Bab 06 – Laporan
Juwita
meraasa begitu patah hati setelah ia bertemu dengan Camila. Camila sangat
cantik dan dari keluarga terpandang yang setara dengan keluarga Phillips. Ia
memang tau diri jika tak mungkin bersanding dengan Wiliam, namun saat tau Wiliam
sudah memiliki calon dan ciuman serta rengekan Wiliam beberapa waktu lalu
membuatnya makin sedih.
“Nyonya,
tadi aku bertemu dengan Nona Camila. Nona Camila memintaku mengawasi Tuan Muda
untuknya, apa boleh?” tanya Juwita yang langsung melapor pada Kartika begitu
sampai di rumah.
Kartika
langsung tersenyum sumringah mendengar kabar soal Camila. “Tentu saja, laporkan
apa yang ingin ia dengar. Buat Camila lebih dekat lagi dengan Wiliam,” ucap
Kartika setuju dan berharap dengan begini Juwita akan menjauh dengan sendirinya
dari Wiliam, meskipun Kartika sendiri tak memiliki bukti jika Juwita tengah
mendekati Wiliam.
“Baik
Nyonya,” jawab Juwita patuh lalu kembali ke kamarnya untuk mengganti seragamnya
dengan seragam pelayan sebelum mulai membantu pekerjaan disana.
“Juwita,
ini,” ucap Susi yang mengembalikan ponsel jadul pemberian Wiliam pada Juwita.
“Ibu udah
tau kalo aku disuruh mengawasi Tuan Muda sama calonnya?” tanya Juwita yang
mengira ibunya mengembalikan ponsel karena sudah tau semuanya.
Susi
menggeleng pelan. “Kamu sudah bertemu Nona Camila?” tanya Susi yang di angguki
Juwita. “Lalu bagaimana?” tanya Susi lagi.
Juwita
berusaha tersenyum dan menyembunyikan kesedihannya. “Ya itu, aku disuruh
mengawasi Tuan Muda saja, lalu melapor padanya. Dia ingin bisa mengenal Tuan
Muda lebih dalam,” jelas Juwita lalu tersenyum kecut menelan patah hatinya.
Susi
tersenyum lalu mengangguk. “Sabar, tidak apa-apa. Ikan hidup di air, burung
bisa terbang bebeas di udara. Kita harus tau dimana tempat kita berada agar
bisa hidup dengan tenang,” ucap Susi yang paham akan perasaan Juwita.
Juwita
tersenyum dengan sedikit lega lalu mengantongi ponselnya sebelum keluar dan
ikut membantu menyiapkan meja bersama pelayan lainnya.
“Juwita!”
panggil Wiliam begitu Juwita selesai menata piring di meja makan.
Juwita
langsung menoleh di saat bersamaan dengan kedatangan Kartika yang terlihat rapi
dan bersiap pergi. Juwita menundukkan pandangannya sementara Wiliam diam tak
menanyakan apapun pada Kartika yang terlihat rapi dan siap pergi. Wiliam juga
jarang menanyakan kemana perginya ayahnya beberapa hari ini. Semua orang di
rumah sibuk dan asik dengan dunianya masing-masing.
“Juwita,”
panggil Wiliam yang mendekat ke arah Juwita setelah Kartika pergi.
Juwita
mendongakkan kepalanya menatap Wiliam. Juwita sudah merasa dirinya sudah cukup
tau diri dan menerima kenyataan sebelumnya, ternyata tetap tidak cukup kuat
ketika berhadapan dengan Wiliam langsung. Matanya langsung berkaca-kaca menatap
pria yang sudah menjadi cinta pertamanya sejak umur 7 tahun itu.
Wiliam
memicingkan matanya, ia masih kesal dan emosi serta cemburu melihat kedekatan
Juwita dengan anak-anak pelayan di sekolah tadi. Wiliam masih terbayang betapa
cerianya Juwita saat Adi mengajaknya bicara begitu ia sampai di bangkunya.
Wiliam juga masih ingat betapa sumringahnya Juwita saat berkeliling sekolahan
bersama dengan Adi dan Rani yang saling berbagi makanan dari kupon makan
siangnya.
“Apa-apaan
kamu tadi di sekolah!” bentak Wiliam sambil menggebrak meja.
Juwita
langsung menundukkan kepalanya. Suara Wiliam begitu keras menggelegar ke
seluruh rumah hingga semua pelayan dan pekerja di rumahnya bisa mendengar
suaranya.
“Apa-apaan
kamu tadi berkumpul dengan anak pelayan lain di sekolah?! Kamu mencoba bergosip
hah?!” bentak Wiliam menuduh Juwita meskipun sebenarnya ia hanya sedang di
bakar api cemburu.
“T-tidak
Tuan, aku tidak membicarakan apapun. Aku hanya mendengarkan Adi dan Rani saja,”
jelas Juwita berusaha menjelaskan.
“Alasan!”
bentak Wiliam kesal sambil menggebrak meja. “Berani sekali kamu berbohong!”
tuduh Wiliam.
Juwita
langsung menggeleng dengen airmata yang sudah berlinangan. Wiliam langsung diam
dan mulai di selimuti rasa bersalah begitu melihat airmata Juwita. Wiliam jadi
teringat jika sedikit saja kesalahan Juwita ia bisa langsung di singkirkan dari
rumahnya.
Susi
berlari tergopoh-gopoh mendekati Juwita. Wiliam yang melihat kedatangan Susi langsung
pergi dengan rasa bersalahnya. Wiliam hanya ingin bertanya soal apa yang Juwita
bicarakan tadi di sekolah itu saja sebenarnya. Ia sama sekali tak bermaksud
untuk memarahi Juwita hingga menangis seperti itu.
Namun
sialnya saat Wiliam melihat airmata yang mengalir di pipi Juwita malah
membuatnya semakin menginginkan Juwita. Wiliam ingin memeluk erat Juwita yang
tak berdaya itu dan menenangkannya. Wiliam terbayang-bayang akan wajah tak
berdaya Juwita yang meminta maaf dan memohon ampun darinya. Wiliam suka wajah
itu, wajah memelas Juwita yang mengiba padanya, wajah yang tersenyum ceria
setiap kali ada yang melihatnya, bibir yang mudah memberikan senyuman tulusnya
secara cuma-cuma. Wiliam suka Juwita apapun yang ia lakukan.
“Juwita…”
gumam Wiliam lalu memeluk gulingnya sambil menatap langit-langit kamarnya
membayangkan jika ia sedang memeluk Juwita yang menangis karenanya.
***
Juwita
berulang kali menjelaskan dengan kata-kata yang sama dan airmata yang
berlinangan. Para pelayan lain yang mendengar penjelasan Juwita cukup percaya
dan yakin pada Juwita. Karena sejak kecil Juwita juga sering menjadi bahan
omelan Nyonya Besar hanya karena bermain dengan Wiliam. Sekarang pun begitu,
Juwita masih menjadi bahan omelan bagi keluarga Phillips dan menjadi sasaran
kemarahan bagi Wiliam.
“Aku
benar-benar hanya bercerita soal sekolahku dulu, lalu temanku hanya mengajakku
berkeliling sekolah saja tidak lebih,” ucap Juwita sambil menangis tersedu-sedu
penuh sesal.
Susi dan
pelayan lain yang mendengarnya mengangguk percaya. Karena Juwita juga sempat
cerita jika ia bertemu dengan Camila calon istri Wiliam yang semakin menguatkan
jika ia melakukan pelanggaran apapun di luar.
“Tenangkan
dirimu, jelaskan pada Tuan Muda setelah ini,” ucap Susi mencoba memberi solusi
yang di angguki pelayan lain di sampingnya.
Juwita juga
langsung mengangguk. “Tapi nanti kalau Tuan Muda masih tidak percaya
bagaimana?” tanya Juwita.
Susi
menghela nafas. “Yasudah, terpaksa kamu tidak bisa bekerja disini. Kamu bisa
pindah sekolah atau ikut pelatihan kerja agar bisa bekerja di luar negeri,”
ucap Susi yang langsung memikirkan banyak jalan keluar untuk Juwita.
Juwita
cukup terkejut namun ia yang tak berdaya ini hanya bisa mengangguk dengan patuh
saja.