0
Home  ›  Chapter  ›  Gundik Rahasia Tuan Muda

Bab 26 – Hamil

"#dasp98 #dasp.98 #GundikRahasiaTuanMuda #NovelIndo #Wattpad"

Bab 26 – Hamil-1

Susi memberikan test pack pada Juwita begitu ia masuk kedalam kamar. Juwita menatapnya bingung dan heran namun Ibunya mengangguk meyakinkannya.

“Udah lama Ibu gak liat kamu haid, pembalutmu juga lama gak berkurang. Ibu cuma khawatir aja…” ucap Susi sedikit memaksa.

Juwita menghela nafas lalu mengangguk patuh dan pergi ke kamar mandi untuk menggunakan test packnya. Juwita memang sedikit ragu jika dirinya baik-baik saja, mengingat sudah hampir lebih dari sebulan ia terus bercinta dengan cukup rutin dengan Wiliam. Mereka juga bercinta tanpa menggunakan pengaman apapun dan hampir selalu di keluarkan di dalam.

Juwita dengan ragu menunggu hasil testpacknya berubah sambil membaca berulang kali aturan pemakaian dan cara penggunaannya. Sebuah garis merah muncul terlebih dahulu, warnanya masih samar namun lama-lama terlihat kuat. Juwita sudah langsung panik dan takut melihatnya, tangannya juga sudah refleks memegang perutnya yang rata.

“Ibu!!!” panggil Juwita panik begitu muncul satu garis merah lagi.

Susi mendongakkan kepalanya begitu melihat hasil positif pada test pack yang baru saja di gunakan Juwita. Susi tak bisa berkata apa-apa lagi. Meskipun menggunakan test pack paling akurat saat pagi hari, tapi Susi tetap tak bisa memungkiri kecurigaannya selama ini.

“Ibu, bagaimana ini?” Juwita benar-benar takut dan panik melihat hasil testpacknya.

Susi mengatur nafasnya agar tenang sebelum berbicara. “Tenang, sekolahmu masih dua bulan lagi. Kemungkinan perutmu tidak akan cepat membesar. Besok kita ke dokter untuk periksa dan memastikan semuanya,” ucap Susi mencoba mencari jalan keluar terbaik mengingat Kartika masih belum berusaha menyingkirkannya dan Juwita dan posisinya yang akan jadi serba salah jika tiba-tiba meminta untuk berhenti bekerja.

Juwita berulang-ulang mencoba tenang sambil menyeka airmatanya. Jujur ia tak keberatan untuk mengandung anak dari Wiliam, namun jika ia ingat kembali kejadian di sekolah di tambah dengan posisinya juga kondisinya yang begitu rawan untuk di singkirkan. Ia jadi begitu takut atas kehamilannya saat ini.

Bab 26 – Hamil-2

Suasana masih begitu tegang dan dingin didalam ruang keluarga. Wiliam masih tak habis pikir dengan apa yang di lakukan orang tuanya selama ini. Wiliam juga tak menyangka jika ia akan di hadapkan pada kenyataan jika pengasuh yang baru-baru ini ia cari ternyata adalah ibu kandungnya sendiri.

Wiliam yang semula ingin menemui ibu kandungnya dan lepas dari kekangan Kartika tiba-tiba mengurungkan niatnya saat melihat pesan yang di kirim Juwita. Wiliam benar-benar berada dalam posisi yang begitu sulit sekarang. Ia sudah menghamili Juwita dan sekarang ia juga mendapati kenyataan jika wanita yang selama ini ia panggil ibu bukanlah ibu kandungnya.

Kartika dan Antonio masih bersiteru soal hubungannya juga hak asuh atas Wiliam. Wiliam sendiri hanya diam sambil menatap foto test pack yang Juwita kirimkan padanya. Wiliam merasa begitu sulit memutuskan pemecahan masalah terbaiknya saat ini. Ia kecewa karena orang tuanya yang tak jujur padanya, ia juga marah karena selama ini Antonio ikut andil dalam menyembunyikan ibu kandungnya.

“Bisa aku menenangkan diri dulu? Ini sangat mendadak…” ucap Wiliam yang sudah kehabisan kata-kata dan tak bisa mendengar janji-janji manis Kartika yang terus membujuknya.

“Apa kamu pengen ketemu ibumu? Ibumu yang sesungguhnya?” tanya Antonio memastikan perasaan Wiliam.

Wiliam menatap Antonio lalu menatap Kartika, ia bingung harus memutuskan apa.

“Jangan memaksanya, biarkan Wiliam menenangkan dirinya,” ucap Kartika seolah menjado orang yang paling mengerti Wiliam saat ini.

Wiliam menghela nafasnya lalu pergi ke kamarnya. Tak berselang lama Antonio pergi kembali ke tempat tinggal Tamara. Sementara Kartika tetap di rumah, Kartika masih berharap bisa mempertahankan Wiliam dan rumah tangganya. Mungkin sebelumnya ia juga sempat berkeras soal hubungannya dengan kekasihnya dan mementingkan kebebasan ekspresi atas orientasi seksualnya. Kartika juga sempat ingin menyingkirkan Susi dan Juwita.

Baca juga 29. Vol. 3 : Chapter 12

Namun ketika ia kembali melihat posisinya sekarang. Perusahaan yang ia pimpin tak lebih besar dari apa yang di miliki keluarga Philips dan status sosialnya yang akan langsung berubah drastis jika ia melepaskan Antonio membuatnya tersadar. Galeri seni dan butik yang ia miliki tak cukup kuat, belum lagi orientasinya yang tak dapat di terima masyarakat. Jika ia melepaskan Antonio dan Wiliam habis lah ia sekarang.

“Wiliam…” panggil Kartika yang langsung mendekati Wiliam ke kamarnya.

Wiliam sudah mengganti pakaiannya dan hendak pergi dari sana.

“Kalau kamu mau menghabiskan waktu dengan Juwita tidak apa-apa. Maaf Ibu tidak cukup terbuka menerima pilihan pertemananmu,” ucap Kartika yang berusaha membuat Wiliam nyaman dengannya.

Wiliam mengangguk pelan. Memang ia akan menemui Juwita, sebelumnya ia juga khawatir jika Juwita dan Susi akan di buang jauh-jauh. Tapi mendengar ucapan Kartika yang melunak padanya Wiliam langsung mengambil kesempatan.

“Maaf membentakmu Bu,” ucap Wiliam lalu memeluk Kartika dengan cukup erat. “Aku sedang bingung, biarkan aku berpikir dulu,” lanjut Wiliam.

Kartika membalas pelukan Wiliam dengan begitu erat. Sudah lama sekali ia tak memeluk putranya itu. Sudah lama pula Wiliam tak berkata dengan begitu lembut dan bersikap hangat padanya. Kartika merasa seperti di bawa kemasa lalunya saat pertama mengurus Wiliam dengan sepenuh hatinya. Saat pertamanya memutuskan untuk benar-benar menjadi ibu dan istri yang baik meskipun ia harus membesarkan putra dari gundik simpanan suaminya sendiri.

“Kamu tetap anak Ibu apapun yang terjadi,” bisik Kartika yang tak dapat membendung kesedihannya.

Rasa sedih yang perlahan menyusup kehatinya. Bukan lagi ketakutan akan status sosial dan kehilangan hartanya. Tapi rasa takut jika kehilangan Wiliam yang sudah ia besarkan selama ini. Kartika merasa lebih ketakutan jika tak memiliki tempat kembali, tak memiliki anak yang akan menemaninya saat tua, tak ada anak yang ia atur dan arahkan masadepannya.

Wiliam melepaskan pelukannya dari Kartika lalu turun untuk mencari Juwita. Kartika tau Wiliam begitu dekat dengan Juwita, dari kecil rasanya hanya Juwita yang bisa memahaminya. Kartika sendiri yang ketakutan jika Wiliam akan lebih suka menghabiskan waktu dengan Juwita dan Susi daripada dirinya yang sudah susah payah menyingkirkan Tamara waktu itu.

“Tidak apa-apa Wiliam hanya sedang bersenang-senang dengan teman masa kecilnya,” gumam Kartika menguatkan dirinya ketika melihat Wiliam dan Juwita berjalan menuju taman belakang besama-sama.

Kartika lebih memilih membiarkan Wiliam menikmati waktunya dengan Juwita. Toh mengikat Wiliam dengan adanya Juwita dan Susi di rumah jauh lebih mudah daripada harus merebutnya dari Tamara lagi.

Bab 26 – Hamil-3

Baca juga 28. Vol.3 : Chapter 11


“T-Tuan, tidak apa-apa. Aku tidak meminta pertanggung jawabanmu. Aku bisa pulang kampung dan membesarkan anakku sendirian, aku tidak akan menyangkut pautkannya denganmu…” ucap Juwita begitu ia duduk berhadapan dengan Wiliam di taman belakang sambil melihat beberapa ekor rusa yang masih berkeliaran di taman belakang.

“Kamu ini bicara apa?” tanya Wiliam yang tak paham maksud dari ucapan Juwita dan tak memiliki sedikitpun maksud buruk. Apa lagi hingga sejauh itu.

“Besok aku akan pergi ke dokter bersama Ibuku, Ibuku belum memutuskan apapun. Aku juga bingung harus bagaimana. Mungkin aku akan menggugurkannya…”

“Juwita! Kamu ini ngomong apa sih?! Kenapa harus kayak gitu? Aku mau bertanggung jawab. Aku yang membuatmu hamil. Aku ayah dari bayi di perutmu! Kenapa harus di gugurkan? Kenapa kamu mau pergi lagi dari aku?” bentak Wiliam begitu marah mendengar ocehan Juwita soal kehamilannya yang terdengar begitu putus asa.

Juwita menundukkan pandangannya. Ia tak bisa berpura-pura baik-baik saja atau tegar seperti biasanya lagi di depan Wiliam untuk saat ini.

“Juwita, apa kita perlu ke dokter sekarang hmm?” tanya Wiliam dengan suara yang lebih lembut lalu mendekap Juwita.

Mendengar Wiliam yang mau bertanggung jawab dan bersikap lembut padanya Juwita langsung menangis dalam pelukan Wiliam. Ia sudah begitu ketakutan sendiri, sementara Wiliam ternyata benar-benar mencintainya dan siap atas segala kemungkinan terburuk yang ada.

It’s okey Honey…kita lalui sama-sama. Aku gak cuma bikin kamu hamil, aku emang pengen kamu hamil biar kita bisa sama-sama terus,” hibur Wiliam menguatkan hati Juwita yang menangis dalam pelukannya.

Juwita mengangguk lalu menyeka airmatanya sendiri sebelum kembali tersenyum lembut menatap Wiliam. Wiliam mengecup keningnya lalu mengecup bibir Juwita dengan lembut.

“A-aku akan pergi periksa sendiri bersama ibuku Tuan,” ucap Juwita menolak tawaran Wiliam untuk pergi ke dokter bersamanya sekarang. “Aku takut Nyonya curiga…” lanjut Juwita yang masih mengkhawatirkan soal Kartika.

Wiliam menggeleng lalu tersenyum. “Tidak masalah, ayo periksa sekarang. Aku khawatir padamu, pada si kecil juga,” ucap Wiliam lalu bangun.

“Tuan…” Juwita masih merasa takut dan khawatir dengan sikap Wiliam yang semakin nekat seperti sekarang. “Apa benar semuanya akan baik-baik saja?” tanya Juwita lagi.

Wiliam langsung mengangguk. “Tentu saja, lagi pula aku juga bukan anak kandung Ibuku sekarang,” ucap Wiliam lalu tersenyum sumringah sambil menggandeng tangan Juwita.

Juwita tertegun mendengar ucapan Wiliam dan senyum tanpa beban yang menghiasi paras tampannya. Juwita yang semula merasa jika hanya ia yang sedang dalam kondisi buruk dan sulit sekarang melihat Wiliam juga dalam posisi yang jauh lebih sulit darinya.

“B-ba-bagaimana bisa?” tanya Juwita begitu kaget setelah mendengar fakta baru yang ucapan Wiliam.

“Em… sedikit rumit, tapi tidak masalah. Aku bisa mengatasinya,” jawab Wiliam yang masih belum siap menceritakan apa yang baru ia dengar pada Juwita.

Juwita menghela nafas sambil menatap Wiliam penuh rasa prihatin. Wiliam masih sama seperti dulu. Juwita ingat saat Wiliam bilang padanya jika Tamara, pengasuhnya akan pergi. Wiliam juga menyampaikannya dengan senyum dan berpura-pura tegar. Lalu sepanjang malam ia akan menangis mencari Tamara, begitu pula saat Juwita berpamitan pulang dulu. Wiliam juga sok kuat dan menjadi pemurung.

Juwita tau Wiliam tak sekuat itu. Juwita paham betul bagaimana Wiliam, pria rapuh yang berusaha menutupi perasaannya dan berpura-pura kuat. Juwita tak paham betul apa yang membuat Wiliam begitu suka berpura-pura kuat, tapi yang jelas ia tau di saat seperti ini Wiliam sangat membutuhkannya.

“Kamu mau makan di luar? Kamu ngidam sesuatu?” tawar Wiliam tiba-tiba.

Juwita mengangguk lalu tersenyum. “Ayo jalan-jalan di mall,” ajak Juwita.

Bab 26 – Hamil-4




39
Posting Komentar
Search
Menu
Theme
Share