Bab 14 – Tempat Tidur UKS
Juwita
duduk bersandar di tempat tidur UKS sendirian sambil menyantap bekalnya. Wiliam
sudah beberapa kali mengiriminya pesan dan mengkhawatirkannya. Juwita tak
berharap banyak jika Wiliam akan datang menemuinya. Juwita juga takut jika
Camila akan memergokinya bersama Wiliam. Juwita tak benar-benar siap berhadapan
dengan Camila.
Juwita
masih saja teringat pada Kartika yang meluapkan kemarahannya pada supirnya tadi
pagi. Juwita tak bisa membayangkan jika ia ada diposisi itu. Entah apa
kesalahan yang sudah di perbuat, tapi yang jelas Juwita sudah cukup trauma
melihatnya. Ingatannya soal ayah sambungnya yang bekerja sebagai supir pribadi
Antonio tiba-tiba meninggal saat harus menjemput seseorang yang di perintahkan
Antonio.
“Juwita,”
panggil Rani yang datang bersama Adi membawakannya minuman berion.
“Makasih,
berapa ini?” tanya Juwita pada Rani.
Rani
menggeleng. “Gak usah, kita patungan kok,” ucap Rani yang begitu baik hati pada
Juwita.
Juwita
tersenyum lalu mengangguk menerimanya. Juwita langsung menggeser duduknya agar
Rani dan Adi bisa duduk di samping tempat tidurnya.
“Kamu
beneran cuma kepleset kan?” tanya Rani khawatir pada Juwita dan alasannya
sebelumnya.
Juwita
mengangguk sambil meminum minuman pemberian Rani.
“Kamu
keliatan gak kayak habis kepleset aja,” ucap Rani curiga.
Juwita
terdiam lalu tersenyum dan menggeleng pelan. “Aku gak bisa cerita,” ucap Juwita
yang langsung di mengerti Adi dan Rani.
Mereka
langsung saling tukar pandang lalu tersenyum canggung. Adi menghela nafas miris
dan iba pada Juwita, Rani juga menaruh rasa iba pada Juwita meskipun keduanya
belum tau apa masalah yang menimpanya.
“Jangan
terlalu dekat dengan para kalangan atas, mereka bisa bersikap semena-mena.
Keadilan tidak pernah berpihak pada kita,” ucap Rani mengingatkan Juwita.
Juwita diam
memperhatikan Rani dan Adi bergantian.
“Aku lebih
memilih di abaikan dan tidak terlihat di sekolah. Mereka pernah membullyku
dulu,” ucap Adi lalu menundukkan pandangannya.
“Lalu
bagaimana?” tanya Juwita kaget.
“Tuan
Wiliam… dia berkunjung ke tempat orang-orang yang membullyku saat itu. Lalu dia
berkata jika keluarganya sedang bekerja sama dengan keluarga Dirgaradja.
Setelah itu sampai sekarang mereka semua mengabaikanku,” jawab Adi mengingat
kebaikan Wiliam. “Tapi aku bersyukur, karena aku bisa hidup dengan tenang,”
lanjut Adi.
Rani
mengangguk. “Tuan Wiliam juga pernah tiba-tiba mengajakku bicara saat
teman-teman Camila akan mengerjaiku,” ucap Rani yang jadi teringat kebaikan
Wiliam.
“Dia memang
pantas menjadi pewaris kerajaan bisnis keluarga Philips,” puji Adi yang di
setujui Rani dan Juwita.
“Sayang dia
di jodohkan dengan Camila,” cibir Adi.
Rani dan
Juwita langsung menepuk bahu Adi bersamaan. “Jangan bergosip,” ucap Rani dan
Juwita kompak.
Adi
langsung membungkam mulutnya dan menamparnya pelan beberapa kali. Suara pintu
UKS yang tiba-tiba di buka terdengar. Adi dan Rani langsung kelabakan dan
buru-buru pergi meninggalkan Juwita karena takut ketahuan bergosip.
“Oh ya
ampun, ku kira siapa…” ucap Juwita kaget melihat Wiliam yang datang
menjenguknya.
Wiliam
tersenyum lalu langsung duduk di samping Juwita dan memberikan minuman berion
sama seperti yang dibawakan Adi dan Rani barusan. “Ah, harusnya ku bawakan yang
lain!” kesal Wiliam yang melihat Juwita sudah menggenggam minuman yang sama
seperti yang ia bawa.
Juwita
tersenyum lalu meletakkan minuman dan tempat bekalnya keatas nakas
disampingnya.
“Badanmu
tidak demam, syukurlah,” ucap Wiliam sambil menempelkan tangannya pada kening
Juwita.
“Aku sudah
baik-baik saja Tuan,” ucap Juwita lalu menggenggam tangan Wiliam.
“Apa yang
kalian bicarakan barusan?” tanya Wiliam penasaran.
“Biasa,
hanya obrolan biasa. Memberi saran agar aku tidak mudah sakit saja,” jawab
Juwita sekenanya.
“Aku
mendengar nama Camila disebut…”
“Apa dia
suka membully?” tanya Juwita menyela ucapan Wiliam.
Wiliam
menghela nafas lalu mengangguk. “Jangan terlalu dekat dengannya, dia berbahaya
persis seperti ibuku,” ucap Wiliam lalu mengecup kening Juwita.
Juwita
tersenyum lalu mengangguk. “Aku berusaha bersikap profesional,” jawab Juwita
lalu mengelus tangan Wiliam yang ada dalam genggamannya.
“Apa
semalam aku membuatmu sakit? Apa kakimu baik-baik saja?” tanya Wiliam khawatir
sambil menatap Juwita lalu menggeser duduknya agar bisa memijit kaki Juwita.
“Sedikit,
aku baik-baik saja Tuan. Jangan,” ucap Juwita yang tidak enak hati jika Wiliam
memijat kakinya.
“Tidak
apa-apa, aku ingin memijatmu,” paksa Wiliam sambil memegang kaki Juwita
menahannya di pangkuan Wiliam.
Juwita
menghela nafas lalu membiarkan Wiliam memijat kakinya.
“Kakimu
kecil,” ucap Wiliam sambil membandingkan telapak kaki Juwita dengan telapak
tangannya.
Juwita
tersenyum lalu mengangguk. “Kakiku sedikit nyeri, tapi tidak apa-apa. Aku hanya
belum terbiasa saja semalam,” ucap Juwita menjelaskan kondisinya pada Wiliam.
Wiliam
menghela nafas lalu mengangguk pelan. “Nanti kamu pulang naik sepeda, aku
khawatir,” ucap Wiliam terus terang.
Juwita
tersenyum lalu mengulurkan tangannya untuk menenangkan kekhawatiran Wiliam.
“Jangan khawatir, aku baik-baik saja Tuan.”
“Apa kita
pulang bareng saja?” tawar Wiliam lalu menggenggam tangan Juwita.
Juwita
langsung menggeleng. “Jangan nanti Nona Camila curiga, aku takut,” ucap Juwita
sambil menggeser tubuhnya agar Wiliam bisa tiduran di sampingnya.
“Aku tidak
menyukai Camila, aku tidak peduli kalau dia cemburu,” jawab Wiliam lalu tiduran
di samping Juwita sambil mendekapnya.
“Jangan
begitu, nanti kita terkena masalah,” ucap Juwita mengingatkan Wiliam sambil
mengelus pipinya dengan lembut.
Dering bel
sekolah menjadi penanda waktu istirahat yang sudah usai berdering begitu
nyaring ke seluruh penjuru sekolah. Wiliam berdecak kesal sementara Juwita
sudah langsung menjaga jarak darinya.
“Nanti aku
akan ke kelas,” ucap Juwita.
“Jangan,
istirahat saja. Kamu bisa meminjam catatanku nanti di kamar,”ucap Wiliam yang
merasa memiliki kesempatan untuk bertemu Juwita nanti malam.
Juwita
mengangguk sambil tersenyum lalu membiarkan Wiliam pergi ke kelas setelah
mengecup kening dan bibirnya dengan lembut.
“Aku
menyayangimu,” bisik Wiliam yang terus menerus menyatakan perasaannya pada
Juwita.
Wiliam
langsung melangkah keluar sampai ia tak sengaja bertemu dengan Camila yang
berdiri mematung di depan UKS.
“Wiliam…”
lirih Camila terkejut melihat Wiliam yang keluar dari UKS.
“Camila,
apa yang kamu lakukan disini?” tanya Wiliam berusaha menutupi kekagetannya.
“Aku yang
harusnya menanyakan itu,” jawab Camila tegas. “Dan untuk apa minuman itu?”
Camila balik bertanya.
“A-aku
melihat kondisi Juwita,” jawab Wiliam gugup. “D-dia sedang istirahat, biarkan
saja!” ucap Wiliam seolah menghalangi Camila untuk bertemu dengan Juwita.
Camila memicingkan
matanya heran dan curiga pada tingkah Wiliam yang tiba-tiba begitu melindungi
Juwita hingga menghalanginya bertemu Juwita.
“Ah, Nona
Camila…” sapa Juwita yang berjalan keluar sambil membawa wadah bekalnya dan
minuman berion pemberian Rani dan Adi.
Camila
memandang Juwita penuh curiga. “Darimana kamu dapat itu?” tanya Camila sambil
menunjuk minuman yang di bawa Juwita.
“Rani dan
Adi tadi membawakannya untukku,” jawab Juwita lalu tersenyum seperti biasanya.
Camila
menyunggingkan senyuman di sudut bibirnya dan kembali memandang rendah Juwita.
Camila langsung pergi ke kelas mendahului Wiliam dan Juwita.