Bab 1 - Sang Mantan
Selama masa kehamilannya yang kedua, Clara terlihat lebih kuat dari sebelumnya. Apalagi
sekarang Clara tidak mengalami masa ngidam sama
sekali, hingga ia bisa makan dengan santai dan leluasa. Clara juga mengikuti
senam hamil tiap pagi dengan instruktur senam yang khusus dipanggil Bara untuk istrinya.
Bara juga sangat berhati-hati pada Clara dan sangat memperhatikan
kondisi Clara. Tak hanya itu Bara juga memperhatikan asupan makanan Clara dan aktivitasnya agar tidak terlalu kelelahan.
"Ay,"
panggil Clara pada suaminya yang tengah terduduk
dengan lemas di kursi riasnya.
"Hmm,"
jawab Bara hanya dengan berdeham.
"Kok lemes sih? Muntah-muntah lagi ya?"
tanya Clara lalu mengoleskan minyak kayu putih ke
leher dan bahu suaminya.
"Kamu yang hamil kok aku yang morning sick gini sih Cla,"
keluh Bara yang selalu muntah-muntah tiap pagi,
dan lebih parah saat Clara masih hamil diawal-awal
minggu kehamilannya. Bara bisa muntah lebih dari empat kali sehari hingga berat
badannya turun drastis.
"Kok masih bisa gini ya kak? Kan si adek dah mau
masuk 20 minggu," ucap Clara heran
sambil mengusap-usap bahu suaminya dengan lembut.
"Gak tau. Bawaannya pengen muntah mulu," jawab Bara
lalu berjalan ke tempat tidurnya lagi.
"Kasian amat suamiku ini. Sampe kurus gini," ucap Clara
lalu mengelus sambil memijit kepala suaminya.
"Adek baik kan di perut bunda?" tanya Bara sambil mengelus perut Clara lembut. "Ayahmu dah sampe klenger gini loh nak," sambung Bara
lalu meletakkan tangannya di atas perut Clara
yang membuncit seiring pertumbuhan bayinya.
"Baik kok Ayah," ucap Clara
menjawab pertanyaan suaminya yang ditujukan untuk bayinya. "Ay, mau
makan apa nih?" tanya Clara
yang memanjakan suaminya tiap pagi terutama tiap suaminya mengalami morning sick.
"Kamu disini aja Cla. Aku maunya sama Clara dulu,"
rengek Bara dengan manja dan tengah rewel.
"Iya kak,"
jawab Clara lalu memindah posisinya, tiduran di
samping suaminya. Tapi belum lama Clara
tiduran pintu kamarnya diketuk. Dengan sigap Bara bangun dan melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
"Bapak, ada
tamu. Katanya mantannya Bapak,"
ucap bibi pada Bara sambil berbisik.
"Bilang aja saya gak di rumah!" ketus Bara.
"Hai Bara!"
pekik Tina begitu mendengar suara ketus Bara.
"Kakak,"
panggil Clara lalu mendekat ke arah suaminya. "Siapa bi?"
tanya Clara yang berdiri di samping suaminya.
"Tamu non,"
jawab bibi takut-takut karena tatapan tajam Bara.
"Tamu siapa?" tanya Clara heran.
"Bukan siapa-siapa bumil," ucap Bara
yang langsung lembut pada istrinya.
"Oh ada Clara juga. Hai," sapa Tina
yang langsung ke lantai dua karena tak sabar ingin menemui Baranya.
"Oh kak Tina," ucap Clara
sedikit mencelos melihat siapa yang datang bertamu ke rumahnya.
"Aku tunggu di bawah ya. Bara ada yang mau ku
bicarakan berdua,"
ucap Tina lalu turun dari lantai dua dan menunggu
Bara di ruang tamu.
Argh! Kenapa datengnya
sekarang sih Tina ini! Batin Bara panik.
"Cla."
"Iya boleh gapapa. Biar aku bikin minum teh hangat kan?" ucap Clara memotong ucapan suaminya.
Bara hanya mengangguk lalu cepat-cepat turun agar bisa
menemui Tina dengan perasaan rindunya karena Tina sempat pergi begitu saja. Tanpa kabar dan tanpa
ucapan perpisahan sama sekali. Tapi beruntung karena Bara malah bisa menemukan belahan jiwanya.
"Mau ngom_"
Tanpa memberi izin pada Bara untuk bicara Tina langsung membungkam mulut Bara dengan bibirnya lalu memaksa untuk melumat bibir
dari pria beristri itu. Sadar Bara tak
membalasnya Tina malah memeluk erat
tubuh Bara.
"Aku dah sembuh!" ucap Tina mengabari kabar gembira tentang kesehatannya pada Bara sambil menangkap wajah Bara dengan kedua tangannya tanpa peduli bila Bara
sudah memiliki istri.
Prang! Tanpa sengaja Clara menjatuhkan minuman yang akan ia sajikan pada
tamunya itu. Dengan tangan bergetar dan air matanya yang berlinangan, Clara berusaha baik-baik saja dan cepat-cepat mengusap
air matanya yang mengalir.
"Cla sayang,"
panggil Bara lalu cepat-cepat mendekati istrinya
sebelum makin salah paham.
"Aku gapapa,"
ucap Clara lalu cepat-cepat naik ke kamarnya
mengabaikan suaminya.
"Bara!" tahan Tina sambil menarik tangan Bara agar tidak mengejar
Clara. "Biarkan saja dulu. Dia butuh waktu sendiri," ucap Tina menahan Bara.
"Tapi,"
"Ah yasudah!
Lupakan ucapanku, aku mungkin hanya
mengganggu. Lupakan saja! Akan
ku sampaikan lain waktu," ucap Tina yang mulai bermain tarik ulur.
Argh! Menyebalkan sekali
posisi seperti ini! Batin Bara dilema.
"Oke kamu mau sampaikan apa?" tanya Bara yang langsung to
the point pada tujuan Tina.
"Menagih ucapanmu," jawab Tina
lalu tersenyum manis dan duduk di sofa.
"Ucapanku yang mana?" tanya Bara sedikit membentak.
"Untuk menikahiku," jawab Tina
dengan senyuman manisnya yang semanis iblis, saat tengah menyamar menjadi
malaikat atau bidadari dan mermaid
untuk menjerat para raja yang lupa ratunya.
Bara sangat terkejut mendengar jawaban yang terlontar
dari mulut manis Tina seolah tanpa beban
dan tak ada dampaknya dari ucapannya.
"Never!" jawab Bara tegas menolak.
"Why?"
tanya Tina singkat dengan senyumnya yang mulai
pudar karena jawaban Bara yang menolaknya.
"Banyak alasan agar aku tidak memenuhi tiap
ucapanku padamu," jawab Bara tenang.
"Apa karena Clara?" tanya Tina sedikit mencelos.
"Kami sudah menikah dan lagi aku akan segera
memiliki anak," jawab Bara.
"Apa kau menghamilinya?" tanya Tina terkejut lalu menggeser duduknya agar lebih dekat
dengan Bara.
Bara langsung
menggeleng, menjawab pertanyaan Tina.
Kalo aja kamu gak pergi.
Pasti aku bisa pertimbangkan kamu buat gantiin posisi Clara sekarang, batin Bara lalu pindah tempat duduk agar Tina tidak makin dekat dengannya.
Apa kak Bara bakal ceraikan aku? Batin Clara yang memperhatikan Bara dari atas dan hanya bisa menerka-nerka apa
pembicaraan antara Tina dan suaminya.
"Gak! Aku
bikin anak sama dia pakek cinta, pakek hati. Gak kencing doang kayak yang lainnya. Lagian dulu kamu
tolak aku kan?" ucap Bara
sengit.
Tapi sejak kapan
kamu bisa serius sama dia? B-Bu-Bukannya kamu bilang cuma aku yang bakal jadi istrimu? Bukannya cuma aku yang
bakal, kenapa jadi gini? Batin Tina yang sedih bukan main karena penolakan Bara, bahkan ia hanya bisa diam dan cukup
tercengang.
Hening.
"Begitu. Yasudahlah.
Setidaknya kau mengijinkanku untuk berteman dengan istrimu kan," ucap Tina
yang kembali mengembangkan senyum indahnya di wajah cantiknya.
Bara hanya diam tak memberi jawaban. Terlalu sulit dan
kelu untuk menolak atau mengijinkan.
"Ku anggap setuju," ucap Tina
karena tak mendapat jawaban dari Bara,
lalu segera ia memakai tasnya dan pergi begitu saja.
"Minumnya non," ucap Bibi
yang membawakan minuman yang baru untuk Tina yang sudah pergi duluan.
Huft sekarang aku harus
gimana? Batin Bara
bingung lalu memijit pelipisnya sambil berjalan ke kamarnya.
"Kakak, kamu mau talak aku?" tanya Clara begitu suaminya sampai di atas.
"Enggak, Clara
ngapain disini sih sayang?" tanya Bara lalu duduk berhadapan dengan istrinya.
"Aku."
"Kamu kan istriku. Kalo mau tau harusnya kamu tadi gabung aja," potong Bara
lalu membantu istrinya bangun dan menggiringnya masuk kamar.
Aku tau Tina lebih dari Clara, tapi Clara
sudah berkorban cukup banyak buat aku. Kenapa
aku malah bingung begini, batin Bara
sambil mendekap istrinya yang tengah menangis karena cemburu dan yah. Mungkin
hanya itu.