Jalu tak pernah bisa menyelinap
masuk ke kamar Lily lagi setelah kejadian lamarannya pada Alma di pesta
beberapa hari yang lalu. Lily mengunci pintu kamarnya juga pintu penghubung di
antara kamarnya dengan Jalu dan Taji. Pintu penghubung di kamar Taji memang
sudah di tutup sejak lama. Baik di kamar Lily atau Taji sama-sama di tutup
dengan lemari sejak taji masuk SMP dan pisah kamar dari Jalu. Tapi pintu
penghubung antara kamar Jalu dan Lily sebelumnya tak pernah di tutup. Tapi sehari
setelah acara sepulangnya Jalu dari kantor, pintu penghubung itu sudah tidak
bisa di buka.
Tak ada celah bagi Jalu untuk
menemui Lily lagi secara leboh intim dan privat. Jalu tetap merasa perlu
menjelaskan segalanya pada Lily. Tapi Lily juga tampak menghindarinya. Bahkan
setelah makan malam Lily juga langsung pergi ke kamarnya atau ikut Taji dan
papanya ke gym sebentar. Ketika ada momen berdua di waktu yang pas, Lily malah
dengan sengaja ikut pergi keluar dengan mamanya. Sengaja agar ia tak perlu bicara
dengan Jalu.
Apalahi dari kedua belah pihak
keluarga juga langsung menentukan tanggal dan hari baik pernikahannya dengan
Alma. Rasanya makin sulit bagi jalu untuk bisa punya kesempatan untuk bicara
berdua dengan Lily dan menjelaskan semuanya. Tiap hari persiapannya menikah
makin serius di siapkan. Dari gedung, dekor, WO yang akan bertugas,
berkas-berkas yang harus diserahkan ke KUA, poto-poto mulai formal untuk
catatan sipil hingga prewedding. Nyaris tak tersisa waktu untuk bisa
bersama Lily.
Lily juga sibuk dengan sekolahnya
dan makin padat karena ia ikut tambahan belajar dengan jadwal yang padat. Entah
karena memang sebentar lagi akan ujian kelulusan atau memang sengaja mencari
kesibukan untuk menghindari Jalu.
“Mama pengen pakek seragam warna
merah, kata papa mama keliatan cantik pakek baju warna merah,” ucap Naila
memilih warna seragam keluarga untuk acara pernikahan Jalu nanti.
Lily terdiam memandang desainer yang
datang kerumah sambil membawa banyak contoh kain sebagai sampel.
“Kamu cantik pakek baju apa aja,
tapi merah favoritku. Sexy! Menantang!” ucap Robi yang ikut memilih warna kain
yang di rasa akan paling menonjolkan
istrinya.
“A-aku pengen warna merah, aku
pengen keliatan sexy,” ucap Lily dengan pandangan kosong lalu tersenyum
sumringah. “Boleh kan?” tanya Lily yang kembali tersadar dari lamunannya sambil
menatap Robi dan Naila.
“No, I think that’s bad for you
Lily,” tolak Naila yang tak mau memberi ijin.
“Ada cowok yang ajak kenalan aku
kemarin waktu pesta, aku pengen jadi sedikit lebih memukau,” ucap Lily memberi
tahu alasannya dengan sedikit sedih.
“Ow, boleh lah Ma kalo gitu. Lily
perlu menikmati masa remajanya juga,” ucap Robi yang setuju sambil membujuk
istrinya.
Naila menghela nafas, lalu diam
sejenak. “Tapi janji jangan lebih dari memukau itu saja ya?” tawar Naila
yang langsung di setujui Lily.
Lily tak sabar melihat bagaimana
reaksi Jalu saat melihatnya nanti. Lily tak sabar untuk menunjukkan pesona
terbaiknya di hari pernikahan Jalu dan Alma nanti. Lily ingin menunjukkan pada
semua orang kalau ia jauh lebih baik dari Alma yang culun dengan bodynya yang
rata itu.
●●●
“Lily,” panggil Jalu begitu ia berpapasan dengan Lily
yang baru pulang sekolah.
Lily terus melangkah tanpa mempedulikan Jalu dan
melenggang masuk ke kamarnya begitu saja berharap Jalu akan segera pergi dan
tak mengejarnya.
Jalu tak mau kehilangan kesempatannya bicara dengan
Lily. Taji sudah kembali ke Australia melanjutkan studinya, orang tuanya pergi
keluar berdua. Hanya ada ia dan Lily di rumah, ini waktu yang sudah lama Jalu
tunggu-tunggu dan ia tak mau kehilangan kesempatan lagi. Ia langsung menahan
pintu kamar Lily dan memaksa masuk ke dalam.
“Kamu kenapa? Kamu ga bisa mengabaikan aku terus,
Lily!” bentak Jalu begitu masuk ke dalam kamar Lily.
Lily mengerlingkan matanya jengah pada Jalu sambil
menghela nafas panjang dan bertingkah seolah-olah tak melihat Jalu.
Lily melepaskan tasnya, melepaskan jilbabnya, lalu
masuk ke kamar mandi untuk cuci muka tanpa mempedulikan Jalu yang terus
mengawasinya. Lily kembali keluar dari kamar mandi setelah urusannya di kamar
mandi selesai. Lily langsung mengambil baju ganti dan kembali ke kamar mandi.
“Lily, I’m talk to you!” bentak Jalu sekali
lagi dan tetap di abaikan oleh Lily yang kembali ke kamar mandi untuk ganti
baju. “Mau kemana?” tanya Jalu yang melihat Lily tampil rapi.
Suara ponsel Lily yang menerima panggilan telefon dari
temannya terdengar begitu nyaring. Lily hendak mengangkatnya namun Jalu lebih
cepat menyautnya dan rasanya itu sukses membuat Lily mau memperhatikan Jalu
setelah sekian lama mengabaikannya.
“Damian? Siapa Damian?” tanya Jalu yang melihat siapa
yang menghubungi Lily.
“Kak Damian, temenmu waktu itu,” jawab Lily sambil
berusaha menyaut ponselnya dari Jalu tapi Jalu segera menghindar.
“Halo?!” Jalu mengangkat telfon dari Damian dengan
ketus.
“Lily? Halo? Ini siapa?” tanya Damian bingung karena
bukan Lily yang mengangkat telfonnya.
“Jalu, Jalu Suandakni. Kakaknya. Mau apa kamu telfon
adikku?”
“M-mau nonton lah, kan udah janjian,” jawab Damian
yang membuat Jalu marah dan langsung membanting ponsel Lily hingga remuk dalam
sekali bantingan kuat.
“Kakak!!!” pekik Lily kesal. “Kamu kenapa sih? Aku dah
gede, aku berhak buat pergi sama siapapun yang aku mau. Kakak kenapa marah sih?
Aku udah bilang sama papa, aku dah minta ijin. Kakak ga berhak larang aku!”
kesal Lily yang pertama kalinya melawan dan meluapkan emosinya pada Jalu.
“Kamu yang kenapa bukan aku!” Jalu meninggikan
suaranya pada Lily.
Para pelayan di rumah yang sempat berseliweran di
rumah perlahan menjauh dari kamar Lily. Antara takut kena omel juga dari Jalu
dan tak mau terkena masalah bila terseret dalam masalah keluarga ini. Semua
lebih memilih cari aman dan menghindar perlahan. [Next]
0 comments