu jahat kak," ucap Clara lalu memukul
muka Bara dengan bantal di tangannya dan kembali memeluk bantal nya lagi.
Bara hanya diam, pasrah menerima pukulan dari bantal
sang istri yang tak begitu keras. Meskipun begitu Clara juga tak menolak
sentuhan Bara lagi. Bahkan Clara membalas pelukannya dan melumat bibirnya
dengan sangat buas lain dari sebelumnya yang selalu lembut dan manja.
"Kakak nyebelin!" maki Clara setelah melepas
lumatannya tak selang lama Clara kembali melumat bibir Bara.
"Umph maki aku sayang," ucap Bara pasrah
lalu membalas lumatan istrinya.
Plak! Sebuah tamparan keras dilayangkan Clara ke
pipi mulus suaminya.
"Kakak nakal!" maki Clara lalu mengecup pipi
Bara dan kembali mencumbu bibirnya lagi sambil mengelus rahang dan leher
suaminya.
Ugh Claraku liar sekali! Pakik Bara girang dalam hati.
Clara benar-benar mendominasi permainan kali ini, dari
bercumbu hingga masuk. Meskipun Bara yang meneruskan dan terpaksa tak bisa
keluar di dalam karena ada si kecil. Tapi tak dipungkiri Bara benar-benar puas
apalagi Clara kerap menyakiti fisiknya dengan tamparan, cakaran, cengkraman,
dan gigitan Clara di tubuh atletisnya yang gagah.
"Lagi?" tanya Bara setelah mencapai
klimaksnya sambil mengelus perut Clara dengan lembut.
Clara hanya menggeleng lalu kembali murung.
"Kok masih sedih?" tanya Bara lalu memeluk
istrinya.
"Aku gak suka kakak deket sama kak Tina,"
jawab Clara lalu kembali menangis dalam diam.
"Iya maaf, kakak janji gak deketin dia
lagi," ucap Bara lalu mengecup kepala Clara yang bersembunyi di dadanya.
Clara pasti kecewa banget
sampe kayak gini. Padahal ku kira tadi sudah puas. Batin Bara sedih dan menyesal sambil mengelus
istrinya hingga ia puas menangis.
Usai Clara puas menangis ia memilih untuk membersihkan
tubuhnya tanpa memperdulikan Bara yang mengikutinya bahkan ikut mandi dengannya.
Clara terus memunggungi Bara hingga akhirnya ia keluar dari bak mandi dan
mengering tubuh. Clara terus mendiamkan suaminya bahkan saat sarapan
bersamanya.
"Cla, kalo kayak gini aku jadi inget waktu kita
pertama ketemu tau gak sih," ucap Bara memecah keheningan meskipun masih
di diamkan Clara.
Clara terus melanjutkan makannya seolah tidak ada Bara
di sekelilingnya, usai makan Clara melanjutkan aktivitasnya merapikan semua
kado dan memasukkannya ke dalam kardus besar yang disiapkan Bara.
"Kak Robi, bantuin bawa barang-barangku
bisa?" tanya Clara yang menelfon Robi melalui telfon hotel "Oke ku
tunggu ya," ucap Clara lalu melanjutkan aktivitasnya .
"Oke gak pertama ketemu, maksudku pertama kita dijodohin
itu loh, dulu kamu juga diemin aku gini," ucap Bara yang melanjutkan
ceritanya meskipun Clara masih mendiamkannya.
Clara terus melanjutkan aktivitasnya meskipun sesekali
mendesah menahan sakit dan mengeluarkan perutnya sambil memejamkan matanya
erat.
"Sayang gapapa?" tanya Bara khawatir.
Apa tadi aku terlalu keras
genjot Clara ya? Batin Bara
cemas.
"Sakit kak, gak bisa bangun," ucap Clara
pada akhirnya karena tak kuat menahan sakit entah karena apa bahkan hingga ia
meneteskan air mata.
Dengan sigap Bara langsung membantu Clara dan
menggendongnya untuk berbaring ke tempat tidur.
Duh apa Clara salah makan ya
kayak dulu. Batin Bara
khawatir.
"Shh akh sakit banget," rintih Clara sambil
meremas bantalnya.
Tadi Tina bilang Clara
gapapa, semuanya normal, ini Clara kesakitan kenapa? Apa si adek nendang
terlalu keras lagi. Batin
Bara menduga-duga.
"Kak sakit," adu Clara pada suaminya perihal
dadanya juga kandungannya.
"Adek jangan nendang keras-keras ya sayang si
perut bunda. Kasian bundanya," ucap Bara menenangkan Clara dan bayinya
seolah apa yang dilakukannya akan membuahkan hasil.
"Argh sakit kak!" rintih Clara lagi kini
lebih kesakitan bahkan hingga berkeringat dingin.
"Cla ya ampun!" ucap Robi yang langsung bergerak
cepat begitu melihat Clara yang kesakitan dan Bara hanya diam mengelus
tangannya.
Dengan cepat dan tanpa izin dari Bara, Robi langsung
menggendong Clara untuk membawanya ke dokter. Sementara Bara jauh tertinggal, Bara
sendiri juga bingung harus bagaimana selain mengikuti Robi yang bergerak cepat.
"Tahan ya Clara," ucap Robi lalu membawa
Clara dan Bara yang mengikutinya ke klinik dokter Wulan, dokter kandungan Clara.
Bugh! Brak! Plak!
Semua umpatan dan hantaman langsung dilayangkan Robi
pada Bara yang tak kunjung sadar untuk memprioritaskan Clara. Bahkan Bara dan
Robi sampai adu jotos setelah Clara mendapat perawatan.
"Gila lu! Clara kesakitan gitu lo malah
diem?" ucap Robi yang akhirnya dipisah bagian keamanan.
"Lo tuh yang gak ngerti! Gue suaminya! Gue yang
lebih paham!" ucap Bara membela diri.
"Lo liat Clara kesakitan sampe keringet dingin
gitu lo bisa santai? Lo bilang lo lebih ngerti? Lo argh bajingan lo!" ucap
Robi kesal bukan main.
"Tadi pagi Clara dah diperiksa Tina, Tina bilang
gapapa. Jadi ak_"
Bugh! Robi langsung memukul pipi Bara dengan
kuat.
"Sadar! Tina gak suka sama Clara! Tina mau
singkirin Clara! Dia cuma mau sama lo!" bentak Robi yang sudah hilang
kendali.
"Diem lo ya! Lo gak paham gimana mereka! Tina
bilang gapapa! Ya berarti gapapa! Tina mau dimadu! Kurang baik apa dia!"
balas Bara tak terima Robi menuduh Tina.
Kesal dengan jawaban Bara, Robi langsung menarik kerah
baju Bara begitu pula sebaliknya.
"Lo pilih salah satu, atau akan hilang salah
satu," ucap Robi lalu menghempaskan tubuh Bara hingga menatap para bagian
keamanan yang kewalahan menahan Bara dan Robi yang mengamuk.