BLANTERORBITv102

Bab 03 – Sadar Diri

Kamis, 25 Juli 2024

Begitu sampai di rumah Wiliam langsung mencari Susi dan Juwita. Namun kali ini keduanya tidak ada disana. Wiliam begitu takut dan khawatir jika ia sudah terlambat. Wiliam benar-benar takut jika Juwita sudah pergi dari rumahnya seperti dulu lagi. Namun tak selang lama Susi datang bersama Juwita setelah pergi keluar.

“Juwita!” seru Wiliam sepontan begitu melihat Juwita yang masih pulang kerumahnya.

Susi menundukkan badannya sejenak lalu berjalan masuk ke kamarnya untuk meletakkan barang-barangnya. Wiliam langsung meraih tangan Juwita dan membawanya masuk ke kamar seperti 10 tahun yang lalu. Juwita juga hanya pasrah mengikuti langkah Tuannya yang membawanya masuk kedalam kamar seperti dulu.

“Jangan pergi, kumohon jangan pergi!” lirih Wiliam yang langsung memeluk erat Juwita begitu masuk ke kamarnya.

Juwita kaget karena pelukan Wiliam yang begitu mendadak dan rengekannya yang terdengar begitu rapuh.

“Kumohon kali ini saja, tetaplah bersamaku,” lirih Wiliam lagi dengan suaranya yang bergetar.

Juwita hanya bisa diam sambil mengelus punggung Wiliam. Belum mulutnya terucap untuk menjelaskan sesuatu pada Wiliam. Tiba-tiba Wiliam sudah mencium bibirnya sembari mengunci pintu kamarnya dan membawa Juwita ke tempat tidurnya.

Ini kali pertama Juwita berciuman. Juwita juga begitu asing dengan segala bentuk keintiman dengan lawan jenisnya. Tapi ketika bibir Wiliam menciumnya Juwita tak dapat menolaknya. Juwita begitu senang dan berdebar-debar menerima ciuman Wiliam yang semakin lama terasa semakin agresif.

Sampai Juwita tiba-tiba merasakan sesuatu membasahi pipinya yang membuatnya mendorong Wiliam menjauh darinya. Wiliam menangis, ini kali pertama Juwita melihat Wiliam menangis. Wiliam yang selalu penuh percaya diri dengan kepala yang mendongak dan penuh keangkuhannya, menepuk dada membanggakan dirinya yang akan menjadi penerus perusahaan utama keluarga Phillips.

Namun kali ini Wiliam terlihat begitu rapuh dan tak berdaya. Juwita hanya bisa diam sambil mengusap airmata Wiliam lalu memberanikan dirinya untuk mengecup kening Wiliam.

“Bilang kalo kamu gak bakal pergi!” paksa Wiliam yang berharap Juwita dapat memberinya janji manis.

“A-aku tidak akan pergi…” lirih Juwita yang langsung di todong dengan kelingking Wiliam yang langsung di tautkan dengan kelingkingnya.

“Kamu udah janji! Harus di tepati!” ucap Wiliam yang masih terdengar merengek pada Juwita.

Juwita langsung mengangguk dan mengecup tangan Wiliam.

Wiliam yang tau waktunya untuk berduaan dengan Juwita tidak berselang lama kembali mencium bibir Juwita dan melumatnya dengan lembut sembari memeluknya dengan erat. Sebelum melepaskan Juwita untuk memberikannya ponsel yang sudah ia siapkan sebelumnya.

“Buat kamu, ponselku di sadab, aku di lacak terus. Aku bakal sering menghubungi kamu,” ucap Wiliam yang menunjukkan dua ponsel jadul yang baru ia beli.

Juwita mengangguk dengan senyum sumringahnya. Wiliam kembali memeluknya lalu mengecup keningnya beberapa kali sebelum membiarkan Juwita pergi dari kamarnya sebelum kedua orang tuanya kembali pulang.

***

Wajah Juwita bersemu dan berseri-seri setelah bertemu dengan Wiliam. Juwita yang mengagumi Wiliam sejak awal mereka bertemu dan terus berangan-angan untuk menjadi pasangan Wiliam sekarang merasa jika perasaannya tak bertepuk sebelah tangan. Ia begitu bahagia, tak ada yang lebih membahagiakan daripada sekarang.

Juwita begitu lega, perasaannya yang selama ini selalu serba salah dan takut akan segala hal menjadi hilang. Ia senang dan lega tau jika Wiliam tidak hanya membalas perasaannya namun juga memikirkannya begitu dalam hingga memberikannya ponsel khusus untuk tetap terhubung. Juwita yang semula merasa jika hanya ia yang takut di buang kini merasa lebih tenang, karena Wiliam juga takut kehilangan dirinya.

“Apa itu?” tanya Susi yang sudah bersiap dengan seragamnya untuk makan malam nanti.

“Hp Bu, di kasih Tuan,” jawab Juwita yang terlihat jelas jika ia sedang kasmaran.

Susi mengerutkan keningnya lalu merampas ponsel yang ada dalam genggaman Juwita.

“Jangan! Kembalikan! Kita bisa dalam masalah kalo Tuan sama Nyonya Besar tau kamu deket sama Tuan Muda. Ibu sudah bilang ke kamu buat menjaga sikapmu dan taudiri kalo mau kerja disini! Jangan melebihi batas, kita ini daun kering yang akan hilang saat di bakar api!”

“Bu…”

“Jangan bermain api!”

Juwita menundukkan pandangannya lalu mengangguk patuh pada ibunya.

“Sudah, buruan siap-siap! Kita harus kerja!” tegas Susi lalu meletakkan ponsel pemberian Wiliam ke atas lemari sebagai bentuk penyitaan barang meskipun Juwita tetap bisa meraihnya.

Juwita mulai melepas pakaiannya untuk berganti dengan seragam pelayannya. Juwita memandangi wajahnya lalu menyentuh bibirnya. Baru sebentar ia merasa senang dan berbunga-bunga karena Wiliam dan ciuman pertama serta janji yang baru ia buat bersama. Sekarang Juwita sudah kembali di tampar oleh kenyataan.

Juwita menatap dirinya yang menggunakan seragam pelayan. Airmatanya jatuh seketika Juwita tersadar akan posisinya di rumah ini. Ia hanya seorang pelayan, itupun masih belum 100% di terima. Sedangkan Wiliam adalah calon pewaris keluarga Phillips yang begitu bermartabat. Ia memang menyukai Wiliam, ia juga tau jika Wiliam menyukainya. Tapi kehidupan mereka bagaikan langit dan bumi, bagaikan air dan minyak yang tak mungkin menyatu.

“Juwita!” panggil salah satu pelayan di rumah.

“Iya, sebentar lagi cuci muka!” saut Juwita yang buru-buru cuci muka agar matanya tidak bengkak dan wajahnya cukup segar agar tidak menimbulkan kecurigaan.



Author

dasp world

Agensi kepenulisan dan penerbitan cerita fiksi online.