0
Home  ›  Chapter  ›  Gundik Rahasia Tuan Muda

Bab 16 – Caffee

Bab 16 – Caffee-1

Wiliam menghampiri Juwita yang baru akan berlari mengejar Camila. Wiliam tak mau Juwita semakin di rendahkan oleh Camila yang selalu semena-mena dan egois. Wiliam tak suka dengan permintaan Camila untuk memecat Juwita hanya berdasarkan alasan yang begitu sederhana dan sepele.

“Biarkan saja…” ucap Wiliam lalu mengambil alih nampan di tangan Juwita.

“Tuan, jangan begitu nanti Nona Camila marah,” bujuk Juwita lembut lalu berjalan mengikuti Wiliam.

“Biarkan saja, aku tidak peduli,” Wiliam keras kepala.

Juwita menghela nafas lalu menatap Wiliam yang duduk sambil memandangi lapangan yang di siapkan untuk bermain tenis kali ini.

“Bagaimana jika…”

“Aku akan melindungimu sekuat tenaga, aku akan melakukan segala macam cara agar kita bisa terus bersama,” ucap Wiliam lalu menarik Juwita agar duduk di pangkuannya.

Juwita pasrah duduk di pangkuan Wiliam dan membiarkannya untuk memeluk pinggang juga menciumi bahunya.

“Sudah makan siang?” tanya Wiliam yang di angguki Juwita. “Kapan? Tadi kamu begitu sampai langsung menyambut Camila.”

“Di sekolah tadi,” jawab Juwita lembut lalu menggenggam tangan Wiliam yang melingkar di pinggangnya.

“Makan lagi, istirahat. Tidak usah banyak bekerja hari ini,” ucap Wiliam lalu mengecup pipi Juwita. “Aku sangat khawatir pada kondisimu,” lanjut Wiliam.

Juwita tersenyum lalu menatap Wiliam lembut. “Aku sudah baik-baik saja Tuan, kakiku juga sudah baik-baik saja. Tidak usah khawatir, aku akan kembali ke dapur untuk makan. Setelah itu istirahat agar Tuan tidak khawatir, oke?” tawar Juwita.

“Aku ingin melihatmu makan, makan bersamamu seperti dulu,” ucap Wiliam sambil mengeratkan pelukannya di pinggang Juwita.

Juwita terdiam memikirkan cara untuk mewujudkan permintaan Wiliam. “Nanti kalau Tuan dan Nyonya Besar tidak di rumah. Kita bisa makan bersama,” ucap Juwita lembut menenangkan hati Wiliam.

Wiliam mengangguk paham lalu melepaskan Juwita agar ia bisa pergi kembali ke dapur. “Aku mencintaimu,” ucap Wiliam sambil mengecup bibir dan kening Juwita sebelum gadis itu melangkah pergi.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Juwita tersenyum lalu mengangguk. Ia juga mencintai Wiliam dan perasaannya itu terasa kian hari kian membesar dan tumbuh begitu subur karena pupuk cinta yang terus Wiliam berikan padanya.

***

Kartika membawa Lila ke salah satu Caffee baru di tengah kota. Kartika tak mungkin bicara soal perasaannya dan hubungan terlarangnya dengan seorang seniman yang di kontrak galerinya ini. Perasaannya begitu kalang kabut setelah sekian lama akhirnya ia bisa kembali di pertemukan dengan wanita yang membuatnya benar-benar bisa merasakan cinta ini.

“Aku mencarimu terus mencarimu Lila…”

“Setelah kamu mengabaikanku untuk mengejar suamimu lagi? Dan yang tadi?” cecar Lila tak percaya dengan penjelasan Kartika.

Kartika mengusap wajahnya dengan gusar. “Tadi calon menantuku, kita sudah membahasnya dari dulu. Masalah suamiku pun begitu. Kenapa kita harus terus melihat kebelakang?” ucap Kartika berusaha membela dirinya sambil menggenggam tangan Lila dan menariknya dalam pelukannya.

“Begitu sulit aku mencarimu, menahan perasaanku sendirian, terus di singkirkan oleh keluargamu…”

Kartika menggeleng pelan. “Aku janji kita akan terus bersama, aku akan berusaha agar kita bisa bersama,” tahan Kartika.

Lila menggeleng tak percaya. “Kamu pengecut Kartika, kamu terus menjadikanku sebagai bayanganmu. Padahal aku yang paling mencintaimu, aku yang paling mengerti perasaanmu. Aku selalu di sembunyikan seolah aku ini adalah aib bagimu!” kesal Lila yang akhirnya menangis dalam pelukan Kartika.

“Sabar, setelah Wiliam menikah. Kita akan bebas untuk bersama…”

“Kartika?” panggil Antonio yang baru datang bersama Tamara ke dalam caffee.

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11

“Antonio?!” kaget Kartika dan Lila bersamaan.

Antonio menatap Lila lalu menatap Kartika bergantian dengan penuh keterkejutan dan rasa heran juga bingung. “J-jadi… selama ini…”

“Aku bisa menjelaskan semuanya…” ucap Lila yang tetap berusaha melindungi Kartika.

“I-ini tidak seperti yang kamu lihat…” ucap Kartika kelabakan sambil menyisir rambutnya kebelakang dengan jemarinya.

“Aku bisa percaya dan membiarkanku jika ingin bersenang-senang dengan banyak pria muda di bar. T-tapi…tapi ini?” ucap Antonio yang benar-benar terkejut dengan laporan dari supir pribadinya yang diminta mengawai Kartika tadi pagi.

“Aku yang harusnya tak percaya disini. Kamu menghabiskan malamu dengan gundik murahan ini!” Kartika berusaha mengalihkan kesalahannya pada Tamara dan Antonio.

Antonio menggeleng. “Kita sudah sepakat sebelumnya. Kamu mendapatkan Wiliam dan aku bisa hidup bersama Tamara. Jangan mencoba membalikkan keadaan!” ucap Antonio tegas.

Kartika tak dapat berkata apa-apa lagi. Ia benar-benar terpojok sekarang. Ia tak bisa melawan Antonio, namun ia juga tak bisa melepaskan Lila jika Antonio ingin memisahkannya. Kartika benar-benar berada dalam posisi yang sulit sekarang, ia jelas tak bisa menggunakan statusnya sebagai istri sah yang tersakiti setelah kepergok seperti ini.

“Setelah sikap suci yang kamu pamerkan selama ini…” Antonio mendengus pelan lalu tertawa miris melihat Kartika.

“A-aku tidak akan seperti ini jika bukan karena kamu!” bentak Kartika.

“Kita sudah selesai membahas Tamara! Berhentilah menyalahkan Tamara! Dia korban atas keegoisanmu!” Antonio balas membentak Kartika.

Tamara menggenggam tangan Antonio berusaha menenangkannya. “Sayang…” lirih Tamara membujuk Antonio agar tidak meneruskan pertengkarannya.

Lila ikut menggenggam tangan Kartika menahannya agar tidak terus melanjutkan pertengkaran keluarganya disini dan menjadi tontonan.

“Kita bicarakan ini di rumah!” ucap Antonio lalu pergi bersama Tamara dengan kesal setelah melihat sekeliling caffee dimana beberapa pegawai dan pengunjung melihat ke arahnya.

***

Juwita memilah-milah pakaian pemberian Camila yang ada di kamarnya. Semua terlihat mahal, namun tak satupun yang sesuai dan bisa ia gunakan dengan nyaman. Terlalu sexy dan terbuka. Juwita tak bisa menggunakan pakaian seperti ini di tempat ia bekerja atau di kampungnya. Juwita tak mau di cap sebagai gadis nakal.

“Ini bagus,” ucap beberapa pelayan yang ikut masuk ke kamar Juwita dan ikut memilah pakaian pemberian Camila.

Juwita mengangguk lalu tersenyum. “Kalo mau ambil aja Mbak, gapapa,” ucap Juwita yang begitu ringan untuk berbagi.

Kling! Sebuah pesan masuk ke ponsel Juwita. Wiliam pamit pergi tiba-tiba, pergi seorang diri tanpa di temani supir. Perasaan Juwita jadi tidak enak, tapi ia hanya diam dan tak berani melapor pada Ibunya karena semua pelayan dedang berkumpul di kamarnya dan sedang asik ikut memilih-milih pakaian dari Camila yang bisa mereka ambil.

39
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share