0
Home  ›  Chapter  ›  Gundik Rahasia Tuan Muda

Bab 18 – Nostalgia

Bab 18 – Nostalgia-1

Wiliam menggendong Juwita masuk ke kamar tempat mereka sebelumnya bercinta. Wiliam langsung mengunci pintu dan menerjang tubuh Juwita. Bermanja-manja dalam pelukan Juwita sembari sesekali mencumbu bibir manisnya.

“Aku ingin semua orang tau kalau kamu ini punyaku,” ucap Wiliam sambil memeluk Juwita melepaskan perasaan rindunya yang tak pernah terobati.

“Semua orang kan sudah tau jika aku pelayanmu, Tuan,” ucap Juwita sambil menatap mata Wiliam.

Wiliam langsung cemberut. “Aku tidak mau yang itu, aku mau orang-orang tau kalau kamu punyaku, pacarku, memiliki hubungan asmara denganku,” Wiliam mempertegas apa yang ia mau.

Juwita tersenyum lalu mengecup pipi Wiliam dengan lembut. “Rambutmu sudah panjang Tuan,” ucap Juwita mengalihkan pembicaraan sambil menyisir rambut Wiliam dengan jemari lentiknya.

Wiliam mendengus pelan sadar jika Juwita tengah mengalihkan pembicaraan dengannya. “Dari semua permainan yang pernah kita mainkan dulu, rasanya aku paling suka saat kita bermain rumah-rumahan,” ucap Wiliam lalu menatap langit-langit kamarnya sambil menerawang mengingat kembali masa kecilnya bersama Juwita.

Juwita tertawa kecil mendengar ucapan Wiliam. “Aku suka juga, tapi aku sedikit malu saat mengingatnya. Aku memanggilmu Huby seperti yang di lakukan Nyonya setiap makan malam,” ucap Juwita lalu ikut memandang langit-langit kamar bersama Wiliam.

“Aku paling suka saat kita berpura-pura punya anak, kita bertengkar sungguhan karena aku mengajak anak kita main balapan,” ucap Wiliam sambil tersenyum mengingat boneka kelinci yang saat itu berperan sebagai anaknya bersama Juwita.

Juwita tersenyum mendengarnya. “Dulu ku kira Tuan tidak suka bermain rumah-rumahan,” ucap Juwita sambil menatap Wiliam.

“Suka,” jawab Wiliam lalu menatap Juwita dan mengecup keningnya. “Aku suka, hanya saja dulu kurasa itu terlalu membosankan. Hanya duduk dan bercerita membayangkan sudah memiliki rumah sendiri. Aku ingin berlari dan melompat, menendang bola, memanjat. Aku berharap punya teman laki-laki waktu itu, kamu terlalu feminin,” jelas Wiliam sambil menatap Juwita sambil mengelus rambutnya.

“Tapi aku sudah berusaha mengikutimu Tuan,” ucap Juwita membela diri.

Wiliam tersenyum lalu mengelus bekas jahitan di tangan Juwita. “Iya tau, jadi kayak gini,” ucap Wiliam lalu mengecup bekas jahitan di dekat ibu jari Juwita yang dulu terkena paku saat ikut memanjat bersama Wiliam.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

“Aku kurang hati-hati,” ucap Juwita agar Wiliam tidak merasa bersalah.

“Tapi karena ini kamu jadi di bawa pergi dari sini,” Wiliam masih merasa sedih dan bersalah.

Juwita menggeleng. “Tidak, bukan begitu. Aku demam setelah menemani Tuan bermain hujan. Setelah itu Nyonya memintaku pulang agar tidak menulari Tuan. Aku yang gegabah karena tidak mengingatkan Tuan saat itu.”

“Aku yang memaksamu main hujan, harusnya aku menurutimu untuk main rumah-rumahan,” ucap Wiliam lalu memeluk Juwita. “Padahal Bibi Tamara juga sudah mengingatkanku juga agar tidak nakal,” lanjut Wiliam.

“Oh iya!” seru Juwita tiba-tiba teringat pada Tamara. “Kemana Bibi Tamara?” tanya Juwita.

Wiliam menggeleng. “Tidak tau, sebelum kamu datang Ibu sempat bilang kalau Bibi akan pergi. Lalu Ibumu datang bersamamu, ku kira kalian pengasuh baruku,” jawab Wiliam lalu mengerutkan keningnya.

Ia jadi teringat kembali pada pengasuhnya yang begitu sabar dan lembut itu. Wiliam menatap Juwita lalu menggenggam tangannya. Sekarang sudah ada Juwita yang kembali padanya lagi, penantiannya sudah selesai sekarang tinggal menguatkan hubungannya saja. Namun saat mengingat Tamara, Wiliam jadi merasa masih ada satu orang lagi yang kurang dalam hidupnya.

“Besok saat Ayahku pulang, aku akan menanyakan soal Bibi Tamara,” ucap Wiliam yang di angguki Juwita.

Wiliam yang semula ingin menghabiskan malamnya bersama Juwita dalam himpitan surga dunianya jadi kehilangan nafsunya. Wiliam mulai merasa janggal atas kepergian Tamara pengasuhnya. Wiliam merasa selama ia diasuh oleh Tamara dulu, ia selalu baik dan tidak bermasalah. Wiliam juga sangat nyaman bersama dengan Tamara sampai ia masih menyimpan foto masa kecilnya bersama Tamara.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

Ini aneh. Kenapa pengasuh sebaik Tamara bisa dipecat? Kalaupun tidak di pecat atau sengaja di gantikan kenapa dulu Tamara tak pernah berpamitan dengan jelas pada Wiliam? Segala pertanyaan bermunculan di kepala Wiliam.

***

“Menurutku Wiliam keterlaluan, apa perlu kita sedikit memberi pelajaran pada Juwita?” tanya Putri yang mengompori Camila setelah mendengarkan curhatannya.

Camila menggeleng pelan. “Tidak, kurasa itu bukan cara yang baik. Wiliam tidak suka jika aku begitu. Aku tidak mau Wiliam bersikap dingin dan menjauh dariku lagi,” ucap Camila sambil mengusap wajahnya.

“Digertak dikit aja kali, biar tau diri. Biar ga nyolot,” celetuk Karin yang sudah gatal lama tidak merundung orang.

Camila terdiam memikirkan saran dari kedua teman gengnya. Camila tau jika Juwita tak bersalah sedikitpun atas kecemburuannya pada Wiliam. Memang Juwita adalah anak pelayan yang tinggal dan bekerja di rumah Wiliam. Selain itu Juwita juga dekat dengan Wiliam karena ia memintanya untuk mengawasi Wiliam.

“Jujur aku tidak punya alasan cukup kuat untuk menggertaknya,” ucap Camila lesu.

“Kita bersenang-senang saja, seperti sebelumnya,” ucap Karin santai.

Camila menggeleng pelan. “Nanti Wiliam marah padaku,” ucap Camila bimbang. “Memangnya tunanganmu tidak marah?”

Karin menggeleng. “Doni cuek saja dengan apapun yang ku lakukan. Selama aku tidak merengek padanya dia tidak peduli, dia tidak terlalu berguna,” jawab Karin lalu menoleh pada Putri.

“Tunanganku sama saja, selama aku tidak mengajaknya bertengkar dia cuek saja,” ucap Putri.

“Harusnya kamu lebih tegas agar Wiliam tidak memengang seluruh kendali dalam hubunganmu. Kalian kan sebenatar lagi menikah, jangan membiarkan para pria memegang kendali berlebihan. Mereka akan jadi egois dan lupa daratan,” saran Karin yang membuat Camila berpikir ulang dan semakin merasa yakin jika ia perlu mengembalikan gengnya seperti sebelumnya.

“Iya benar. Tidak ada yang tulus di dunia ini. Tidak ada orang polos yang memberi secara cuma-cuma. Lagi pula kalau bukan karena kerja sama keluarga mana mungkin kita mau berkomitmen dengan para pria itu. Sudahlah di gertak saja. Kita bermain-main seperti sebelumnya,” bujuk Putri kembali mengompori Camila.

Camila mengangguk dengan ragu. Jika Camila pikir kembali  Juwita juga tak akan sepatuh dan sedekat itu dengannya kalau bukan karena Wiliam adalah tunangannya. Di tambah pula dengan status sosial dan ekonominya yang jauh berada di atas Juwita. Juwita yang sebelumnya terlihat baik di mata Camila kini mulai terlihat jahat dan sama saja dengan orang-orang lain yang Camila kenal.

“Sedikit gertakan untuk mendisiplinkan pelayan, pasti Wiliam bisa paham,” rayu Karin lagi.

39
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share