Bab 17 – Limited Edition
Wiliam
pergi membeli kalung untuk Juwita dan beberapa pakaian untuknya juga. Wiliam
memang awalnya berencana untuk mengajak Juwita berbelanja. Tapi setelah ia
pikir kembali, Wiliam lebih ingin untuk memberi kejutan pada Juwita.
Wiliam
memilih beberapa pakaian yang dirasa cocok dan ingin ia lihat saat Juwita yang
mengenakannya. Lalu juga membeli sebuah kalung berlian yang hampir bernilai 100
juta untuk Juwita. Wiliam juga membelikan cincin untuk menggantikan cincin
tunangannya yang memuakkan.
“Juwita
pasti suka,” gumam Wiliam pelan sambil melepas cincinnya dan memakai cincin
baru pilihannya.
Wiliam
langsung pulang sebelum makan malam agar tidak bertemu dengan ibunya dan bisa
memberikan apa yang sudah ia beli untuk Juwita. Tapi saat Wiliam sampai di
rumah ia tak mendapati kedua orang tuanya di rumah. Begitu sampai rumah juga
terasa sepi dan Susi juga hanya menyiapkan makan malam untuknya.
“Kemana
orang tuaku?” tanya Wiliam heran.
“Nyonya dan
Tuan ada urusan diluar Tuan, jadi malam ini tidak bisa pulang,” jawab Susi
sambil menundukkan pandangannya.
Wiliam
mengangguk. “Panggilkan Juwita, aku mau makan malam di taman belakang
bersamanya,” ucap Wiliam lalu membawa belanjaannya menuju taman belakang.
Susi
langsung mengangguk lalu memberi perintah pada Juwita untuk menemani Wiliam
makan malam di taman belakang. Juwita langsung pergi ke taman belakang di bantu
Susi membawakan makan malam untuk Wiliam. Juwita terlihat jauh lebih fresh
dan ceria daripada tadi saat di sekolah.
“Aku
membelikanmu ini, pakai barang pemberianku saja,” ucap Wiliam lalu menyodorkan
semua tas belanjaannya pada Juwita.
“Ya ampun,
banyak sekali Tuan,” ucap Juwita terkejut menerima barang pemberian Wiliam.
Juwita dan
Susi langsung saling tukar pandang begitu terkejut dan tidak enak hati menerima
begitu banyak barang mewah yang Wiliam berikan untuknya.
“Tuan,
jangan. Nanti timbul kecemburuan…” larang Susi mengingatkan Wiliam.
“Tidak
apa-apa, aku suka Juwita. Aku ingin memberikan segalanya untuk pacarku,” ucap
Wiliam keras kepala.
Susi
menghela nafas lalu mengangguk. “Yasudah, tapi Tuan harus berhati-hati ya,”
ucap Susi sebelum meninggalkan Wiliam dan Juwita sendiri.
Wiliam
mengangguk lalu menepuk sofa di sampingnya. Juwita duduk di samping Wiliam lalu
menghela nafas. “Aku takut menerima pemberianmu dan akan di usir dari sini,”
ucap Juwita sambil memotongkan steak di piring Wiliam.
“Tidak, aku
tidak akan membiarkan siapapun mengusirmu,” ucap Wiliam lalu mencuri ciuman
dari pipi Juwita. “Oh iya aku beli ini!” Wiliam menunjukkan sebuah kalung
limited edition keluaran terbaru untuk Juwita. “Aku suka mutiara, saat melihat
ini aku teringat padamu,” lanjut Wiliam lalu membuka kotak perhiasannya dan
langsung bangun untuk memasangkannya di leher Juwita.
Juwita
tersenyum sumringah dengan rona di pipinya yang begitu berseri. “Cantik…” lirih
Juwita memuji kalungnya sambil memegang sebutir mutiara yang menjadi bandul di
kalungnya.
Wiliam
tersenyum melihat Juwita yang begitu menyukai kalung pemberiannya lalu mengecup
bibir Juwita sambil melumatnya sekilas. “Aku juga membelikanmu ini,” ucap
Wiliam lalu membuka sebuah kotak cincin untuk Juwita. “Aku lebih ingin
bertunangan dan menikah denganmu daripada dengan Camila,” ucap Wiliam lalu
kembali duduk dan memakaikan cincin di jari manis Juwita.
“Tuan…”
lirih Juwita begitu senang dan terharu. Wiliam menggenggam tangannya lalu
mengecupnya dengan lembut.
“Aku juga
punya cincin yang sama denganmu,” ucap Wiliam bangga.
“Loh! Lalu
bagaimana dengan cincin lamamu?” tanya Juwita kaget.
“Aku
melepasnya,” jawab Wiliam santai lalu menggenggam tangan Juwita dan kembali
menciuminya.
Malam ini
terasa begitu indah dan menyenangkan bagi Wiliam dan Juwita. Malam ini juga
Wiliam dan Juwita bisa makan malam bersama, Wiliam juga bisa bermanja-manja
dengan Juwita. Entah mulai minta di suapi sampai tiduran dengan berbantalkan
paha mulus Juwita.
“Harusnya
tadi aku tidak memakai seragam pelayan jika tau Tuan dan Nyonya ada urusan,”
ucap Juwita sambil sesekali menyuapkan buah kemulut Wiliam.
Wiliam
mengangguk lalu memeluk pinggang Juwita. “Tidak masalah, kamu juga terlihat
cantik dengan seragam pelayanmu. Meskipun aku tetap lebih suka saat kamu
telanjang,” jawab Wiliam nakal.
“Ish!
Tuan!” pekik Juwita yang begitu malu sudah telanjang dan bercinta dengan
Wiliam.
“Kenapa?
Jangan malu…” Wiliam bangun untuk melumat bibir Juwita. “Aku hanya ingin di
puaskan dengan tubuhmu, aku terus berpikir untuk menghamilimu dan menikahimu,
lalu kita menjadi keluarga yang bahagia. Hanya kita dan anak kita nanti,” ucap
Wiliam penuh rasa bangga menceritakan soal mimpinya lalu mendekap Juwita.
***
“Aku ingin
Wiliam di kembalikan padaku, lalu aku akan pergi meninggalkan kalian dan
hubungan ini,” ucap Tamara yang sudah lama menahan rindunya untuk bertemu
Wiliam.
“Dasar
wanita serakah tidak tau diri! Sudah merebut suamiku, sekarang juga akan
merebut Wiliam dariku?! Dia putraku sampai kapanpun dia tetap putraku!” maki
Kartika begitu emosi.
Tamara
memalingkan wajahnya dengan airmata yang sudah berlinangan. Antonio mendekapnya
berusaha menenangkan istri simpanannya itu.
“Aku sudah
tidak tahan denganmu,” ucap Antonio yang sudah begitu lelah dengan rumah
tangganya bersama Kartika.
Kartika
menggeleng dengan wajah linglung, emosinya pun terlihat tak setabil. “Tidak!
Kamu tidak bisa menceraikanku! Sebentar lagi Wiliam akan menikah dengan Camila,
perusahaanmu bisa hancur jika Wiliam tidak menikah dengan Camila!”
Antonio
menggelengkan kepalanya. Perusahannya tidak dalam kondisi sulit, pernikahan
dengan keluarga Tanoe juga sebenarnya hanya sebatas agar perusahaan Phillips
bisa lebih berkembang lagi.
“Kamu yang
sudah membuatku jadi seperti ini! Kalau kamu tidak selingkuh, kalau dari awal
kamu memutuskan hubunganmu dengan wanita murahan ini, aku tidak akan seperti
ini!” bentak Camila yang makin meledak-ledak dan mulai menyalahkan semua orang.
Antonio
bangun lalu memeluk Kartika. “Aku minta maaf, tapi aku sudah tak bisa terus
bertahan dan terus menyakitimu. Kita sudahi saja semuanya, kamu bisa bebas
menjadi dirimu sendiri. Begitu pula dengan aku,” ucap Antonio lembut membujuk
Kartika yang akhirnya menangis tersedu-sedu.
“Aku tidak
mau bercerai!” ucap Kartika yang sudah terlanjur menyayangi Wiliam meskipun ia
bukan anak kandungnya. “Aku memang tidak melahirkan Wiliam, tapi aku
membesarkannya dengan sepenuh hatiku,” lanjut Kartika yang begitu kacau.
Tamara
menggeleng pelan. Ia selalu berusaha ada untuk Wiliam kecil dan dengan ikhlas
menjadi pengasuhnya. Tamara juka ikhlas ketika Wiliam memanggilnya Bibi dan
bukan Ibu. Tamara merasa lebih berhak atas Wiliam daripada Kartika.
“Aku bisa
memberimu uang lebih banyak…”
“Aku
menginginkan putraku! Darah dagingku! Aku tidak butuh uangmu!” jerit Tamara
begitu kesal dan sedih terus di jauhkan dari putranya.
Tak
berselang lama setelah Tamara melepaskan semua emosinya ia langsung jatuh tak
sadarkan diri.