Bab 23 – Kamar Wiliam🔞
Wiliam melumat
bibir Juwita dengan lembut. Perasaannya sama kacaunya dengan perasaan Juwita
sekarang. Wiliam memang takut jika Juwita disakiti orang-orang, namun ia lebih
takut jika Juwita kembali hilang darinya dan tak akan pernah kembali padanya
lagi. Wiliam ingin hidup bersama Juwita, menghabiskan waktu bersamanya.
Perlahan
tapi pasti Wiliam mulai melepaskan rok yang Juwita kenakan lalu kemejanya
hingga menyisakan bra dan celana dalamnya saja. Wiliam kembali melumat bibir
Juwita sementara Juwita mulai melepaskan atasan yang Wiliam kenakan. Keduanya
saling memandang dengan pandangan penuh cinta dan sayu.
“Shhh…ahhh…”
desah Juwita pelan dan tertahan ketika Wiliam mulai menjilat dan menghisap
lehernya dengan lembut.
“Iya?” saut Wiliam yang langsung memakai kimono dan berjalan keluar untuk melihat siapa yang mengetuk pintu kamarnya.
“Sarapan
Tuan,” ucap Susi sebelum Wiliam membuka pintu.
“Oh Bibi,”
desah Wiliam lega.
“Tuan dan
Nyonya sedang berdebat dibawah, sepertinya mereka akan bercerai,” ucap Susi
memberitahu Wiliam akan kondisi rumah yang sedang genting.
Wiliam
menerima nampan berisi sarapan dari tangan Susi lalu mengangguk. “Kabari aku
jika mereka sudah selesai berdebat,” ucap Wiliam lalu masuk dan kembali
mengunci pintu kamarnya.
Ini hal
tergila yang pernah Wiliam lakukan sejauh ini. Ia tau Ayah Ibunya tak setuju
dengan hubungannya bersama Juwita. Ia malah bercinta hingga lupa waktu dan saat
kedua orang tuanya sudah ada di rumah. Gilanya lagi Wiliam tak menyadari
kepulangan orang tuanya.
“Tuanhh…”
erang Juwita yang berusaha bangun dan merapikan dirinya.
“Istirahatlah
dulu,” ucap Wiliam menahan Juwita yang hendak bangun dan sudah begitu
terburu-buru pergi.
Mendengar
ucapan Wiliam Juwita kembali merebahkan tubuhnya yang begitu lemas dan masih
mengantuk di atas tempat tidur Wiliam yang nyaman. Wiliam meletakkan sarapan
yang di bawakan Susi ke atas meja lalu kembali tiduran di samping Juwita.
Wiliam harusnya merasa panik sekarang, tapi entah kenapa ketika ia bersama
Juwita dan memandangi paras indah kekasihnya yang kelelahan itu membuatnya
begitu tenang dan nyaman.
“Tidak usah
terburu-buru, tenangkan dirimu dulu,” ucap Wiliam seraya menciumi tangan Juwita
yang begitu lemas.
Juwita
mengangguk lalu menggenggam tangan Wiliam dengan lemah. Ia merasa seolah-olah
sudah menjadi istri dari Wiliam yang tengah bercinta ketika bulan madu. Namun
sekarang ia begitu panik dan ketakutan, khawatir jika ia akan di pecat dan di
hukum. Menyadarkan posisinya yang hanya seorang anak pelayan yang menjalin
cinta terlarang dengan anak majikannya.
Wiliam
terus memandangi Juwita lalu mendekapnya sembari mengelus punggungnya yang
masih belum tertutupi sehelai benangpun. Wiliam merasa bersalah tak dapat
memperlakukan Juwita dengan lebih baik lagi. Wiliam juga merasa sedih karena
Juwita terus di perlakukan buruk oleh semua orang dan statusnya tak cukup kuat
untuk bisa melindungi Juwita atau membaginya dengan Juwita.
“Kalau aku
bisa membagi posisiku denganmu, akan ku lakukan. Aku ingin tidak ada yang
memandangmu rendah,” lirih Wiliam sambil mendekap Juwita. “Aku ingin
mencintaimu dengan sederhana,” lanjut Wiliam sembari mencium kening Juwita
dengan lembut.
Juwita
mengangguk lalu membuka matanya dan perlahan bangun. “Tuan, aku harus bekerja,”
lirihnya dengan suara khas bangun tidur yang serak.
“Makanlah
dulu, biar aku yang merapikan kamarku,” ucap Wiliam yang membiarkan Juwita
bangun dari tidurnya. “Mandi, persiapkan dirimu terlebih dahulu. Tidak usah
buru-buru,” lanjut Wiliam yang akhirnya ikut bangun dan mulai membantu Juwita
memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai juga melepaskan seprei tempat
tidur dan bantalnya.
“Terimakasih
Tuan…”
“Sesekali,
saat kita bersama aku ingin di panggil Hubby lagi,” pinta Wiliam dengan wajah
tertunduk dan bersemu.
Juwita
tersenyum. “Tapi aku bukan istrimu,” gantung Juwita lalu masuk ke kamar mandi
untuk membersihkan dirinya.