Bab 36 – Botol Kaca dan Tangga
Wiliam
mengurung dirinya di kamar, tanpa makan dan minum ataupun bicara. Wiliam diam
membisu begitu saja membiarkan Kartika menyampaikan doktrin-doktrinnya soal
Susi dan Juwita juga Tamara. Wiliam tak peduli, ia sudah tak mau melakukan
apa-apa lagi. Wiliam juga merasa sudah terlalu lelah menghadapi ancaman demi
ancaman dari Kartika yang terus mencoba menjauhkannya dari semua orang yang ia
sayangi selama ini.
“Ibu
berusaha memberikanmu yang terbaik Wiliam, percayalah. Ibu rasa Camila memang
buruk. Tapi Juwita dan keluarganya, juga Tamara jauh lebih buruk daripada
Camila. Percayalah, hidupmu akan lebih baik saat patuh pada Ibu,” ucap Kartika
yang sudah mengurung Wiliam hampir selama 2 minggu.
Wiliam
memalingkan wajahnya. Badannya sudah begitu lemas, pikirannya masih melayang
pada Juwita. Tak ada yang lebih Wiliam khawatirkan saat ini selain Juwita dan
keluarganya. Wiliam sudah tak peduli lagi dengan tubuhnya dan kesehatannya,
bahkan Wiliam sudah mulai memikirkan untuk bunuh diri jika ia tak kunjung bisa
bebas dari penjara Kartika ini.
Kartika
sendiri mulai kelabakan menangani masalahnya yang semakin rumit. Antonio yang
tak di ijinkan bertemu dengan Wiliam akhirnya memutuskan untuk bercerai dengan Kartika.
Tamara juga tiba-tiba muncul kepublik bersama Antonio dan mengaku sebagai ibu
biologis dari Wiliam yang semakin membuat Kartika berantakan.
***
“Tidak
apa-apa sekarang aku ibumu,” ucap Tamara yang mengantar Juwita ke sekolah
dengan mobilnya dan menemaninya hingga turun dari mobil selayaknya ibu-ibu
sosialita lainnya yang mengantar anak-anaknya ke sekolah.
Semua mata
tertuju pada Juwita yang tampil beda dari sebelumnya, semua orang memandang
Juwita dengan pandangan yang berbeda dan penuh kekaguman. Penampilan Juwita
juga berubah drastis begitu ia ikut dengan Tamara dan Antonio. Sepatu dan tas
yang sebelumnya terlihat dekil dan murahan berganti dengan sepatu dan tas mewah
keluaran terbaru dan terbatas.
“Ingat kamu
anakku juga, jangan takut,” ucap Tamara lagi sambil memeluk Juwita sebelum
masuk kedalam sekolah.
Juwita
mengangguk lalu tersenyum. Tangannya mengelus perutnya yang sudah mulai perlu
menggunakan korset. Tamara berusaha sebaik mungkin melindungi Juwita dan
menjaganya dengan sepenuh hati. Ia tau jalannya untuk memeluk Wiliam masih
jauh, tapi ia tetap bahagia karena bisa bersama Juwita dan mengenal dengan baik
pujaan hati putranya tersebut.
“Tidak
apa-apa, pelan-pelan pasti aku akan mendapatkan anakku kembali,” gumam Tamara
menguatkan hatinya lalu kembali pulang.
Antonio
masih berisap untuk pergi ke pengadilan dan menikmati sarapannya sekaligus
menunggu Tamara sebelum ia pergi ke persidangannya yang kedua ini. Tamara
memeluk Antonio lalu menitipkan bekal buatannya untuk di berikan pada Wiliam
mengingat nanti Antonio akan menjenguk Wiliam.
“Kalau
nanti aku bisa, aku akan membawa Wiliam pulang,” ucap Antonio sambil mengelus
punggung Tamara.
Tamara
mengangguk. “Katakan padanya Juwita baik-baik saja bersama kita,” ucap Tamara
lalu mengecup pipi Antonio lembut.
***
Tak ada hal yang lebih membuat Antonio muak
selain menemui Kartika yang selalu membuat drama baru di tiap persidangan.
Seperti kali ini dimana ia menangis dan mengiba menceritakan kisah hidupnya
yang di buat begitu menyedihkan dan membuat Antonio menjadi terpojok. Tentu
saja Antonio sudah mengetahui siasat Kartika tersebut dan ia juga datang tidak
dengan tangan kosong.
Kling!
Antonio mengirimkan vidio 18 detik saat Kartika sedang berselingkuh. Tak
berselang lama Antonio kembali mengirimkan dua foto ketika Kartika berciuman
dengan Lila dan bukti lain yang membuat Kartika seketika menghentikan tangisan
palsunya.
“Tolong
beri kami waktu kembali untuk berbicara secara kekeluargaan Yang Mulia,” ucap
kuasa hukum Antonio dengan persetujuan Antonio.
Kartika tak
dapat mengelak. Akhirnya hari ini ia mengijinkan Antonio untuk kembali ke
rumahnya untuk menemui Wiliam. Sebenarnya tanpa persetujuan Kartika sekalipun
Antonio tetap berhak untuk pulang ke rumahnya saat ini. Mengingat itu memang rumahnya,
rumah pemberian dari orang tuanya dulu. Hanya saja Antonio malas berdebat
dengan Kartika dan harus menghadapi emosinya yang tak setabil itu setiap hari
jadi ia memilih untuk mengalah.
“Mana
Wiliam?” tanya Antonio begitu masuk kedalam rumahnya.
“Di kamar
Tuan, Tuan Muda masih belum mau makan,” ucap pelayan sembari mengikuti Antonio
masuk.
Antonio
menghela nafasnya lalu berjalan masuk ke kemar Wiliam. Antonio kembali menghela
nafasnya sambil geleng-geleng kepala melihat putranya yang begitu pucat dan
kurus.
“Makan,
Ibumu yang membuatnya,” ucap Antonio yang tak di hiraukan oleh Wiliam yang
masih diam membisu. “Juwita tinggal bersamaku,” bisik Antonio yang sukses
mencuri perhatian Wiliam kembali.
Wiliam
langsung menoleh ke arahnya dengan mata terbelalak dan berkaca-kaca. Antonio
membantu Wiliam bangun lalu memberinya minum. “Kalau kamu mau makan dan menjaga
kesehatanmu kita bisa meraih semuanya bersama-sama. Kita bisa berkumpul kembali
dengan ibumu dan Juwita juga akan menjadi milikmu,” bujuk Antonio lalu diam dan
membantu Wiliam makan karena Kartika yang masuk ke kamar Wiliam.
“Kita harus
bicara,” ucap Kartika pada Antonio.
Antonio
mengangkat sebelah alisnya lalu memanggil pelayan untuk membantu Wiliam makan
dan merawatnya sementara ia bicara dengan Kartika.
“Apa
maumu?” cecar Kartika begitu Antonio mengikutinya masuk kedalam ruang keluarga.
“Aku yang
harusnya menanyakan itu,” ucap Antonio yang sudah muak.
“Apa kamu
mau ak_”
“Apa aku
harus menguliti aibmu? Mencabut kepemilikan gedung museummu dan mengambil
gedung galerimu juga? Apa aku harus memiskinkanmu?” tanya Antonio yang sudah
tak mau mengalah dan berbaik hati pada Kartika lagi.
Tangan
Kartika terkepal menahan amarahnya. Ia langsung memecahkan botol wine yang ada
diatas meja dan mencoba menyerang Antonio dengan pecahan botol dalam
genggamannya. Antonio langsung mencoba menghindar dan pergi keluar dari ruang
keluarga tersebut.
“Semuanya
milikku! Miliku! Tidak ada yang bisa mengambilnya sepeserpun dariku!!!” teriak
Kartika yang berusaha menyerang Antonio yang sudah tak mau mematuhinya dan
semakin sulit ia kendalikan meskipun sudah mengurung Wiliam.
Antonio
begitu panik dan terus menghindari Kartika yang menyerangnya hingga ia terpojok
dan tepat saat Kartika mencoba menghujamnya, Antonio menghindar dan membuat
Kartika terjatuh dari tangga.
Para
pelayan terlihat takut untuk mendekat dan hanya berani melihat dari kejauhan.
Semua terdiam tak ada yang berani bergerak sedikitpun, terpaku membeku melihat
kejadian barusan yang terjadi begitu cepat. Antoniopun juga terdiam dan
terjatuh lemas di lantai.
“C-cepat
panggil ambulans!” perintah Antonio setelah lama diam dengan gemetar.
Seorang
pelayan mendekat untuk mengambil botol kaca yang di pegang Kartika terlebih
dahulu. Tak selang lama semua orang di rumah langsung bergerak untuk membantu
Kartika yang tak sadarkan diri sebagaimana mestinya. Antonio yang sadar
memiliki kesempatan untuk pergi dari sana juga langsung keluar membawa Wiliam
yang masih lemah dengan kursi roda di bantu para pelayan disana.