Begitu sampai di rumah Wiliam langsung mencari
Susi dan Juwita. Namun kali ini keduanya tidak ada disana. Wiliam begitu takut
dan khawatir jika ia sudah terlambat. Wiliam benar-benar takut jika Juwita
sudah pergi dari rumahnya seperti dulu lagi. Namun tak selang lama Susi datang
bersama Juwita setelah pergi keluar.
“Juwita!” seru Wiliam sepontan begitu melihat
Juwita yang masih pulang kerumahnya.
Susi menundukkan badannya sejenak lalu berjalan
masuk ke kamarnya untuk meletakkan barang-barangnya. Wiliam langsung meraih
tangan Juwita dan membawanya masuk ke kamar seperti 10 tahun yang lalu. Juwita
juga hanya pasrah mengikuti langkah Tuannya yang membawanya masuk kedalam kamar
seperti dulu.
“Jangan pergi, kumohon jangan pergi!” lirih
Wiliam yang langsung memeluk erat Juwita begitu masuk ke kamarnya.
Juwita kaget karena pelukan Wiliam yang begitu
mendadak dan rengekannya yang terdengar begitu rapuh.
“Kumohon kali ini saja, tetaplah bersamaku,”
lirih Wiliam lagi dengan suaranya yang bergetar.
Juwita hanya bisa diam sambil mengelus punggung
Wiliam. Belum mulutnya terucap untuk menjelaskan sesuatu pada Wiliam. Tiba-tiba
Wiliam sudah mencium bibirnya sembari mengunci pintu kamarnya dan membawa
Juwita ke tempat tidurnya.
Ini kali pertama Juwita berciuman. Juwita juga
begitu asing dengan segala bentuk keintiman dengan lawan jenisnya. Tapi ketika
bibir Wiliam menciumnya Juwita tak dapat menolaknya. Juwita begitu senang dan
berdebar-debar menerima ciuman Wiliam yang semakin lama terasa semakin agresif.
Sampai Juwita tiba-tiba merasakan sesuatu
membasahi pipinya yang membuatnya mendorong Wiliam menjauh darinya. Wiliam
menangis, ini kali pertama Juwita melihat Wiliam menangis. Wiliam yang selalu
penuh percaya diri dengan kepala yang mendongak dan penuh keangkuhannya,
menepuk dada membanggakan dirinya yang akan menjadi penerus perusahaan utama
keluarga Phillips.
Namun kali ini Wiliam terlihat begitu rapuh dan
tak berdaya. Juwita hanya bisa diam sambil mengusap airmata Wiliam lalu
memberanikan dirinya untuk mengecup kening Wiliam.
“Bilang kalo kamu gak bakal pergi!” paksa
Wiliam yang berharap Juwita dapat memberinya janji manis.
“A-aku tidak akan pergi…” lirih Juwita yang
langsung di todong dengan kelingking Wiliam yang langsung di tautkan dengan
kelingkingnya.
“Kamu udah janji! Harus di tepati!” ucap Wiliam
yang masih terdengar merengek pada Juwita.
Juwita langsung mengangguk dan mengecup tangan
Wiliam.
Wiliam yang tau waktunya untuk berduaan dengan
Juwita tidak berselang lama kembali mencium bibir Juwita dan melumatnya dengan
lembut sembari memeluknya dengan erat. Sebelum melepaskan Juwita untuk
memberikannya ponsel yang sudah ia siapkan sebelumnya.
“Buat kamu, ponselku di sadab, aku di lacak
terus. Aku bakal sering menghubungi kamu,” ucap Wiliam yang menunjukkan dua
ponsel jadul yang baru ia beli.
Juwita mengangguk dengan senyum sumringahnya.
Wiliam kembali memeluknya lalu mengecup keningnya beberapa kali sebelum
membiarkan Juwita pergi dari kamarnya sebelum kedua orang tuanya kembali
pulang.
***
Wajah Juwita bersemu dan berseri-seri setelah
bertemu dengan Wiliam. Juwita yang mengagumi Wiliam sejak awal mereka bertemu
dan terus berangan-angan untuk menjadi pasangan Wiliam sekarang merasa jika
perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Ia begitu bahagia, tak ada yang lebih
membahagiakan daripada sekarang.
Juwita begitu lega, perasaannya yang selama ini
selalu serba salah dan takut akan segala hal menjadi hilang. Ia senang dan lega
tau jika Wiliam tidak hanya membalas perasaannya namun juga memikirkannya
begitu dalam hingga memberikannya ponsel khusus untuk tetap terhubung. Juwita
yang semula merasa jika hanya ia yang takut di buang kini merasa lebih tenang,
karena Wiliam juga takut kehilangan dirinya.
“Apa itu?” tanya Susi yang sudah bersiap dengan
seragamnya untuk makan malam nanti.
“Hp Bu, di kasih Tuan,” jawab Juwita yang
terlihat jelas jika ia sedang kasmaran.
Susi mengerutkan keningnya lalu merampas ponsel
yang ada dalam genggaman Juwita.
“Jangan! Kembalikan! Kita bisa dalam masalah
kalo Tuan sama Nyonya Besar tau kamu deket sama Tuan Muda. Ibu sudah bilang ke
kamu buat menjaga sikapmu dan taudiri kalo mau kerja disini! Jangan melebihi
batas, kita ini daun kering yang akan hilang saat di bakar api!”
“Bu…”
“Jangan bermain api!”
Juwita menundukkan pandangannya lalu mengangguk
patuh pada ibunya.
“Sudah, buruan siap-siap! Kita harus kerja!”
tegas Susi lalu meletakkan ponsel pemberian Wiliam ke atas lemari sebagai
bentuk penyitaan barang meskipun Juwita tetap bisa meraihnya.
Juwita mulai melepas pakaiannya untuk berganti
dengan seragam pelayannya. Juwita memandangi wajahnya lalu menyentuh bibirnya.
Baru sebentar ia merasa senang dan berbunga-bunga karena Wiliam dan ciuman
pertama serta janji yang baru ia buat bersama. Sekarang Juwita sudah kembali di
tampar oleh kenyataan.
Juwita menatap dirinya yang menggunakan seragam
pelayan. Airmatanya jatuh seketika Juwita tersadar akan posisinya di rumah ini.
Ia hanya seorang pelayan, itupun masih belum 100% di terima. Sedangkan Wiliam
adalah calon pewaris keluarga Phillips yang begitu bermartabat. Ia memang
menyukai Wiliam, ia juga tau jika Wiliam menyukainya. Tapi kehidupan mereka
bagaikan langit dan bumi, bagaikan air dan minyak yang tak mungkin menyatu.
“Juwita!” panggil salah satu pelayan di rumah.
“Iya, sebentar lagi cuci muka!” saut Juwita
yang buru-buru cuci muka agar matanya tidak bengkak dan wajahnya cukup segar
agar tidak menimbulkan kecurigaan.
0 comments