Bab 37 – Sekolah
Juwita
duduk di belakang seperti biasanya. Camila dan gengnya kembali berusaha
mengganggunya seperti sebelumnya. Jika biasanya Wiliam akan selalu pasang badan
untuk melindunginya. Kali ini tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba Doni
yang pasang badan untuk melindunginya.
Doni duduk
di samping Juwita di belakang seperti yang Wiliam lakukan dulu. Doni berusaha
ramah dan baik pada Juwita sementara Putri sudah berulang kali mengancamnya dan
mengiriminya pesan hingga Doni muak dan memilih untuk mematikan ponselnya.
Juwita hanya diam tak berani mengajak Doni bicara maupun menengok padanya.
Juwita
merasa hidupnya saat ini sudah terlalu banyak masalah, ia tak mau menambah
musuh dalam hidupnya lagi. Juwita tak mau menambah masalah karena Doni yang
mendekatinya, ia tak mau Putri dan Camila membullynya lagi. Terlebih saat ini
ia perlu fokus sekolah dan menyelesaikan pendidikannya saja.
“Gak makan
siang?” tanya Doni yang kembali ke kelas setelah menyadari Juwita tak ikut
pergi ke kantin.
Juwita
menggeleng lalu memalingkan wajahnya dan memasukkan botol berisi susunya
kedalam tas kembali. Juwita juga mengurungkan niatnya untuk memakan bekal yang
di bawakan Tamara untuknya karena Doni yang kembali mendekatinya.
“Ku bawakan
i_”
“Tuan!
Berhentilah mendekatiku. Aku sudah berada dalam banyak masalah belakangan ini.
Aku tidak mau memperburuk keadaanku. Aku sudah bermusuhan dengan Nona Camila
yang begitu baik hati padaku, aku tidak mau bermusuhan dengan yang lainnya
lagi. Cukup. Aku tidak tau apa maumu, atau apa maksudmu tiba-tiba begitu
mendekatiku. Tapi maaf aku tidak nyaman!” ucap Juwita dengan tegas pada Doni
bertepatan dengan kedatangan gerombolan Camila yang datang hendak membullynya.
“Apa
maksudmu? Bukankah kamu suka merayu Wiliam? Kenapa tidak denganku?”
“Aku tidak
merayu Tuan Wiliam, aku teman masa kecilnya. Kami tidak bermaksud menyakiti
hati siapapun kalau saja tidak ada perjodohan yang begitu memaksakan dan penuh
obsesi itu. Kami hanya teman masa kecil yang bermain bersama!”
Doni
menyunggingkan senyum di sudut bibirnya begitu kesal dan merasa di injak harga
dirinya oleh seorang pelayan rendahan seperti Juwita. Terlebih saat ia
menyadari adanya Putri, Camila dan Karin yang melihatnya dari pintu kelas
sedang menggoda Juwita.
Juwita ikut
melihat ke arah Doni menatap. Air matanya sudah tak bisa ia bendung, ia bingung
harus apa, ia bingung harus berbuat bagaimana. Habis sudah riwayatnya. Doni
yang sadar Juwita terpaku dalam kebingungan refleks menampar pipinya dan
bertindak seolah-olah Juwita yang mulai menggodanya.
“Dasar
perempuan rendahan tidak tau diri!” maki Doni lalu berjalan menuju Putri.
Putri
tersenyum sumringah menyambut kedatangan Doni yang kembali padanya. Begitu pula
dengan Karin yang puas melihat apa yang di lakukan Doni pada Juwita. Sementara
Camila terdiam terpaku menatap Juwita dengan iba.
“Ayo
Camila!” ajak Karin sambil berjalan bersama Putri dan Doni menjauh dari sana.
Camila
masih diam membiarkan teman-temannya pergi lalu berjalan mendekat ke arah
Juwita yang masih memegangi pipinya yang baru saja di tampar Doni. Juwita tak
berani menatap Camila, kepalanya tertunduk malu dan tak berdaya untuk
menghadapi Camila.
“Aku tidak
memusuhimu, aku hanya kecewa pada apa yang sudah kamu lakukan. Aku menganggapmu
sebagai teman. Tapi kamu mencuri tunanganku. Kamu pantas di tampar, tapi Doni
tidak pantas menamparmu. Aku yang harusnya melakukannya,” ucap Camila dengan
tatapannya yang begitu dingin memandang rendah Juwita.
Juwita tak
berani menjawab, Camila benar dan ia sudah salah. Juwita tak bisa membantahnya.
“Tapi semua
wanita rendahan sepertimu pasti akan tetap tergoda pada Wiliam. Aku tidak
sepenuhnya menyalahkanmu juga, toh sekarang semua orang sudah tau bagaimana
bobroknya keluarga Philips…”
Juwita
langsung mengagkat kepalanya menatap Juwita dengan matanya yang berkaca-kaca.
“Aku akan
melanjutkan pendidikanku di USA. Ku harap tidak menemukan iblis sepertimu
lagi,” ucap Camila.
Juwita
langsung meluruh ke lantai berlutut sambil menangis meminta maaf pada Camila.
Camila mendorongnya menjauh sambil mengambil langkah mundur namun Juwita malah
bersujud menangis meminta maaf padanya. Camila memang keras kepala namun ia
tetap memiliki hati, ia memalingkan wajahnya enggan menatap Juwita yang
membuatnya iba dan ingin menangis.
***
Doni
kembali duduk di bangkunya. Putri dan Karin masih menatap Juwita sengit,
sementara Camila berusaha cuek padanya. Daren yang kebingungan dan sempat
khawatir jika Doni akan bertindak bodoh bisa kembali bernafas lega juga
meskipun kurang tau apa yang menyebabkan semua kembali seperti semula. Rani dan
Adi juga bingung dengan kondisi belakangan ini dan memilih diam tanpa
berinteraksi satu sama lain daripada terkena masalah.
Juwita juga
tak berani banyak bicara atau meminta Rani dan Adi untuk berada di pihaknya. Ia
sadar sudah terlalu banyak berbuat salah dan membiarkan semua orang meluapkan
emosi padanya sudah Juwita anggap sebagai penebusan atas dosanya. Tak berapa
lama Juwita mendapat pesan dari Tamara yang mengabari jika Wiliam sudah ada di
tempat tinggalnya saat ini dan meminta Juwita cepat pulang setelah selesai dari
sekolah.
“Juwita…”
panggil Camila menahan langkah Juwita yang hendak melangkah keluar kelas.
Juwita
menoleh pada Camila. “Aku membatalkan pertunanganku dengan Wiliam,” ucap Camila
lalu pergi mendahului Juwita.
Camila
buru-buru pergi masuk kedalam mobil jemputannya. Emosinya begitu berkecamuk.
Camila sadar hanya ada dua kemenangan bagi seorang wanita bagi pria, entah itu
kemenangan di depan publik atau kemenangan di atas tempat tidur dan Camila
sadar ia tak akan memenangkan itu semua dari Wiliam.