Bab 13 – Baju Bekas
Juwita
tampak begitu lelah dan sedih ketika berpapasan dengan ibunya yang sedang
mengatur jalannya pekerjaan para pelayan di rumah. Susi hanya diam seolah tak
terjadi apa-apa lalu membiarkan Juwita masuk dan bersiap-siap berangkat
sekolah. Susi juga tetap menyiapkan bekal untuk Juwita dan langsung bergegas
pergi ke kamar tamu yang semalam Juwita gunakan untuk melepaskan keperawanannya
bersama Wiliam.
“Jangan di
ulangi lagi,” ucap Susi begitu Juwita menemuinya untuk pamit berangkat ke
sekolah.
Juwita yang
semula hendak merahasiakan semuanya langsung menangis penuh sesal pada ibunya
dan langsung bersimpuh meminta maaf padanya. Juwita tau Ibunya tak akan
membocorkan ini kepada siapapun, tapi ia tetap merasa begitu bersalah, merasa
kotor dan sudah mengkhianatinya.
“Kamu akan
di buang dan di singkirkan kalau sampai Nyonya tau semuanya,” lirih Susi sambil
memeluk Juwita.
Juwita
menggeleng. “Maaf Bu…” lirih Juwita ditengah tangisnya.
“Kamu harus
rahasiakan semuanya, jangan sampai ketahuan. Tiga bulan lagi kelulusan, jangan
sampai Nyonya tau semuanya!” ucap Susi yang sudah memikirkan banyak jalan
keluar sejak semalam.
Juwita
langsung mengangguk. “Aku bakal menjauhi Tuan Muda,” ucap Juwita dengan wajah
tertunduk penuh sesal.
“Tidak
perlu, tidak apa-apa kamu terus bersama Tuan Muda. Tapi jangan sampai Nyonya
tau,” ucap Susi menguatkan Juwita.
Juwita
langsung menatap ibunya dengan pandangan heran dan kaget. Juwita benar-benar
heran setelah semalam ibunya tau jika ia sudah diperawani Wiliam. Bisa-bisanya
ia tak diminta menjauhi Wiliam.
“Kalau kamu
tidak yakin bisa mendapatkan Wiliam, maka jauhilah. Jika masih yakin, maka
jangan di lepas,” ucap Susi lalu menggenggam tangan Juwita dengan erat.
Juwita
mengangguk pelan. Ia sedikit bingung dengan ucapan ibunya yang membiarkannya
bermain api bersama Tuan Muda. Juwita berjalan keluar sembari menuntun
sepedanya dan berusaha terlihat normal keluar dari garasi.
Tepat
disaat yang bersamaan di kejauhan Juwita melihat Kartika yang begitu emosi
meluapkan kemarahannya pada supirnya. Kartika tidak hanya berbicara kasar dan
berteriak namun juga memukuli supirnya dengan tas hingga pot tanaman bonsai di
dekatnya hingga si supir tersungkur di lantai dengan kepala yang berdarah.
Juwita langsung
gemetar ketakutan menyaksikan kearoganan Kartika yang begitu semena-mena pada
pekerja dirumahnya. Ingatannya soal Ibunya yang pernah menjadi sasaran
kemarahan Kartika kembali terbersit di ingatannya. Betapa marahnya Kartika yang
begitu kesal karena Wiliam bermain hujan-hujanan bersama Juwita.
Ingatan
soal kearoganan Kartika itu juga membuatnya teringat pada ayah sambungnya yang
tiba-tiba mengalami kecelakaan setelah mengantar ia dan ibunya juga anak
sambungnya yang masih berusia 1 tahun kala itu pergi ke terminal. Budi yang
berjanji akan menyusul pulang setelah menjemput seseorang itu tiba-tiba mati
dalam kecelakaan yang terbilang cukup janggal.
“Juwita,”
panggil salah satu tukang kebun yang langsung menariknya untuk bersembunyi
begitu melihat Juwita yang mematung ketakutan. “Jangan dilihat, pura-pura saja
tidak tau apa-apa!” bisiknya mengingatkan Juwita agar ia tak terkena masalah.
Juwita
langsung mengangguk dengan cepat. Sementara tukang kebun itu mendekat ke arah
supir yang tersungkur di lantai itu untuk membantunya. Tak selang lama Susi
juga keluar dan mengibaskan tangannya memberi kode agar Juwita cepat berangkat.
***
Wiliam
terus mencuri pandangan untuk melihat Juwita yang duduk sendirian di bangku
paling belakang. Juwita tampak lesu dan tak seceria biasanya. Biasanya Wiliam
benci dan akan cemburu ketika Adi mengajak Juwita berbicara, namun kali ini
tidak. Adi dan Rani terus menanyakan kondisi Juwita secara berkala, Juwita
masih menanggapinya seperti biasa dengan senyum sumringahnya namun tak selang
lama Juwita kembali murung.
“Juwita,
nanti aku ke rumah Wiliam. Aku akan membawakanmu beberapa baju bekasku,” ucap
Camila dari bangkunya sedikit berteriak hingga semua orang di kelas dapat
mendengarnya.
Juwita
mengangguk sambil tersenyum. Mengabaikan semua orang yang menatapnya dengan
pandangan hina.
“Kamu apa
gak berlebihan ngasih dia baju segala?” tanya salah satu teman Camila.
“Apa dia
meminta baju bekasmu agar terlihat kaya?” tanya teman Camila yang lain.
Camila
tersenyum lalu menggeleng. “Aku hanya sedang melakukan sedekah, mungkin kalian
juga bisa melakukannya. Tinggal pilih pakaianmu yang tidak di pakai lalu
berikan saja pada Juwita. Dia pasti senang,” ucap Camila yang terdengar begitu
menghina Juwita.
Rani
mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan Juwita. “Tidak apa-apa, aku juga
sering menerima baju bekas majikanku,” hibur Rani.
Adi ikut
mengangguk. “Aku juga, kadang aku membawanya ke kampung dan menjualnya kembali.
Aku menyebutnya sebagai barang trifting!” ucap Adi yang ikut menghibur
Juwita.
Juwita
tersenyum lalu mengangguk. “Aku punya adik di kampung, mungkin aku bisa membagi
beberapa pakaian itu padanya juga,” ucap Juwita dengan ceria.
Wiliam yang
melihat Juwita tengah menghibur diri tampak kesal dengan cara Camila mempermalukan
Juwita, juga teman-teman satu gengnya yang begitu membenci orang-orang dari
kalangan bawah seperti Juwita. Meskipun tak satupun yang melakukan tindakan
pembulian seperti yang biasa mereka lakukan sekarang. Namun olok-olokan yang
Camila dan gengnya lakukan terdengar begitu memuakkan.
Hingga jam
makan siang datang. Juwita masih menahan nyeri diselangkangannya yang semalam
dipaksa mengangkang oleh Wiliam tak kuat untuk berjalan ke kantin. Tenaganya
sudah habis saat ia harus bersepeda ke sekolahan dan berjalan ke kelas. Sampai
akhirnya ia nyaris pingsan ketika berjalan bersama Adi dan Rani yang langsung
membantunya pergi ke UKS untuk dirawat.
“Mana
Juwita?” tanya Camila begitu melihat Adi dan Ria masuk ke kantin tanpa Juwita.
“J-Juwita
sakit, tadi sudah hampir pingsan. Dia di UKS,” jawab Rani lalu buru-buru pergi
sebelum terjebak dan menjadi bulan-bulanan Camila dan gengnya.
Wiliam
membelalakkan matanya terkejut mendengar Juwita yang sakit bahkan hampir
pingsan. Wiliam begitu khawatir dengan kondisi Juwita. Namun untuk menemui
Juwita sekarang juga jelas tidak mungkin.
Sampai
akhirnya salah satu teman Wiliam mengajaknya untuk bermain golf. Wiliam
langsung memanfaatkannya untuk kabur dari Camila dan bergegas menemui Juwita.