Bab 28 – Belanja
"#dasp98 #dasp.98 #GundikRahasiaTuanMuda #NovelIndo #Wattpad"
“Kondisinya
baik, sehat. Tekanan darahnya Ibu memang rendah jadi gampang keliatan pucat.
Nanti di resepkan sekalian,” ucap Dokter yang berusaha profesional dan sudah
begitu mati-matian menahan diri agar tidak menghakimi Wiliam dan Juwita.
“Dia
laki-laki atau perempuan?” tanya Wiliam yang terlihat begitu antusias sembari
menggenggam tangan Juwita yang terasa dingin.
Dokter yang
mendengar pertanyaan Wiliam langsung tertawa. “Belum, nanti kalau sudah lebih
besar baru bisa lihat. Janinnya saja masih berbentuk gumpalan,” jelas Dokter
lalu mengelap gel yang ada di perut Juwita sebelum menyudahi sesi USGnya.
Wiliam
meringis mendengarnya, sementara Juwita tersenyum senang mengetahui jika Wiliam
tak keberatan sama sekali atas kehamilannya. “Aku gak sabar,” ucap Wiliam
lembut. “Oh iya kapan aku perlu menyiapkan kamar untuk anakku dan rumah sakit
untuk melahirkan?” tanya Wiliam lagi.
Dokter
hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala mendengar pertanyaan Wiliam. “Masih
lama, sabar dulu…” ucap Dokter lalu menyerahkan resep obat yang harus di tebus
sekaligus print hasil USG barusan.
“Sabar
Tuan…” lirih Juwita berjalan keluar bersama dengan Wiliam.
“Pengen
pamer kalo kamu hamil, tapi harus sembunyi-sembunyi maaf ya baby…” ucap Wiliam
sambil mengelus perut Juwita saat duduk menunggu obatnya jadi.
Juwita
tersenyum merasa benar-benar lega dengan kondisinya sekarang. Mungkin memang ia
perlu menyembunyikan kehamilannya, tapi setidaknya ia tau jika pria yang
menghamilinya sangat mendukungnya. Di tambah rencana untuk pindah ke apartemen
yang semakin memungkinkannya untuk mempertahankan kandungannya dengan tenang.
|
“Gapapa di
twitter doang, lagian disana sepi,” jawab Wiliam yang benar-benar tak bisa
menahan rasa suka citanya.
Camila diam di kamarnya memikirkan tawaran dari Wiliam. Camila terus mengingat tentang kedekatan Wiliam dengan Juwita dan kemesraan yang selama ini sudah terang-terangan di tunjukkan. Seharusnya Camila mengambil kesempatan yang sudah di berikan Wiliam dan mengambil keuntungan besar karenanya. Namun entah karena obsesi atau karena sudah terlanjur cinta pada Wiliam. Camila memutuskan untuk tidak mengatakan apapun pada keluarganya.
“Bagaimana
hubunganmu? Perusahaan kita terus menurun, kalau tidak segera cepat bisa
gawat,” ucap Surya pada Camila.
Camila
tersenyum getir. “Beberapa waktu belakangan ini kurang baik, aku sedikit
khawatir jika Wiliam meninggalkanku dan berpaling,” dusta Camila yang ingin
mempertahankan hubungannya secara paksa dan sepihak.
Surya
geleng-geleng kepala mendengarnya. “Apa perlu di percepat saja pernikahannya?”
tawarnya yang sudah ketakutan jika sampai keluarga Philips tak bisa membantu
bisnisnya.
Camila
mengangguk pelan. “Aku tidak keberatan, tapi aku juga tidak mau membuat Wiliam
tidak nyaman,” jawab Camila yang terdengar ragu akan hubungannya yang membuat
Surya geram.
“Itu
urusanku, aku akan coba membujuk tuan Armando,” ucap Surya yang sudah mulai
kewalahan mengatasi masalah pada perusahaannya yang terus mengalir tiada henti
rasanya.
Camila
mengangguk lalu menyudahi makannya untuk pergi menenangkan diri di kamarnya.
Camila tak mau melepaskan Wiliam begitu saja. Ia tak mau kalah begitu saja dari
anak pelayan sekelas Juwita. Meskipun memang Juwita yang lebih dulu mengenal
Wiliam dan menjadi cinta pertamanya. Tapi Camila sampai detik ini masih
berstatus sebagai tunangannya dan sebagai calon istri yang di pilih keluarga
Philips sendiri.
Camila
mencoba menenangkan diri dan mencari cara agar ia berada dalam posisi lemah dan
tersakiti agar mampu mendapatkan Wiliam seutuhnya. Persetan dengan perasaan dan
hati Wiliam. Camila sekarang hanya ingin menunjukkan power dan
kekuasaannya pada Juwita yang sudah begitu lancang mencuri Wiliam darinya.
Camila masih menaruh dendam dan amarah mendalam pada Juwita.
“Wiliam
punyaku…” gumam Camila.
Wiliam menikmati momen kebersamaannya bersama Juwita. Makan bersama di restoran cepat saji, berjalan-jalan keliling mall layaknya pasangan pada umumnya. Wiliam juga senang bisa berbelanja banyak hal di supermarket bersama Juwita. Pengalaman baru yang belum pernah Wiliam coba sebelumnya.
“Kamu perlu
banyak minum susu, makan sehat juga, anakku harus sehat,” ucap Wiliam dengan
semangat memasukkan dua buah box susu lagi kedalam troli.
Juwita
mengangguk lalu merangkul lengan Wiliam yang kembali mendorong troli untuk
menuju bagian buah. Wiliam langsung mengambil beberapa buah anggur yang sudah
di kemas 1kg.
“Tuan,
jangan banyak-banyak. Dirumah masih banyak stok di rumah, nanti tidak ada yang
makan,” ucap Juwita mengingatkan Wiliam agar tidak over dalam berbelanja.
Wiliam
langsung cemberut. “Anakku perlu banyak gizi!” ucap Wiliam yang bersemangat
atas kehamilan Juwita.
Juwita ikut
cemberut lalu menundukkan pandangannya.
“Iya,
belanjanya sedikit,” ucap Wiliam mengalah karena tak mau membuat Juwita murung
dan tidak nyaman. “Tapi harus makan banyak ya kamu,” tawar Wiliam yang masih
mewanti-wanti Juwita dan langsung memeluknya.
Juwita
mengangguk lalu kembali berjalan berbelanja bersama Juwita sembari bercanda dan
mengobrol soal makanan atau barang-barang yang di jual disana. Wiliam lebih
ceria begitu pula dengan Juwita.
“Aku
bersyukur dia gak rewel,” ucap Juwita sembari mengelus perutnya dan berjalan
menuju bagian pakaian dalam untuk mencari korset.
Wiliam
menatap Juwita lalu memeluknya dari belakang dengan manja. “Kalo si Adek rewel
pengen manja gapapa, ga harus di tahan-tahan,” ucap Wiliam lembut lalu mengecup
kening Juwita.
Juwita
mengangguk lalu mengelus tangan Wiliam yang memeluknya dengan erat.
“Aku pengen
cepet-cepet nikahin kamu…” lirih Wiliam sambil mendekap erat Juwita.
Juwita
tersenyum mendengar janji manis Wiliam.
“Nanti
begitu aku resmi dah bukan tunangannya Camila, kita langsung nikah. Mungkin
keluargaku bakal marah, mungkin gak bakal bikin pesta besar dan meriah. Tapi
aku bakal…”
“Nikahnya
sederhana saja tidak apa-apa, yang penting sah. Jadi si adek punya akte, kita
sah jadi suami istri beneran. Aku gak minta pesta, aku udah seneng banget kita
bisa sama-sama,” potong Juwita.
Wiliam
menghela nafas mendengarnya lalu mengangguk. “Kenapa beli korset?” tanya Wiliam
yang heran pada beberapa buah korset yang di ambil Juwita.
“Kan kita
masih harus ke sekolah, aku masih harus kerja juga. Jaga-jaga aja biar perutnya
ga keliatan buncit,” jawab Juwita yang sukses membuat Wiliam sadar jika ia
masih belum bisa bebas 100%.
Wiliam
menundukkan pandangannya menatap perut Juwita yang masih rata. Ia merasa
bersalah dan sedih sekarang jika bayi kecilnya yang baru berusaha tumbuh dengan
baik harus di tutupi dengan korset ketat yang menekan perut Juwita. Wiliam
ingin anaknya tumbuh sehat dan cepat besar, tapi bila kondisinya begini ia tak
bisa banyak berbuat selain berusaha melindungi Juwita dan menjadi ayah siaga.