BLANTERORBITv102

Bab 02 – Ponsel Jadul

Minggu, 21 Juli 2024

Tak ada Juwita yang menyiapkan makan malam kali ini. Semua masih sama seperti sebelumnya. Wiliam sempat kecewa dan sedih sampai akhirnya ia melihat Juwita kembali yang merapikan ruang makan setelah keluarganya selesai makan malam. Wiliam terus memastikan jika Juwita masih di rumahnya hampir di setiap kesempatan mulai sejak itu.

Wiliam terus memperhatikan Juwita di kejauhan meskipun sering ketahuan oleh Juwita yang akan langsung tersenyum manis sambil menatapnya dan kembali mengerjakan pekerjaannya. Wiliam akan langsung memasang wajah angkuh dengan pandangannya yang dingin seperti biasa seolah tak terjadi apapun dan tak mengenal Juwita. Meskipun Wiliam tetap berdebar-debar dan memiliki perasaan yang sama setiap kali ia melihat senyum Juwita yang selalu sama.

Pagi-pagi Wiliam akan melihat Juwita berangkat sekolah naik sepeda dengan seragam SMA dan ranselnya yang terlihat penuh dengan buku-bukunya. Pemandangan menyenangkan yang tak pernah Wiliam lewatkan belakangan ini. Bahkan rasanya memandangi Juwita dengan seragamnya jauh lebih menarik daripada memandangi Camila yang mencoba gaun untuk acaranya nanti.

“Tuan, ini tehnya,” ucap Juwita yang datang ke taman belakang tempat Wiliam sedang menikmati sore sembari memandangi rusa peliharaan keluarganya.

Wiliam mengangguk lalu mengulurkan tangannya.

“Aw!” pekik Wiliam berpura-pura kepanasan agar gelasnya jatuh dan pecah.

“Maaf Tuan!” seru Juwita yang berusaha dengan sigap membereskan kekacauan dari pecahan gelas dan tumpahan teh milik Wiliam.

Wiliam memalingkan wajahnya untuk tersenyum. Akhirnya ia memiliki waktu untuk berdua dengan Juwita dan mungkin bisa mengobrol dengannya juga. Tapi baru Wiliam hendak membuka mulut untuk memulai pembicaraan Antonio datang menemuinya.

“Aku tidak sengaja menjatuhkan gelas,” ucap Wiliam sebelum Juwita dimarahi oleh Ayahnya.

Antonio hanya diam. Bukan soal Juwita yang ingin ia bicarakan, tapi karena Wiliam mengatakan itu ia jadi memperhatikan Juwita yang membersihkan lantai dan memunguti pecahan gelas. Juwita begitu gugup berhadapan dengan Antonio. Ia takut kesalahan kali ini akan membuatnya terusir dari istana megah ini.

Antonio menunggu Juita pergi sebelum memulai pembicaraan dengan Wiliam. Wiliam juga hanya diam dan kembali memasang wajah datarnya sambil memperhatikan Juwita yang sedang mengelap lantai. Juwita terlihat begitu gugup dan terburu-buru hingga Wiliam dapat melihat beberapa tetes darah mengalir di tangan kecilnya yang terlihat begitu mulus.

Mati-matian Wiliam menahan dirinya untuk tenang dan tidak mendekat sejengkalpun pada Juwita untuk mengobati lukanya. Beruntung Juwita langsung bergegas pergi begitu selesai membersihkan lantai. Antonio juga memulai pembicaraannya pada Wiliam soal perusahaan milik keluarga Tanoe yang sebentar lagi menjadi besannya. Pembicaraan yang paling membuat Wiliam muak, namun harus tetap ia lakukan karena ini perintah dari Kakeknya.

***

Pagi-pagi kali ini berbeda. Juwita tak terlihat dengan sepedanya berangkat ke sekolah. Wiliam hafal di jam berapa Juwita pergi ke sekolahnya, kadang ia juga keluar rumah lebih awal untuk sekedar melihat senyum manis Juwita yang membangkitkan semangatnya sembari melihat gadis bertubuh kurus itu mengayuh sepedanya menuju sekolah. Tapi kali ini ia sama sekali tak terlihat.

“Berkas-berkas milik Juwita sudah saya taruh di meja, Tuan,” lapor Susi seketika membuat Wiliam tercekat.

Ingatan Wiliam langsung melayang menuju masa lalunya saat Juwita tiba-tiba pulang dan tak kembali lagi ke rumahnya. Wiliam ingat betul kata-kata itu juga terucap dari kepala pelayannya yang dulu saat menyerahkan berkas-berkas milik Juwita sebelum ia pindah dari TK elit yang sama dengan Wiliam ke TK yang entah ada dimana.

Tangan Wiliam mulai bekeringat. Ia begitu takut Juwitanya akan pergi lagi dan sekali lagi menghilang dari hidupnya karena ulahnya lagi. Lagi untuk yang kedua kalinya. Wiliam ingin menangis, ia menyesal memecahkan gelas hanya untuk mencuri waktu agar bisa mengobrol dengan Juwita, ia menyesal membuat Juwita mengelap teh panas yang membasahi lantai, ia menyesal membuat tangan mulus Juwita terluka karena pecahan gelasnya.

“Tuan, mobilnya sudah siap…” lapor supir pribadi Wiliam yang membuat Wiliam terpaksa berangkat sekolah kali ini.

Wiliam langsung beranjak dari duduknya sebelum matanya berkaca-kaca dan mengundang curiga dari orang tuanya. Wiliam masih berharap bisa melihat Juwita kembali kali ini. Namun sia-sia, Juwita sama sekali tidak terlihat kali ini. Entah kemana perginya gadis itu.

Tak ada senyum ceria yang menghiasi wajah tampan William lagi. Wajah dan sorot matanya lebih suram dari biasanya. Camila yang sempat mengira jika beberapa hari lalu Wiliam terlihat ceria dan penuh senyum karena akan segera meresmikan pertunangannya kini terheran-heran. Waktu terus berjalan dan semakin dekat dengan hari peresmiannya, tapi Wiliam malah terlihat begitu murung dan dingin.

“William…”

Shut up! Left me alone!” geram Wiliam ketika Camila dan teman-teman gengnya yang ingin memamerkan kemesraannya seperti sebelumnya.

Camila mengerutkan keningnya, Wiliam biasa bersikap dingin padanya namun tak pernah Wiliam sekasar ini padanya. Camila cukup kaget, namun ia hanya bisa diam, teman-temannya pun begitu. Suasana yang semula ceria jadi canggung karena Wiliam.

Wiliam menghela nafasnya lalu menatap Camila. “Aku ingin sendiri, aku sedang banyak pikiran,” ucap Wiliam lebih lembut sadar jika geramannya berpotensi menimbulkan masalah baru dalam hidupnya.

Camila langsung tersenyum lalu mengangguk. “Kamu bisa menceritakan masalahmu padaku kapanpun, aku akan berusaha membantumu,” ucap Camila yang kembali ceria lalu pergi bersama teman-temannya.

Sampai akhir kegiatannya di sekolah Wiliam terus saja memikirkan Juwita. Memikirkan cara terbaik untuk menahan gadis itu agar tetap dekat dengannya. Memikirkan cara yang tepat juga untuk bisa berkomunikasi dengan Juwita. Sampai matanya tiba-tiba teralihkan melihat temannya yang duduk di bangku sebelahnya yang sedang berkirim pesan menggunakan ponsel jadul.

“Kenapa kamu masih pakai itu?” tanya Wiliam heran.

Temannya hanya tersenyum lalu menunjukkan apa yang sedang ia lakukan. “Kalo aku kirim pesan pakai HP ini ga ada yang bisa nyadab, HP ini juga ga ada GPSnya jadi aku ga mungkin di lacak sama Mamiku!” ucapnya memamerkan kelebihan ponsel jadulnya sebelum pergi meninggalkan Wiliam untuk menelfon kekasihnya.

Wiliam yang sedari tadi terlihat begitu suram langsung tersenyum sumringah. Ia langsung mendapat pencerahan dan tau apa yang harus ia lakukan sekarang. Wiliam yang semula terburu-buru ingin segera pulang sekarang terburu-buru pergi mencari toko yang masih menjual ponsel jadul. [Next]



 


Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.